Sabtu, 19 November 2011

Game untuk kaum muslim>>>>>>>>>

Game untuk belajar dan untuk hiburan baik untuk anak kita maupun untuk kita orang tua....


game untuk membantu anak belajar mengaji di HERE

game mewarnai membantu anak senang belajar mewarnai di SINI  

game hijaiyah juga tapi beda diSINI YAAAAA Selengkapnya...

Rabu, 16 November 2011

SUTRADARA FILM AYAT-AYAT CINTA TERNYATA TIDAK SHOLAT

Pembuatan film yang dianggap Islami dengan biaya 25 miliar rupiah ternyata menurut sorotan pengamat film, tidak mencerminkan jiwa Islam. Justru hanya sekadar “jualan” cinta menye-menye. Padahal penulis novel aslinya tidak begitu.

Ada film yang dianggap Islami, penulisnya dianggap tahu Islam, tapi oleh pengamatnya dianggap tidak memberi kesan jiwa Islam. Hingga ketika difilmkan, justru ada hal-hal yang memberikan kesan bahwa pacaran itu boleh dalam Islam, lebih-lebih ketika novel itu telah difilmkan. Sedang sutradara film itu ketika membuat film yang dianggap Islami itu dia tidak shalat dan tidak puasa serta tidak berdoa, padahal di bulan Ramadhan. Itu pengakuan sang sutradara film itu sendiri yakni Hanung Bramantyo:

Pada saat proses pembuatan film Ayat-Ayat Cinta itu, saya tidak melakukan salat apa pun. Saya tidak salat. Itu pada saat bulan Ramadlan. Saya juga tidak puasa dan tidak berdoa. Saya mencoba untuk berkesenian total dan saya percaya dengan kemampuan otak saya. Jadi saya menisbikan sesuatu yang berada di luar otak. Sementara yang religius itu tidak. Saya tidak percaya itu semua.(nahimunkar.com)

‘Di Bawah Lindungan Kabah’: Sekadar Cinta Menye-menye? Jakarta - Ketika orang membahas film terbaru Hanny Saputra ‘Di Bawah Lindungan Ka’bah’ (DBLK), maka pembicaraan pun berfokus pada soal “product placement” yang ngawur. Bagaimana bisa di Padang pada 1920-an sudah ada Gerry Cholocatos, Kacang Garuda, dan Baygon?

Tentu saja pembahasan soal desain produksi ini menarik. Film berlatar sejarah perlu penanganan desain produksi khusus. Jika salah, maka rusaklah konsep sejarahnya. Walau pun, agar adil, kita harus akui bahwa setting 1920-an digarap dengan cukup apik, mulai dari busana, cara surat-menyurat, pernak-pernik seperti jam dan piring, stasiun di masa Belanda, dan khususnya Masjidil Haram era itu.

Wajarlah, bujetnya, menurut pengakuan produsernya, mencapai Rp 25 miliar. Dan dari sinematografi besutan Ipung Rachmat Syaiful, film ini sangat memuaskan dan dapat menghadirkan suasana Sumatera dan Mekkah di era kolonialisme. Sayangnya, ada satu hal fatal lainnya yang merusak konsep “film period”: lagu Opick yang terdengar modern.

Cukup dengan berbagai elemen pendukung. Bagaimana dengan cerita? Apakah ruh HAMKA yang hadir di novelnya masih terjaga di filmnya? Sebelum menjawab, mari kita lihat alur ceritanya. Intinya adalah kasih tak sampai. Hamid (Herjunot Ali) adalah seorang pemuda yang sopan, intelek, dan tampan. Masalahnya, ia dan ibunya (Jenny Rachman) orang miskin dan bekerja pada Haji Jafar (Didi Petet) orang kaya di kampungnya, yang mempunyai putri cantik bernama Zainab (Laudya Cyntia Bella).

Zainab dan Hamid saling mencintai, tapi perbedaan kelas tentu tak bisa mereka lawan. Apalagi Zainab akan dijodohkan dengan anak orang terpandang yang sedang bersekolah di Jawa. Maka inilah pinta Zainab: “Jika mimpimu untuk ke tanah suci tercapai, aku titipkan doaku, agar aku menikah dengan orang yang aku cintai dan pria itu juga mencintaiku”.

Sebuah tragedi muncul. Untuk menolong Zainab yang tenggelam di sungai, Hamid harus berbuat sesuatu yang dipandang tidak senonoh, dan akhirnya diusir dari kampung—hal ini tidak ada di novelnya.

Apa pernyataan HAMKA di novelnya? Pada Ringkasan dan Ulasan Novel Indonesia Modern yang disusun Maman S. Mahayana dinyatakan bahwa Hamka mengkritik adat perkawinan, serta sikap para orangtua yang mengaku Islam tetapi sebenarnya tidak berjiwa Islam. Apakah hal itu tercermin di filmnya?

Sebagian besar film berfokus pada kasih tak sampai, pada kisah cinta-cintaan. Film berdurasi sekitar 2 jam ini seolah hendak menggabungkan antara tema agamis dengan budaya pop, agar bisa merengkuh sebanyak mungkin penonton—dari jamaah majelis taklim, pembaca HAMKA, hingga abege penggemar Junot dan Bella. Akibatnya, film ini beralih menjadi kisah cinta menye-menye yang melodramatis dan bertujuan menguras air mata (yang tak selamanya berhasil). Mirip dengan kompromi Hanung Bramantyo di ‘Ayat-Ayat Cinta’ yang membuat Fahri menjadi tokoh Si Boy dalam ‘Catatan Si Boy’.

Masalahnya, Hamid, seperti juga Fahri, adalah sosok yang tampaknya lemah, bukan sabar yang tegar dan melawan kezaliman. Kita tahu HAMKA adalah tokoh besar Muhammadiyah, yang punya banyak ide-ide pembaharuan. Tapi Hamid, tidak terlihat dakwahnya sebagai pembaharu. Memang, dia diperlihatkan menjadi lulusan terbaik Thawalib, sekolah Islam modernis. Ia pun berfoto dengan para modernis senior, Ahmad Dahlan dan Agus Salim. Tapi, mana sepak terjangnya—kecuali persoalan cinta, mengurus ibunya, dan cita-cita naik haji?

Kita lihat, bagaimana karya-karya Asrul Sani (baik sebagai penulis skenario dan sutradara) menceritakan tentang pembaharu. Di ‘Al-Kautsar’ misalnya ada tokoh Saiful Bahri dari Pesantren Pabelan. Di ‘Para Perintis Kemerdekaan’—yang adalah adaptasi bebas dari novel DBLK dan otobiografi ‘Ayahku’—ada Halimah yang menentang keras hukum adat yang menzalimi hak perempuan. Keduanya menyatakan modernisasi yang bergulat dengan kekolotan tradisionalis, orang luar berdakwah ke sebuah kampung dan mendapat tantangan kaum konservatif. Hal ini tidak terjadi di DBLK.

Apalagi saat Hamid diadili karena perbuatan yang dinilai tak senonoh tadi, sama sekali tidak terlihat pembaruan. Memang ada perdebatan di antara pemangku adat dan ulama soal pro-kontra hal yang dianggap baru ini (hal yang berbeda dengan ‘Perempuan Berkalung Sorban’ yang tidak ada sama sekali pembelaan agamis dari tokoh yang teraniaya). Tapi, Hamid sendiri tidak membela diri apapun atas tindakannya, kecuali berkata, “Apapun keputusannya, saya akan terima”.

Dan, akhirnya, walau tidak dinyatakan bersalah, ia dihukum dengan cara diusir dari kampung. Tapi, tetap, tidak ada pernyataan dari para ulama itu ke masyarakat yang marah,dan akibatnya Hamid pun tetap dianggap salah dan dihina-dina. Dan, belakangan, Hamid merasa telah difitnah. Siapa yang memfitnah? Di film itu, tidak terlihat satu pun yang menghasut, berbeda dengan film ‘Al-Kautsar’ yang konfliknya sangat tajam dan karakter antagonisnya (Harun) terlihat jelas ingin memisahkan Saiful dengan Halimah, menuduh Harun berzina, bahkan madrasah Hamid dirusak massa.

Intinya, cerita direduksi sedemikian rupa, sehingga yang paling menonjol adalah kisah cinta melodrama (yang maunya berfungsi sebagai) penguras air mata, dan akhirnya menutupi nilai-nilai dan pernyataan yang ingin dihantarkan HAMKA sebagai penulis novelnya.

Bagaimana dengan Zainab yang terdidik? Apakah ia melawan? Iya melawan, tapi untuk kepentingan pribadinya, cintanya. Bandingkan dengan ‘Para Perintis Kemerdekaan’ yang diadaptasi dari novel DBLK: tokoh Halimah adalah seorang perempuan yang memberontak terhadap adat istiadat yang membelengu hak wanita atas nama Islam. Halimah tak kuat dizalimi oleh suaminya sendiri, dan gugatan cerainya ditolak oleh majelis tetua ulama, hingga ia melakukan protes yang ekstrem: sekiranya satu-satunya jalan untuk bercerai adalah menjadi murtad, maka ia pun akan murtad secara terbuka dan terang-terangan di masjid!

AAC, DBLK adalah film-film religius yang dipotong-potong untuk tujuan komersil hingga porsinya lebih banyak kepada kisah cinta. Apakah ini karena keduanya diproduksi oleh MD Pictures?

Ekky Imanjaya, redaktur rumahfilm dan pengajar film di Binus International.

Sumber: detikMovie.com

***



Merindukan Islami-nya Film Islam

(Sebuah Catatan Untuk Film Ayat-Ayat Cinta)

Oleh: Efa Fillah *



“Belum baca? Waah…ketinggalan dong,” demikan komentar seorang kawan ketika pertama kali menawarkan novel Ayat-Ayat Cinta (AAC) pada saya. Raut mukanya menunjukkan keheranan. Ia seolah tidak menyangka, kalau saya yang punya minat besar di dunia komunikasi dan tulis menulis, ternyata belum membaca novel yang sejak launchingnya hingga saat ini terus menjadi best seller.

Bukannya apa-apa, sejak lama, saya agak muak dengan fiksi-fiksi percintaan gaya Indonesia yang mengumbar nafsu bertabur kata cinta di mana-mana. Namun, seperti pada banyak fiksi islami yang membuka wacana cinta yang berbeda (dalam arti cinta pada Allah), kata “cinta” yang dikolaborasikan dengan kata “ayat” oleh Habiburrahman El Shirazy atau dikenal dengan sebutan Kang Abik, cukup membuat saya tertarik. Maka saya mulai membaca novel dengan sampul depan gambar perempuan bercadar itu.

Itu terjadi kira-kira setahun lalu. Sekarang, novel itu sudah dinikmati penggemarnya dalam bentuk layar lebar. Film AAC, garapan sutradara Hanung Bramantyo yang tayang perdana Februari 2008, membuat semua orang harus antri di mana-mana karena kehabisan tiket.

Ada satu hal yang saya khawatirkan seusai membaca novel AAC. Dan kekhawatiran itu semakin besar saat AAC akan di film-kan. Satu hal mencolok yang saya pikir –juga akan menjadi perhatian dari Kang Abik– sebagai penulis novel AAC. Maklum, dia seharusnya jauh lebih mengerti dari saya yang awam. Sebab, bagaimanapun, dia adalah alumni Al-Azhar. Dalam perspektif Muslimah, novel ini membawa pesan yang tidak mendukung idealisme Muslimah tangguh. Karakter gadis-gadis dalam AAC semakin menguatkan stereotype lemah, khususnya bagi gadis yang jatuh cinta.

Diceritakan bahwa Fachri, aktor utama AAC, setidaknya dicintai oleh empat gadis sekaligus: Maria, Naora, Nurul dan Aisyah. Meskipun tidak salah bagi seorang gadis menyukai seorang pria dan sebaliknya, namun perhatian lebih dari keempat gadis sekaligus menunjukkan betapa cinta pada pria (saja?) telah membuat mereka berkorban luar biasa.

Maria, gadis Kristen koptik yang cerdas memendam rindunya hingga kurus kering; sedang Naora gadis Mesir belia dengan backgroud hidup yang suram berjuang mendapat cinta Fachri dengan cara pengecut, memfitnah Fachri.

Disamping itu, ada Nurul dan Aisyah, keduanya aktivis dakwah dengan karakter Islam yang kuat, dengan tegas menyampaikan cintanya pada Fachri melalui orang lain. Pada perantara tersebut, kedua gadis itu “menawarkan diri” untuk menjadi istri Fachri. Sebuah perbuatan –yang sekali lagi, memang tidak salah– namun sangat naif ditemukan pada aktivis Muslimah saat ini.

Dalam Islam, rasa cinta terhadap lawan jenis merupakan fitrah yang wajar. Karenanya, pernikahan menjadi satu-satunya cara yang dianjurkan untuk memenuhi fitrah itu. Seorang Muslimah yang merasa siap menikah, dianjurkan berikhtiar dan berdoa sebelum Allah menghendaki ia menyempurnakan diennya. Ikhtiar dan doa itu seharusnya sudah merupakan langkah klimaks perjuangannya memenuhi fitrahnya.

Di sisi lain, ia bisa terus leluasa mengisi hari-harinya dengan ibadah dan kebaikan-kebaikan lainnya. Bukannya larut memikirkan pria yang ia cintai sehingga mengorbankan fisiknya, perasaannya, waktunya serta kesempatan-kesempatan amal shalih lainnya. Hal inilah mungkin yang lepas dari perhatian Kang Abik yang cenderung melekatkan karakter lemah pada tokoh-tokoh gadis dalam AAC. Inilah yang nampaknya tak dipahami (atau memang tak dimengerti?) oleh Kang Abik dan sutradara.

Tentu saja, Kang Abik sangat berhak untuk menentukan seperti apa alur cerita dan karakter tokoh-tokoh yang akan dimainkan dalam novelnya. Seperti dikatakan Ustadz Abu Ridho dalam sambutannya di halaman depan novel AAC, novel ini bukan hanya novel cinta tapi juga membawa pesan budaya, politik, dan tentu saja pesan-pesan Islam yang indah.

Sayangnya, semua pesan itu harus rela tergeser oleh kuatnya pesan cinta horisontal yang ditampilkan lewat penokohan keempat gadis yang berburu cinta Fachri, dengan caranya masing-masing. Hal inilah yang tidak dapat dipungkiri, menjadi pesan utama yang terekam dalam memori para perempuan dan remaja putri sebagai mayoritas penggemar novel AAC.

Hal ini pula agaknya yang membuat sutradara muda yang sedang naik daun seperti Hanung, tanpa berpikir panjang bertekad menampilkan “dahsyatnya” fenomena cinta novel laris ini dalam layar lebar. Fenomena inilah yang begitu kuat ditonjolkan dalam film Hanung yang juga menyutradarai Get Married. Kenyataannya, di Indonesia, film bergenre drama romantis selalu diserbu penonton.

Sementara Fachri yang dalam novel digambarkan sebagai mahasiswa Islam miskin yang militan dan haus ilmu, yang hari-harinya dipenuhi dengan perjuangan mencari ilmu, menyambung hidup dengan bekerja sebagai penerjemah dan aktivitas dakwah lainnya, justru nyaris tidak tampak dalam film AAC. Yang nampak adalah gadis-gadis berjilbab “berburu” seorang pemuda bernama Fachri.



Benarkah Islami?



Fenomena pragmatis ini agaknya perlu dicermati dan dijadikan pertimbangan oleh penulis Islam yang karya tulisnya diminati orang untuk di audio visual-kan. Dan bagi kita juga, target konsumennya. Supaya nilai-nilai Islam yang ingin mereka sampaikan tidak memudar dan menjadi ambigu ketika pesan tulisan berpindah menjadi pesan audio visual.

Hanung benar, ketika dalam sebuah tayangan infotaintment mengatakan, “Bagaimapun berbeda karya novel aslinya dengan film AAC”. Meski demikian, Kang Abik dan Hanung, harusnya lebih peka terhadap kondisi sosial masyarakat. Seorang Muslimah sejati, mustahil secara sporadis “berburu” pria yang ia sukai. Sebab itu bukan jiwa seorang Muslimah.

Dan jangan keliru, secara psikologis, bagi sebagaian orang, karya foto dan audio-visual, selain menciptakan efek dramatis, juga melahirkan pencitraan “imagery” bagi orang yang menontonnya. Akan jauh berbeda bagi orang yang membaca novel Herry Potter dengan melihat sendiri film nya.

Begitu juga dengan film AAC ini. Dalam novel, tak pernah diceritakan bagaimana cara pengungkapan rasa cinta secara fisik seorang Muslimah dengan seorang pria. Dengan menunjukkan adegan sentuhan lawan jenis, apalagi sampai terjadi adegan ciuman, langsung menunjukkan itu bukan tipe dan model gadis-gadis Muslim yang sesungguhnya.

Dengan menampilkan adegan –yang katanya islami itu— maka, efek visual film ini akan memberikan citra barunya kepada para penonton remaja bahwa pacaran bagi Muslimah itu boleh. Mau tahu caranya? Lihatlah film AAC.

Tanpa mengurangi rasa kagum saya pada Kang Abik maupun Hanung, saya tetap menyampaikan ucapan selamat atas kesuksesan mencoba menghasilkan karya –yang ia anggap– sebagai islami itu. Tapi maaf, saya tetap merasa agak kecewa. Sebab istilah ‘islami” yang ia maksud tak saya lihat, kecuali hanya ada gadis-gadis Muslim berjilbab. Yang dominan hanya kemesraan dan sensasi melankolis. Lalu, ke mana lagi saya bisa berharap ada film-film lebih islami, yang menceritakan khasanah kekayaan Islam tanpa harus kehilangan rasa kreativitasnya? SUARA HIDAYATULLAH APRIL 2008

*Aktivis FLP Surabaya dan alumnus Fakultas Komunikasi UNITOMO Surabaya



http://majalah.hidayatullah.com/?p=1242



Bagaimana mau ada misi Islamnya

Walaupun film ayat-ayat cinta itu seolah film islami dari segi judulnya, namun sebagaimana sorotan tulisan tersebut terhadap penulis novel maupun sutradaranya yakni Hanung Bramantyo, memang tidak mengarah kepada perbaikan masyarakat agar menjadi Islami. Justru mungkin sebaliknya, seperti mengesankan bahwa pacaran itu dibolehkan dalam Islam.

Bagaimana mau ada misi Islamnya, lha wong Hanung Bramantyo sendiri mengaku kepada media JIL (Jaringan Islam Liberal) ketika dalam proses pembuatan film AAC itu lakon Hanung dia kui sendiri begini:

Pada saat proses pembuatan film Ayat-Ayat Cinta itu, saya tidak melakukan salat apa pun. Saya tidak salat. Itu pada saat bulan Ramadlan. Saya juga tidak puasa dan tidak berdoa. Saya mencoba untuk berkesenian total dan saya percaya dengan kemampuan otak saya. Jadi saya menisbikan sesuatu yang berada di luar otak. Sementara yang religius itu tidak. Saya tidak percaya itu semua.

(nahimunkar.com)

tabbloit alfatih on facebook


Selengkapnya...

Minggu, 13 November 2011

Membongkar Kedok Kitab IblisPancasila dan UUD 1945

Membongkar Kedok Kitab Iblis
Pancasila dan UUD 1945 Membongkar Kedok Pancasila dan
UUD 1945 ﻢﻴﺣﺮﻟﺍ ﻦﻤﺣﺮﻟﺍ ﻪﻠﻟﺍ ﻢﺴﺑ Pembahasan ini adalah untuk
menunjukkan kepada kita tentang
kemusyrikan yang terang dan
kekafiran yang nyata dari Pancasila
dan UUD 1945. Sehingga tidak ada lagi
kesamaran bagi kita untuk mengkafirkan siapa saja yang
menerima Pancasila dan UUD 1945,
membanggakannya, serta
mengamalkannya baik dalam
kehidupan pribadi maupun dalam
kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Di dalam Bab XV pasal 36 A : Lambang negara adalah Garuda
Pancasila dengan semboyan
Bhineka Tunggal Ika’. Pancasila adalah dasar negara,
sehingga para Thaghut RI dan
aparatnya menyatakan bahwa
Pancasila adalah pandangan hidup
bangsa dan dasar negara RI, serta
merasakan bahwa Pancasila adalah sumber kejiwaan masyarakat dan
negara Republik Indonesia. Oleh
karena itu, pengamalannya harus
dimulai dari setiap warga negara
Indonesia. Setiap penyelenggara
negara yang secara meluas akan berkembang menjadi pengamalan
Pancasila oleh setiap lembaga
kenegaraan serta lembaga
kemasyarakatan, baik di pusat maupun
di daerah. [Lihat PPKn untuk SD dan
yang lainnya, bahasan Ekaprasetya Pancakarsa]. Jadi dasar negara RI, pandangan
hidupnya, serta sumber kejiwaannya bukan ﻪﻠﻟﺍ ﻻﺇ ﻪﻟﺇ ﻻ tapi falsafah syirik Pancasila Thaghutiyyah Syaitaniyyah yang berasal dari ajaran syaitan
manusia, bukan dari wahyu samawi
ilahi ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata’ala berfirman : ‘Itulah Al-Kitab (Al-Qur?an), tidak ada
keraguan di dalamnya, sebagai
petunjuk (pedoman) bagi orang-orang yang
bertaqwa’.(Qs. Al-Baqarah : 2) Tapi mereka mengatakan : ‘Ini
Pancasila adalah pedoman hidup bagi
bangsa dan pemerintah Indonesia’. ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata?ala berfirman : ‘Dan sesungguhnya ini adalah jalan-Ku
yang lurus, maka ikutilah ia…’. (Qs. Al-
An?am : 153) Tapi mereka menyatakan : ‘Inilah
Pancasila yang sakti, hiasilah hidupmu
dengan dengan moral Pancasila’. Oleh karena itu, dalam rangka
menjadikan generasi penerus bangsa
ini sebagai orang yang Pancasilais
(baca : musyrik), para Thaghut
(Pemerintah) menjadikan PMP/PPKn
sebagai pelajaran wajib di semua lembaga pendidikan mereka. Sekarang mari kita kupas beberapa
butir Pancasila… Dalam sila I butir II : ‘Saling
menghormati kebebasan
menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaan’. Pancasila memberikan kebebasan
orang untuk memilih jalan hidupnya,
dan tidak ada hukum yang
melarangnya. Seandainya orang
muslim murtad dan masuk Nasrani,
Hindu, atau Budha, maka itu adalah kebebasannya dan tidak akan ada
hukuman baginya. Sehingga ini
membuka pintu lebar-lebar bagi
kemurtadan, sedangkan dalam ajaran
Tauhid Rasulullah bersabda : ‘Siapa
yang mengganti agamanya, maka bunuhlah dia’. (HR. Al-Bukhari dan
Muslim) Namun kebebasan ini bukan berarti
orang muslim bebas melaksanakan
sepenuhnya ajaran Islam, tapi ini
dibatasi oleh Pancasila, sebagaimana
yang tertera dalam butir I : ‘Menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab’. Sehingga bila ada orang murtad dari
Islam, terus ada orang yang
menegakkan terhadapnya hukum
ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata’ala yaitu membunuhnya, maka orang yang
membunuh ini pasti dijerat hukum
Thaghut. Dalam sila II butir I : ‘Mengakui
persamaan derajat, persamaan hak
dan persamaan kewajiban antar
sesama manusia’. Yaitu bahwa tidak ada perbedaan di
antara mereka dalam status itu semua
dengan sebab dien (agama),
sedangkan ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata’ala berfirman : ‘Katakanlah : Tidak sama orang buruk
dengan orang baik, meskipun
banyaknya yang buruk itu menakjubkan kamu’.
(Qs. Al-Maaidah : 100) Dia Ta’ala juga berfirman : ‘Tidaklah sama penghuni neraka
dengan penghuni surga’.(Qs. Al-Hasyr :
20) ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata’ala juga berfirman : ‘Maka apakah orang yang mukmin
(sama) seperti orang yang fasik?
(tentu) tidaklah sama’. (Qs. As-Sajadah :
18) Sedangkan kaum musyrikin dan
Thaghut Pancasila mengatakan :
‘Mereka sama’. ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata’ala berfirman : ‘Maka apakah Kami menjadikan orang-
orang islam (sama) seperti orang-
orang kafir. Mengapa kamu (berbuat
demikian), bagaimanakah kamu
mengambil keputusan? Atau adakah
kamu memiliki sebuah kitab (yang diturunkan ﻪّﻠﻟﺍ ) yang kamu membacanya, bahwa didalamnya
kamu benar-benar boleh memilih apa
yang kamu sukai untukmu’.(Qs. Al-
Qalam : 35-38) Sedangkan budak Pancasila, mereka
menyamakan antara orang-orang
Islam dengan orang-orang kafir. Dan
saat ditanya, Apakah kalian
mempunyai buku yang kalian pelajari
tentang itu ? . Mereka menjawab : Ya, kami punya. Yaitu PMP/PPKn dan buku
lainnya yang dikatakan di dalamnya :
‘Mengakui persamaan derajat,
persamaan hak dan persamaan
kewajiban antar sesama manusia’. Apakah ini Tauhid atau Kekafiran ??? Lalu dinyatakan dalam butir II :
‘Saling mencintai sesama manusia’. Pancasila mengajarkan pemeluknya
untuk mencintai orang-orang Nasrani,
Hindu, Budha, Konghucu, para
Demokrat, para Quburriyyun, para
Thaghut dan orang-orang kafir
lainnya. Sedangkan ﻪّﻠﻟﺍ ta’ala mengatakan : ‘Kamu tidak akan mendapati sesuatu
kaum yang beriman kepada ﻪّﻠﻟﺍ dan hari akhirat, saling berkasih sayang
dengan orang-orang yang menentang
ﻪّﻠﻟﺍ dan Rasul-Nya, sekalipun orang- orang itu bapak-bapak, atau anak-
anak atau saudara-saudara ataupun
keluarga mereka’.(Qs. Al Mujadilah : 22) Kata Pancasila : ‘Harus saling mencintai
meskipun dengan orang-orang non-
muslim’. Namun kata ﻪّﻠﻟﺍ , orang yang saling mencintai dengan mereka
bukanlah orang Islam. ﻪّﻠﻟﺍ mengajarkan Tauhid, Tapi Pancasila mengajarkan
kekafiran ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata?ala juga berfirman : ‘Wahai orang-orang yang beriman,
janganlah kalian jadikan musuh-Ku
dan musuh kalian sebagai teman
setia yang kalian menjalin kasih
sayang dengan mereka’.(Qs. Al-
Mumtahanah : 1) Dia subhanahu wata’ala berfirman
tentang siapa musuh kita itu : ‘sesungguhnya orang-orang kafir
adalah musuh yang nyata bagi
kalian’.(Qs. An-Nisa? : 101) Renungi ayat-ayat itu dan amati
butir Pancasila di atas. Yang satu ke timur dan yang satu
lagi ke barat, Sungguh sangat jauh antara timur
dan barat ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata’ala berfirman tentang ajaran Tauhid yang diserukan
para Rasul : ‘serta tampak antara kami dengan
kalian permusuhan dan kebencian
untuk selama-lamanya sampai kalian
beriman kepada ﻪّﻠﻟﺍ saja’.(Qs. Al- Mumtahanah : 4) Tapi dalam Thaghut Pancasila :
‘Tidak ada permusuhan dan
kebencian, tapi harus toleran dan
tenggang rasa’. Apakah ini Tauhid atau Syirik ??? Ya, Tauhid… tapi bukan Tauhidullah,
namun Tauhid (Penyatuan) kaum
musyrikin atau Tauhiduth
Thawaaghit. Rasulullah ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ telah mengabarkan bahwa : ‘Ikatan iman
yang paling kokoh adalah cinta karena
ﻪّﻠﻟﺍ dan benci karena ﻪّﻠﻟﺍ ‘. Namun kalau kamu iman kepada
Pancasila, maka cintailah orang karena
dasar ini dan bencilah dia karenanya.
Kalau demikian berarti adalah orang
beriman, tapi bukan kepada ﻪّﻠﻟﺍ , namun beriman kepada Thaghut
Pancasila. Inilah yang dimaksud
dengan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Yang Esa itu bukanlah ﻪّﻠﻟﺍ dalam agama Pancasila ini, tapi itulah garuda
Pancasila. Enyahlah Tuhan yang seperti itu… Dan enyahlah para pemujanya…. Dalam sila III butir I : ‘Menempatkan
persatuan, kesatuan, kepentingan
dan keselamatan bangsa dan
negara di atas kepentingan pribadi
atau golongan’. Inilah yang dinamakan dien (agama)
Nasionalisme yang merupakan ajaran
syirik. Dalam butir di atas, kepentingan
Nasional harus lebih di dahulukan
siatas kepentingan golongan (baca :
agama). ApabilaTauhid atau ajaran Islam
bertentangan dengan kepentingan
syirik atau kufur negara, maka
Tauhid harus mengalah. Sedangkan
ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata’ala berfirman : ‘Wahai orang-orang yang beriman,
janganlah kalian mendahului ﻪّﻠﻟﺍ dan Rasul-Nya’. (Qs. Al-Hujurat : 1) Oleh sebab itu, karena Nasionalisme
adalah segalanya maka hukum-hukum
yang dibuat dan diterapkan adalah
yang disetujui oleh orang-orang kafir
asli dan kafir murtad, karena hukum
ﻪّﻠﻟﺍ sangat-sangat menghancurkan tatanan Nasionalisme, ini kata
Musyrikun Pancasila. Sebenarnya kalau dijabarkan setiap
butir dari Pancasila itu dan ditimbang
dengan Tauhid, tentulah
membutuhkan waktu dan lembaran
yang banyak. Namun disini kita
mengisyaratkan sebagiannya saja. Kekafiran, kemusyrikan dan
kezindikan Pancasila adalah
banyak sekali. Sekiranya uraian di
atas cukuplah sebagai hujjah bagi
pembangkang dan sebagai cahaya
bagi yang mengharapkan hidayah. Setelah mengetahui kekafiran Pancasila
ini, apakah mungkin orang muslim
masih mau melagukan : ‘Garuda
Pancasila, akulah pendukungmu…’. Tidak ada yang melantunkannya
kecuali orang kafir mulhid atau orang
jahil yang sesat yang tidak tahu hakikat
Pancasila. Sedangkan di dalam UUD 1945 Bab II
pasal 3 ayat (1) : ‘MPR berwenang
mengubah dan menetapkan Undang-
Undang Dasar’. Sudah kita ketahui bahwa hak
menentukan hukum / aturan /
undang-undang adalah hak khusus
ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata’ala. Dan bila itu dipalingkan kepada selain ﻪّﻠﻟﺍ maka itu adalah syirik akbar. ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata?ala berfirman : ‘Dan Dia tidak mengambil seorangpun
menjadi sekutu bagi-Nya dalam
menetapkan hukum’. (Qs. Al-Kahfi : 26) ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata?ala berfirman : ‘Hak hukum (putusan) hanyalah milik
ﻪّﻠﻟﺍ ‘. (Qs. Yusuf : 40) Tasyri’ (pembuatan hukum) adalah hak
khusus ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata’ala, ini artinya MPR adalah arbab (Tuhan-
Tuhan) selain ﻪّﻠﻟﺍ , dan orang-orang yang duduk sebagai anggota MPR
adalah orang-orang yang mengaku
sebagai Rabb (Tuhan), sedangkan
orang-orang yang memilihnya adalah
orang-orang yang mengangkat ilah
yang mereka ibadahi. Sehingga ucapan setiap anggota MPR : ‘Saya adalah
anggota MPR’, artinya adalah ‘Saya
adalah Tuhan selain ﻪّﻠﻟﺍ ‘. UUD 1945 Bab VII pasal 20 ayat (1) :
‘Dewan Perwakilan Rakyat
memegang kekuasaan membentuk
Undang-Undang’. Padahal dalam Tauhid, yang
memegang kekuasaan membentuk
Undang-Undang / hukum / aturan
tak lain hanyalah ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata’ala. Dalam pasal 21 ayat (1) : ‘Anggota DPR
berhak memajukan usul Rancangan
Undang-Undang’. UUD 1945 Bab III pasal 5 ayat (1) :
‘Presiden berhak mengajukan
Rancangan Undang-Undang kepada
Dewan Perwakilan Rakyat’. Bahkan kekafiran itu tidak terbatas
pada pelimpahan wewenang hukum
kepada para Thaghut itu, tapi itu semua
diikat dengan hukum yang lebih tinggi,
yaitu Undang-Undang Dasar 1945.
Rakyat lewat lembaga MPR-nya boleh berbuat tapi harus sesuai UUD 1945,
sebagaimana dalam Bab I pasal 1 ayat
(2) : ‘Kedaulatan berada di tangan
rakyat, dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar’. Begitu juga Presiden, sebagaimana
dalam Bab III pasal 4 ayuat (1) UUD
1945 : ‘Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan pemerintahan
menurut Undang-Undang Dasar’. Bukan menurut Al-Qur’an dan As-
Sunnah, tapi menurut Undang-Undang
Dasar. Apakah ini islam ataukah kekafiran ??? Bahkan bila ada perselisihan
kewenangan antar lembaga
pemerintahan, maka putusan final
dikembalikan kepada Mahkamah
Thaghut yang mereka namakan
Mahkamah Konstitusi, sebagaimana dalam Bab IX pasal 24C ayat (1) :
‘Mahkamah Konstitusi berwenang
mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final
untuk menguji Undang-Undang
terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar,
memutus pembubaran partai politik,
dan memutus perselisihan tentang hasil
Pemilihan Umum’. Padahal dalam ajaran Tauhid, semua
harus dikembalikan kepada ﻪّﻠﻟﺍ dan Rasul-Nya, sebagaimana firman-Nya : “Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada ﻪّﻠﻟﺍ (Al- Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu benar‑benar beriman kepada ﻪّﻠﻟﺍ dan hari kemudian”. (Qs. An‑Nisa’ : 59) Al imam Ibnu Katsir rahimahullah
berkata : ‘(firman ﻪّﻠﻟﺍ ) ini menunjukkan bahwa orang yang tidak merujuk
hukum dalam kasus
persengketaannya kepada Al-Kitab
dan As-Sunnah serta tidak kembali
kepada keduanya dalam hal itu, maka
dia bukan orang yang beriman kepada ﻪّﻠﻟﺍ dan hari akhir’. [Tafsir Al-Qur?an Al-?Adhim : II / 346]. Ini adalah tempat untuk mencari
keadilan dalam Islam, tapi dalam ajaran
Thaghut RI, keadilan ada pada hukum
yang mereka buat sendiri. Undang-Undang Dasar 1945 Thaghut
memberikan jaminan kemerdekaan
penduduk untuk meyakini ajaran apa
saja, sehingga pintu-pintu kekafiran,
kemusyrikan dan kemurtadan terbuka
lebar dengan jaminan UUD. Orang murtad masuk ke agama lain adalah
hak kemerdekaannya dan tidak ada
sanksi hukum atasnya. Padahal dalam
ajaran ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata’ala, orang murtad punya dua pilihan, kembali ke
Islam atau dihukum mati, sebagaimana
sabda Rasulullah : ‘Barangsiapa mengganti agamanya
maka bunuhlah ia’. (HR. Bukhari dan
Muslim) Orang meminta-minta ke kuburan,
membuat sesajen, tumbal,
mengkultuskan seseorang, dan
perbuatan syirik lainnya, dia mendapat
jaminan UUD, sebagaimana dalam Bab
XI pasal 29 ayat (2) : ‘Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadah menurut
agama dan kepercayaannya itu’. Mengeluarkan pendapat, pikiran dan
sikap meskipun kekafiran adalah hak
yang dilindungi Negara dengan dalih
HAM, sebagaimana dalam Bab XA pasal
28E ayat (2) : ‘Setiap orang berhak atas
kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai
dengan hati nuraninya’. Budaya syirik dan berhalanya
mendapat jaminan penghormatan
dengan landasan hukum Thaghut,
sebagaimana dalam Bab yang sama
pasal 28 I ayat (3) : ‘Identitas budaya
dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban’. UUD 1945 juga menyamakan antara
orang muslim dengan orang kafir,
sebagaimana di dalam Bab X pasal 27
ayat (1) : ‘Segala warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan
itu dengan tidak ada kecualinya’. Padahal ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata’ala telah membedakan antara orang kafir
dengan orang muslim dalam ayat-ayat
yang sangat banyak. ﻪّﻠﻟﺍ Ta’ala berfirman : ‘Tidaklah sama penghuni neraka
dengan penghuni surga.’ (Qs. Al-Hasyr :
20) ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata?ala berfirman seraya mengingkari kepada orang
yang menyamakan antara dua
kelompok dan membaurkan hukum-
hukum mereka : ‘Maka apakah Kami menjadikan orang-
orang islam (sama) seperti orang-
orang kafir. Mengapa kamu (berbuat
demikian), bagaimanakah kamu
mengambil keputusan?’.(Qs. Al-Qalam :
35 – 36) Dia subhanahu wata?ala berfirman : ‘Maka apakah orang yang mukmin
(sama) seperti orang yang fasik?
(tentu) tidaklah sama’. (Qs. As-Sajadah :
18) ﻪّﻠﻟﺍ subanahu wata’ala menginginkan adanya garis pemisah yang syar’i
antara para wali-Nya dengan musuh-
musuh-Nya dalam hukum-hukum
dunia dan akhirat. Namun orang-orang
yang mengikuti syahwat dari kalangan
budak Undang-Undang negeri ini ingin menyamakan antara mereka. Siapakah yang lebih baik ??? Tentulah aturan ﻪّﻠﻟﺍ Yang Maha Esa yang lebih baik

sumber : www.suaraikhwanmuwahhid.blogspot.com
Selengkapnya...

Jumat, 11 November 2011

FATWA 10 ULAMA BESAR SAUDI TENTANG PENGUASA YANG BERHUKUM DENGAN SELAIN SYARI’AH ISLAM

BISMILLAH



FATWA 10 ULAMA BESAR SAUDI TENTANG PENGUASA YANG BERHUKUM DENGAN SELAIN SYARI’AH ISLAM



1. SYAIKHUL ISLAM MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB



Makna Thoghut menurut Syaikhul Islam Muhammad Bin Abdul Wahhab adalah :

“Segala sesuatu yang diibadahi selain Alloh, diikuti dan ditaati dalam perkara‐perkara yang bukan ketaatan kepada Alloh dan Rosul‐Nya , sedang ia ridho dengan peribadatan tersebut”.



Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab menjelaskan : “Thoghut itu sangat banyak, akan tetapi para pembesarnya ada lima, yaitu :

Setan yang mengajak untuk beribadah kepada selain Alloh.
Penguasa dzalim yang merubah hukum‐hukum Alloh.
Orang‐orang yang berhukum dengan selain hukum yang diturunkan Alloh.
Sesuatu selain Alloh yang mengaku mengetahui ilmu ghaib.
Sesuatu selain Alloh yang diibadahi dan dia ridha dengan peribadatan tersebut. 2. FATWA SYAIKH AL ALLAMAH IMAM MUHAMMAD AL AMIN ASY SYANGGITI –RAHIMAHULLOH- , SYAIKH NYA PARA MASYAYIKH DAN MUFTI KERAJAAN SAUDI :



وبهذه النصوص السماوية التي ذكرنا يظهر غاية الظهور أن الذين يتّبعون القوانين الوضعية التي شرعها الشيطان على لسان أوليائه مخالفة لما شرعه الله جل وعلا على ألسنة رسله [عليهم الصلاة والسلام] أنه لا يشك في كفرهم وشركهم إلاّ من طمس الله بصيرته وأعماه عن نور الوحي... فتحكيم هذا النظام في أنفس المجتمع وأموالهم وأعراضهم وأنسابهم وعقولهم وأديانهم، كفر بخالق السموات والأرض وتمرّد على نظام السماء الذي وضعه من خلق الخلائق كلها وهو أعلم بمصالحها سبحانه وتعالى (أضواء البيان جـ4 صـ 83- 84)



“Berdasar nash-nash yang diwahyukan Alloh dari langit yg telah kami sebutkan di atas, telah nyata senyata-nyatanya bahwasanya orang-orang yang mengikuti undang-undang buatan manusia yang disyari’atkan oleh setan melalui mulut para pengikutnya yang bertentangan dengan syari’ah Alloh Azza Wa Jalla yang diturunkan melalui lisan para Rasul-Nya –alaihimus sholaatu wat tasliem- BAHWA SESUNGGUHNYA TIDAK DIRAGUKAN LAGI TENTANG TELAH KAFIR DAN SYIRIK NYA ORANG-ORANG ITU, kecuali bagi orang yang mata hatinya telah tertutup dan buta dari cahaya wahyu Alloh.



MAKA PENERAPAN UNDANG-UNDANG INI DALAM MENGATUR URUSAN JIWA, HARTA, KEHORMATAN KETURUNAN (NASAB), AKAL DAN AGAMA SUATU MASYARAKAT ADALAH KEKUFURAN TERHADAP SANG PENCIPTA LANGIT DAN BUMI dan pengkhianatan terhadap nizham (undang-undang/syari’ah) dari langit yang berasal dari Pencipta seluruh makhluk, dan Dia lah{ALLOH} Yang Maha Mengetahui mashlahah bagi seluruh makhluk-Nya”. (Tafsir Adhwa’ul Bayan juz 4 hal 83 – 84)



3. FATWA SYAIKH MUHAMMAD SHALIH IBN UTSAIMIN (KIBAR ULAMA SAUDI) TENTANG PENGUASA NEGARA-NEGARA DI DUNIA YANG TIDAK MENERAPKAN SYARI'AH ISLAM





من لم يحكم بما أنزل الله استخفافاً به أو احتقاراً له أو اعتقاداً أن غيره أصلح منه وأنفع للخلق فهو كافرٌ كفراً مخرجاً من الملة، ومن هؤلاء من يصنعون للناس تشريعات تخالف التشريعات الإسلامية، لتكون منهاجاً يسير عليه الناس، فإنهم لم يصنعوا تلك التشريعات المخالفة للشريعة إلاّ وهم يعتقدون أنها أصلح وأنفع للخلق، إذ من المعلوم بالضرورة العقلية والجبلة الفطرية أن الإنسان لا يعدل عن منهاج إلى منهاج يخالفه إلاّ وهو يعتقد فضل ما عدل إليه ونقص ما عدل عنه



"Siapa saja yang tidak menetapkan hukum dengan syari'ah Alloh, disebabkan meremehkan, menganggap enteng, atau berkeyakinan bahwa undang-undang lain lebih baik dibanding syari'at Islam maka orang itu TELAH KAFIR KELUAR DARI ISLAM. Dan di antara mereka itu adalah orang-orang yang menyusun dan membuat undang-undang yang bertentangan dengan syari'at Islam, undang-undangitu mereka buat agar menjadi aturan dan tata nilai dalam kehidupan manusia. Mereka itu tidak membuat menyusun undang-undang dan aturan hukum yang adalah mereka yang menyusun dan membuat undang-undang yang bertentangan dengan syari'at Islam kecuali karena mereka berkeyakinan bahwa undang-undang itu lebih baik dan lebih bermanfaat bagi manusia. Dengan demikian sudah menjadi sesuatu yang diketahui secara pasti baik oleh logika maupun naluri akal manusia bahwa manakala seseorang berpaling dari sebuah manhaj lalu pindah ke manhaj yang lain kecuali karena dia meyakini bahwa manhaj barunya itu lebih baik dibanding manhaj yang lama” (Majmu'atul Fatwa wa Rosail Syaikh Utsaimin juz 2 hal 143)



4. FATWA SYAIKH ABDUL AZIZ BIN BAZ



ولا إيمان لمن اعتقد أن أحكام الناس وآراءهم خير من حكم الله تعالى ورسوله أو تماثلها وتشابهها أو تَرَكَهَا وأحلّ محلّها الأحكام الوضعية والأنظمة البشرية وإن كان معتقداً أن أحكام الله خيرٌ وأكمل وأعدل



"Dan tidak ada lagi iman bagi orang yang berkeyakinan bahwa hukum-hukum buatan manusia dan pendapat mereka lebih baik dibanding hukum alloh, atau menganggap sama, atau menyerupainya, atau meninggalkan hukum Alloh dan Rosul-Nya tu kemudian menggantinya dengan undang-undang buatan manusia walaupun ia meyakini bahwa hukum alloh lebih baik dan lebih adil" (Risalah Ibn Baz "Wujub Tahkim Syari'a Alloh wa nabdzi ma khaalafahu, Syaikh Bin Baz)



5. FATWA SYAIKH ABU BAKAR JABIR AL JAZAIRY (PENULIS KITAB MINHAJUL MUSLIM)

من مظاهر الشرك في الربوبيّة : الخنوع للحكّام غير المسلمين، والخضوع التامّ لهم، وطاعتهم بدون إكراه منهم لهم، حيث حكموهم بالباطل، وساسوهم بقانون الكفر والكافرين فأحلّوا لهم الحرام وحرّموا عليهم الحلال.



“Di antara tanda-tanda kemusyrikan yang nampak jelas adalah ketundukan kepada para pemimpin yang bukan dari golongan kaum muslimin serta kepatuhan yg mutlak kepada mereka dan ketaatan sepenuhnya kepada mereka tanpa adanya unsur paksaan di saat mana mereka menerapkan hukum yang bathil serta mengatur negara mereka dengan undang-undang kufur, mereka menghalalkan bagi rakyat mereka apa-apa yg diharamkan Alloh dan mengharamkan yg dihalalkan Alloh” (Minhajul Muslim)



6. FATWA SYAIKH SHALIH FAUZAN AL FAUZAN :

فمن احتكم إلى غير شرع الله من سائر الأنظمة والقوانين البشرية فقد اتخذ واضعي تلك القوانين والحاكمين بها شركاء لله في تشريعه قال تعالى



"Siapa saja yang menetapkan hukum dengan selain syari'at Alloh, yaitu dengan Undang-undang dan aturan manusia maka mereka telah menjadikan para pembuat hukum itu sebagai Ilah tandingan selain alloh dalam tasyri' (Wafaqat ma’a Asy Syaikh Al Albany 46)



7. FATWA SYAIKH AL ALLAMAH ABDULLAH AL JIBRIN :

وقال تعالى {ما فرّطنا في الكتاب من شيء}... فنقول: معلومٌ أن القوانين الوضعية التي فيها مخالفةٌ للشريعة أن اعتقادها والديانة بها خروجٌ عن الملة ونبذٌ للشريعة وحكمٌ بحكم الجاهلية، وقد قال الله تعالى {أَفَحُكْمَ الجاهليّةِ يبغون ومن أحسنُ من الله حُكماً لقومٍ يُوقنونَ} فحكم الله أحسنُ الأحكام وأولاها، وليس لأحدٍ تغييره وتبديله، فإذا جاء الإسلام بإيجاب عبادةٍ من العبادات فليس لأحدٍ أن يغيرها كائناً من كان، أميراً أو وزيراً أو ملكاً أو قائداً... فإذا حَكَمَ الله في أمرٍ من الأمور فليس لأحدٍ أن يتعدى حكم الله تعالى {ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولئك هم الكافرون} كما أخبر بذلك





" Alloh Ta'ala Berfirman : "Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab" (QS Al An'am 38)

(Beliau menjelaskan ayat ini ) : “Maka kami katakan : “Sudah diketahui secara pasti bahwasanya undang-undang buatan manusia yang di dalamnya terdapat (aturan-aturan hukum) yang bertentangan dengan Syari'ah Alloh, BAHWASANYA MEYAKININYA DAN MENJADIKANNYA ATURAN HIDUP ADALAH PERBUATAN YG MENGELUARKAN PELAKUNYA DARI ISLAM, SERTA MENGHANCURKAN SYARI'AH ALLOH SERTA BERHUKUM DENGAN HUKUM JAHILIYYAH".

" Alloh Ta'ala Berfirman :



Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Alloh bagi orang-orang yang yakin ?” (QS Al Maidah 50)



Hukum Alloh adalah sebaik-baik hukum serta yang paling utama dan tidak ada seorang pun yang diperbolehkan untuk merubah atau menggantinya. Maka tatkala Islam datang dengan mewajibkan suatu ibadah, tidak ada seorang pun yang merubahnya, siapa pun dia. Baik dia seorang Amir (pemimpin), menteri, raja atau panglima. Manakla Alloh telah menetapkan sebuah aturan hukum dalam suatu masalah di antara masalah-masalah kehidupan manusia, maka tidak ada satu pun yang boleh menentang aturan Alloh itu : “Siapa saja yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir [1].” (Ceramah Syaikh Jibrin tentang Hukum masuk dalam Parlemen side B)



8. FATWA SYAIKH ABDURRAHMAN AS SA'DY

قال في تفسير قوله تعالى {ألم تر إلى الذين يزعمون أنهم آمنوا بما أنزل إليك} أن: (الرد إلى الكتاب والسنة شرط في الإيمان، فدل ذلك على أن من لم يرد إليهما مسائلَ النزاع فليس بمؤمن حقيقة، بل مؤمن بالطاغوت ... فإن الإيمان يقتضي الإنقياد لشرع الله وتحكيمه، في كل أمر من الأمور، فمن زعم أنه مؤمن، واختار حكم الطاغوت على حكم الله فهو كاذب في ذلك





Beliau menafsirkan ayat :



"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thoghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thoghut itu. Dan syaithon bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya”. (QS An Nisa' 60)



"Bahwasanya mengembalikan semua urusan kepada Al Qur'an dan Sunnah adalah syarat keimanan. Ini menunujukkan bahwa siapa saja yg menolak untuk mengembalikan urusan yang dipertentangkan kepada Al Qur'an dan Sunnah ia tidak beriman secara sungguh-sungguh, BAHKAN IA TELAH BERIMAN KEPADA THOGHUT. Karena sesungguhnya iman menuntut adanya ketundukan kepada Syari'ah Alloh dan bertahkim kepadanya dalam setiap urusan MAKA SIAPA SAJA YG MENGAKU MUKMIN, TETAPI IA MEMILIH HUKUM THOGHUT DIBANDING HUKUM ALLOH SUNGGUH IA TELAH DUSTA DALAM IMANNYA" (Tafsir As Sa'dy hal 148)



9. FATWA SYAIKH HAMUD AT TUWAIJRY



قال: «من أعظمها شراً [أي من أعظم المكفرات شراً] وأسوأها عاقبة ما ابتلي به كثيرون من اطراح الأحكام الشرعية والاعتياض عنها بحكم الطاغوت من القوانين والنظامات الإفرنجية أو الشبيهة بالإفرنجية المخالف كلٌ منها للشريعة المحمدية» ثمّ أورد بعض الآيات القرآنيّة وتابع: «وقد انحرف عن الدين بسبب هذه المشابهة فئاتٌ من الناس، فمستقل من الانحراف ومستكثر، وآل الأمر بكثير منهم إلى الردة والخروج من دين الإسلام بالكلية ولا حول ولا قوة إلاّ بالله العلي العظيم. والتحاكم إلى غير الشريعة المحمدية من الضلال البعيد والنفاق الأكبر... وما أكثرُ المعرضين عن أحكام الشريعة المحمدية من أهل زماننا... من الطواغيت الذين ينتسبون إلى الإسلام وهم عنه بمعزل



“Di antara yang paling besar kekufurannya, yang paling buruk azab yang akan diterima oleh banyak orang di akhirat kelak adalah menentang hukum-hukum Syari’ah Alloh serta menggantinya dengan undang-undang Thoghut berupa undang-undang yang mereka adopsi dari Barat atau yang mirip dengannya yang bertentangan dengan syari’ah yang dibawa oleh Rosulullah Muhhamad Shollallohu 'alaihi wasallam.



Kemudian beliau mengutip beberapa ayat Al Qur’an lalu melanjutkan :



Disebabkan tindakan mengadopsi dan meniru undang-undang seperti inilah, banyak sekali kalangan umat Islam yang tersesat dari Dienullah, ada yang kesesatannya hanya sedikit namun ada pula yang banyak. Dan puncak dari kesesatan yang terjadi pada sebagian besar dari mereka adalah MURTAD dan keluar dari Islam secara keseluruhan, walaa hawla walaa quwwata illa billahil ‘aliyyil azhim.



“Menetapkan hukum dengan aturan yang bukan Syari’ah Muhammad Shollallohu 'alaihi wasallam adalah salah satu di antara kesesatan yang amat jauh, dan nifaq Akbar (Murtad keluar dari Islam). Dan mayoritas dari mereka yang menentang Syari’ah Muhammad Shollallohu 'alaihi wasallam di zaman ini adalah para penguasa Thoghut yang mengaku dirinya muslim serta mengatasnamakan tindakan mereka dengan Islam padahal sesungguhnya mereka telah membuang jauh-jauh Islam dari diri mereka”.



(Al Idhah wat Tabyiin Limaa Waqo’a Fiehi Al Aktsaruun Min Musyabahat Al Musyrikin Hal 28 – 29 : Syaikh Hamud At Tuwaijry)



10. FATWA AL ALLAMAH SYAIKH MUHAMMAD BIN IBRAHIM ALU SYAIKH (MUFTI KERAJAAN SAUDI SEBELUM SYAIKH BIN BAZ)



Berikut adalah Fatwa Al Allamah Muhammad Bin Ibrahim Alu Syaikh (Mufti Saudi sebelum Syaikh Bin Baz). Beliau membagi beberapa kelompok orang-orang yang berhukum dengan hukum selain syari'ah Alloh, SEMUANYA KAFIR MURTAD



1. أن يجحد الحاكمُ بغير ما أنزل الله تعالى أحقيَّةَ حُكمِ الله تعالى وحكم رسوله



Siapa saja yang berhukum dengan hukum selain syari'ah Alloh dan ia juhud (menentang) akan kewajiban menerapkan syari'ah itu maka ia telah KAFIR MURTAD.



2. أن لا يجحد الحاكم بغير ما أنزل الله تعالى كونَ حكم الله ورسوله حقاً، لكن اعتقد أن حكمَ غير الرسول أحسنُ من حكمه وأتم وأشمل



Siapa saja yang berhukum dengan hukum selain syari'ah Alloh dan ia tidak juhud (tidak menentang) akan kewajiban menerapkan syari'ah itu, TETAPI IA BERKEYAKINAN BAHWA HUKUM BUATAN MANUSIA LEBIH BAIK, LEBIH TEPAT, RELEVAN DAN LEBIH SEMPURNA DIBANDING SYARI'AH ALLOH, MAKA IA KAFIR MURTAD.



3. أن لا يعتقد كونَه أحسنَ من حكم الله تعالى ورسوله لكن اعتقد أنه مثله



Jika ia tidak berkeyakinan bahwa hukum selain Syari'ah Allah lebih baik TETAPI MENYATAKAN BAHWA HUKUM BUATAN MANUSIA SAMA BAIKNYA DENGAN SYARI'AH ALLOH, MAKA IA KAFIR MURTAD.



4. أن لا يعتقد كونَ حُكمِ الحاكم بغير ما أنزل الله تعالى مماثلاً لحكم الله تعالى ورسوله لكن اعتقد جواز الحُكم بما يُخالف حُكمَ الله تعالى ورسوله



Ia tidak berkeyakinan bahwa hukum selain Syari'ah Allah sama atau lebih baik dibanding hukum buatan manusia, TETAPI IA BERKEYAKINAN BAHWA DIBOLEHKAN MENERAPKAN UNDANG-UNDANG SELAIN SYARI'AH ALLOH, MAKA IA KAFIR MURTAD.



5. وهو أعظمها وأشملها وأظهرها معاندة للشرع، ومكابرة لأحكامه، ومشاقة لله تعالى ولرسوله ومضاهاة بالمحاكم الشرعية، إعداداً وإمداداً وإرصاداً وتأصيلاً وتفريعاً وتشكيلاً وتنويعاً وحكماً وإلزاماً... فهذه المحاكم في كثير من أمصار الإسلام مهيّأة مكملة، مفتوحةُ الأبواب، والناسُ إليها أسرابٌ إثر أسراب، يحكم حكّامها بينهم بما يخالف حُكم السنة والكتاب، من أحكام ذلك القانون، وتلزمهم به وتقرّهم عليه، وتُحتِّمُهُ عليهم، فأيُّ كُفرٍ فوق هذا الكفر، وأي مناقضة للشهادة بأن محمداً رسولُ الله بعد هذه المناقضة.... فيجب على العقلاء أن يربأوا بنفوسهم عنه لما فيه من الاستعباد لهم، والتحكم فيهم بالأهواء والأغراض، والأغلاط، والأخطاء، فضلاً عن كونه كفراً بنص قوله تعالى: {ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولئك هم الكافرون}.



Ini adalah yang paling jelas-jelas kekafirannya, paling nyata penentangannya terhadap Syari’ah Alloh, paling besar kesombongannya terhadap hukum Alloh dan paling keras penentangan dan penolakannya terhadap lembaga-lembaga (mahkamah) hukum Syari’ah.



Semua itu dilakukan dengan terecana, sistematis didukung dana yang besar, diterapkan dengan pengawasan penuh, dengan penanaman dan indoktrinasi kepada rakyatnya, yang pada akhirnya akan membuat umat Islam terpecah belah dan terkotak-kotak, lalu menanamkan keragu-raguan dalam diri terhadap Syari’ah Allah dan mereka juga mewajibkan umat Islam untuk mematuhi hukum buatan mereka itu serta menerapkan sanksi hukum bagi yang melanggarnya.



Berbagai bentuk lembaga hukum dan perundang-undangan ini dalam kurun waktu yang amat panjang telah dipersiapkan melalui perencanaan yang matang dan dengan pintu terbuka siap menangani berbagai masalah hukum umat Islam. Umat Islam pun berbondong-bondong mendatangi lembaga-lembaga ini, sedangkan para penegak hukumnya menetapkan hukum terhadap permasalahan mereka itu dengan keputusan-keputusan yang bertentangan dengan Al Qur’an dan Sunnah Rosul Shollallohu 'alaihi wasallam dengan merujuk kepada hukum-hukum yang berasal dari aturan dan undang-undang yang mereka buat itu seraya mewajibkan rakyatnya untuk melaksanakan hukum-hukum itu, mematuhi keputusan mereka itu dan tidak memberi celah sedikit pun untuk memilih hukum selain undang-undang mereka itu.



KEKAFIRAN MANALAGI YANG LEBIH BESAR DIBANDINGKAN KEKUFURAN INI, PENENTANGAN TERHADAP PERSAKSIAN "WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ROSUULULLOH" MANALAGI YANG LEBIH BESAR YANG DIBANDINGKAN PENENTANGAN INI ?



Sehingga bagi mereka yang menggunakan akalnya semestinya mereka menolak aturan hukum itu dengan penuh kesadaran dan ketundukan hati mengingat di dalam Undang-undang itu terdapat penghambaan kepada para penguasa pembuat undang-undang itu, serta hanya memperturutkan hawa nafsu, kepentingan duniawi dan kerancuan-kerancuan berpikir dan bertindak. Penolakan ini harus mereka lakukan atau mereka jatuh pada kekufuran sebagaimana disebutkan dalam firman Allah (artinya) :



“Siapa saja yang tidak menetapkan hukum menurut apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”. (QS Al Maidah 44)





6. ما يحكم به كثيرٌ من رؤساء العشائر والقبائل من البوادي ونحوهم، من حكايات آبائهم وأجدادهم وعاداتهم التي يسمونها "سلومهم" يتوارثون ذلك منهم، ويحكمون به ويحضون على التحاكم إليه عند النزاع، بقاءً على أحكام الجاهلية، وإعراضاً ورغبةً عن حكم الله تعالى ورسوله r فلا حول ولا قوة إلاّ بالله تعالى



Aturan hukum yang biasa diterapkan oleh sebagian besar kepala suku dan kabilah pada masyakat dan suku-suku pedalaman atau yang semisal dengan itu. Yang berupa hukum peninggalan nenek moyang mereka dan adat istiadat yang diterapkan secara turun temurun, yang dalam istilah Arab biasa disebut : “Tanyakan kepada nenek moyang”. Mereka mewariska hukum adat ini kepada anak cucu mereka sekaligus mewajibkan mereka untuk mematuhi hukum adat itu serta menjadikannya sebagai rjukan dan pedoman saat terjadi perselisihan di antara mereka. Ini semua mereka lakukan sebagai upaya melestarikan adat istiadan dan aturan aturan jahiliyyah dengan disertai ketidaksukaan dan keengganan untuk menerima hukum Allah dan Rasul-Nya Shollallohu 'alaihi wasallam. Maka sungguh tidak ada daya upaya dan kekuatan kecuali hanya dengan bersandar kepada Alloh Subhanahu Wa Ta'ala



(Tahkiem Al Qawaaniin karangan Al Allamah Muhammad Bin Ibrahim Alu Syaikh hal 14 – 20 Terbitan Daar Al Muslim)



CATATAN



Semua Syaikh yang kami nukil fatwa nya di atas adalah para masyayikh yang sangat dihormati dan dijadikan rujukan oleh kaum muslimin yang bermanhaj Salaf, lebih-lebih mereka yang mengaku sebagai SALAFY.



Fakta telah kami buka lebar-lebar, yang semuanya kami sertakan sumber nukilan kami, baik kaset, video maupun kitab karangan mereka. Jika anda masih belum yakin, silahkan anda buka kitab mereka.



Pertanyaannya adalah :



“Mungkinkah dari sekian banyak fatwa ini, tidak ada satu pun orang di antara para penguasa di negeri-negeri kaum muslimin di seluruh dunia ini yang terkena fatwa dari para ulama ini dengan alasan : “MEREKA MASIH SHOLAT, MASIH MENGIJINKAN DAKWAH, ADZAN DAN SYI'AR-SYI'AR ISLAM LAINNYA ?”



Apakah masih kurang jelas fatwa Syaikh Hamud At Tuwaijry berikut ini ?



“Menetapkan hukum dengan aturan yang bukan Syari’ah Muhammad Shollallohu 'alaihi wasallam adalah salah satu di antara kesesatan yang amat jauh, dan nifaq Akbar (Murtad keluar dari Islam). DAN MAYORITAS DARI MEREKA YANG MENENTANG SYARI’AH MUHAMMAD SHOLLALLOHU 'ALAIHI WASALLAM DI ZAMAN INI ADALAH PARA PENGUASA THOGHUT YANG MENGAKU DIRINYA MUSLIM SERTA MENGATASNAMAKAN TINDAKAN MEREKA DENGAN ISLAM PADAHAL SESUNGGUHNYA MEREKA TELAH MEMBUANG JAUH-JAUH ISLAM DARI DIRI MEREKA”.



Apalah artinya Sholat bagi mereka yang telah MURTAD sebagaimana fatwa Syaikh Shalih Fauzan ini :

"Siapa saja yang menetapkan hukum dengan selain syari'at Alloh, yaitu dengan Undang-undang dan aturan buatan manusia maka mereka telah menjadikan para pembuat hukum itu sebagai Ilah tandingan selain Alloh dalam tasyri' (Wafaqat ma’a Asy Syaikh Al Albany 46)



Atau Fatwa Syaikh Utsaimin ini :



"Siapa saja yang tidak menetapkan hukum dengan syari'ah Alloh, disebabkan meremehkan, menganggap enteng, atau berkeyakinan bahwa undang-undang lain lebih baik dibanding syari'at Islam maka orang itu TELAH KAFIR KELUAR DARI ISLAM”.



Atau masih kah kurang jelas Fatwa Al Allamah Syaikh Muhammad Bin Ibrahim Alu Syaikh di atas yang lebih terang benderang dibanding matahari di siang hari ?





SUNGGUH ANEH BIN AJAIB, 10 ULAMA BESAR TELAH MEMFATWAKAN SESUATU YANG SANGAT PENTING YAITU TENTANG IMAN DAN KAFIR, TETAPI TIDAK ADA SATU PUN ORANG YANG BERHAK MENERIMA FATWA ITU. PADAHAL PENJELASAN PARA SYAIKH INI DAN FAKTA DI LAPANGAN SUDAH AMAT SANGAT TERANG BENDERANG





Allohul Musta'aan Wa Huwa A'lamu Bish Showab


Selengkapnya...

Selasa, 08 November 2011

Belajar dari shalahuddin Al-Ayyubi , Bahwa hanya dengan JIHAD Palestina akan dapat terebut kembali…..


Great Leader itu bernama Shalahuddin al-Ayubi. Penakluk Palestina yang merebut kambali tanah suci Palestina dari tangan pasukan salib Kristen Eropa. Orang-orang Barat mengenalnya dengan Saladin, dan namanya abadi di Eropa ratusan tahun lamanya. Saking hebatnya Shalahuddin, di Eropa diberlakukan pajak yang disebut Pajak Saladin (Saladin Thite).

Shalahuddin al-Ayubi, terlahir dengan nama Yusuf Shalahuddin bin Ayub pada sekitar tahun 1138 M. Dia berasal dari suku Kurdi. Keluarganya tinggal di Tikrit, sekarang termasuk wilayah Irak, tempat di mana saat itu Islam sedang berjaya. Ayahnya, Najmuddin Ayub, diusir dari Tikrit dan pindah ke Mosul tempat di mana dia bertemu dengan Imaduddin Zengi, penguasa Mosul, yang juga pendiri Dinasti Zengi, yang memimpin tentara muslim melawan Pasukan Salib di Edessa. Imaduddin menunjuk Najmuddin untuk memimpin bentengnya di Baalbek. Setelah kematian Imaduddin Zengi tahun 1146, anaknya, Nuruddin menjadi penguasa Mosul. Shalahuddin dikirim oleh Nuruddin ke Damaskus untuk melanjutkan pendidikannya. Shalahuddin kemudian memasuki Mesir. Saat itu Mesir dikuasai oleh Khilafah Fathimiyah. Pada tahun 1171, al-Adhid, penguasa Mesir dari Dinasti Fathimiyah wafat. Shalahuddin bersegera meruntuhkan kekuasaan Khilafah Fathimiyah dan segera mengembalikan kekuasaan yang sah kepada Khilafah Abbasiyah di Baghdad. Shalahuddin melakukan revitalisasi perekonomian Mesir, mereformasi militer, serta menerapkan kembali nilai-nilai keislaman. Shalahuddin membangun sekolah-sekolah dan rumah sakit. Dia juga membuka gerbang istana untuk umum, di mana sebelumnya hanya bagi kalangan bangsawan saja. Pada saat itu Pasukan Salib menyerang Alexandria Mesir, namun dengan kegigihan muslimin dan pertolongan Allah, mereka berhasil dikalahkan.

Shalahuddin selalu berupaya mengusir salibis dari tanah suci Palestina, namun ia berpikir, bahwa agar menang ia harus menyatukan Mesir dan Syiria, seperti yang dicita-citakan Nuruddin. Maka datanglah Shalahuddin untuk menaklukkan Syiria tanpa perlawanan berarti, bahkan disambut oleh penduduk Syiria. Di sana Shalahuddin menikahi janda Nuruddin untuk memperkuat hubungan antara penguasa dirinya dengan penguasa sebelumnya. Ketika Shalahuddin menyatukan Aleppo pada tahun 1176, dia hampir dibunuh oleh Hasyasyin, pembunuh rahasia terorganisir yang dibentuk oleh Syi’ah Ismailiyah untuk membunuh pemimpin-pemimpin Sunni. Dengan kepiawaian politik yang luar biasa, Shalahuddin meminta restu dari Khalifah al-Mustadhi dari Khilafah Abbasiyah untuk merekonsiliasikan wilayah-wilayah yang belum sepenuhnya tunduk kepada Khilafah Abbasiyah.

Kedekatan dengan ulama pun dibangun oleh Shalahuddin, di mana ia selalu meminta nasihat para ulama dalam menjalankan kebijakan militer dan pemerintahannya. Salah seorang ulama terkenal dari Mazhab hambali, Ibnu Qudamah, menjadi penasihat Shalahuddin, dan mendampinginya saat Shalahuddin menaklukkan Palestina.

Setelah Syiria mencapai kondisi stabil, Shalahuddin kembali ke Kairo untuk mengadakan beberapa perbaikan. Dia menitipkan Syiria kepada saudaranya. Shalahuddin membangun benteng mengelilingi mesir untuk membendung serangan musuh dan melindungi penduduknya. Pembangunan benteng itu dipercayakannya kepada Bahaudin Qarqusy. Shalahuddin juga membangun armada laut untuk melindungi Mesir dari berbagai serangan Pasukan Salib.

Ketika itu kondisi kaum muslimin sedang berada dalam salah satu kondisi terburuk. Gelimangan harta dan kenikmatan hidup telah membutakan mata hati mereka sehingga mereka enggan berjihad. Karena kekhilafahan Islam membuat kehidupan begitu makmur dan sejahtera, kaum muslimin menjadi terlena sehingga mereka tidak mampu menahan serangan pasukan salibis. Karena itulah berinisiatif untuk mengadaka peringatan Maulid Nabi Muhammad demi mengingatkan kaum muslimin agar kembali kepada jalan Islam dengan berjihad dan berdakwah menjalakan perintah Allah dan RasulNya.

Dengan parade Maulid Nabi itu Shalahuddin mengingatkan kaum muslimin kepada perjuangan dan pengorbanan Rasulullah dan para sahabatnya dalam mempertahankan kehormatan agama Allah ini. Sangat jelas sekali bahwa tujuan diselenggarakannya Maulid nabi adalah untuk membangkitkan kembali ruhul jihad kaum muslimin yang telah lama membeku. Setelah parade Maulid nabi yang diselenggarakan di seluruh negeri-negeri Islam itu, terbentuklah pasukan jihad yang sangat besar. Beda banget sama Maulid Nabi yang ada sekarang. Maulid sekarang mah nggak membangkitkan semangat jihad dan nggak mampu membentuk pasukan jihad untuk membebaskan saudara-saudara kita di palestina yang sedang dibantai Israel.

Setelah segala konsolidasi selesai, Shalahuddin mulai melirik Palestina yang tengah dikuasai oleh tentara Salib Eropa. Terngiang di telinga Shalahuddin jeritan orang-orang yang dibantai pasukan salib. Tahun 1177 M Shalahuddin mulai membangun pasukan untuk berjihad mengambil kembali tanah suci kaum muslimin. Pertama ia masuk menaklukkan Askalon dan Ramallah, dengan mengalahkan Pasukan Salib di beberapa pertempuran. Namun pada pertempuran Montgisard tanggal 25 November 1177 M, Shalahuddin mengalami kekalahan yang cukup parah saat melawan pasukan Reynald de Chatillon dan Baldwin IV, dan menjadi pelajaran berharga baginya.

Awalnya pertempuran terjadi antara pasukan Shalahuddin dengan pasukan Baldwin IV Raja Palestina, tapi kemudian datang pasukan Reynald de Chatillon, Balian de Ibelin, dan pasukan Kastria Templar. Dikeroyok begitu rupa, pasukan Shalahuddin tercerai berai dan beberapa prajurit terbaiknya syahid. Baldwin terus mengejar pasukan Shalahuddin sampai malam, Shalahuddin mundur ke Askalon sampai ke Mesir dengan sisa pasukannya. Kekalahan ini disyukurinya karena banyak mengantarkan pasukan muslim mencapai cita-citanya yaitu syahid, dan sekaligus menjadi pecut penyemangat agar berjuang lebih kuat lagi.

Ruhul jihad terus bergelora di hati Shalahuddin dan dia membentuk lagi tentara Allah untuk merebut Palestina. Kafilah jihadnya terus berangkat ke Damaskus, dengan nyanyian-nyanyian jihad yang mengundang seluruh kaum muslimin untuk bergabung. Shalahuddin kemudian melancarkan serangan berikutnya dari Damaskus. Dia meyerang Tiberias, Tyre, dan Beirut. Pada Juni 1179 M, sampailah kafilah jihad Shalahuddin di pinggir kota Marjayoun dan berhadap-hadapan lagi dengan pasukan Baldwin IV, musuh lamanya. Pasukan Baldwin kalah telak dan banyak yang tertangkap termasuk Raja Raymond. Baldwin sendiri lolos dan mundur.

Bulan Agustus tahun yang sama, pasukan Shalahuddin mengepung Benteng Chastellet di Hebrew. Benteng ini belum selesai dibangun, baru rampung satu dinding dan satu menara. Baldwin sendiri tidak ada di tempat, dia sedang sibuk membangun pasukan di Tiberias. Shalahuddin menaklukkan benteng ini, dan ketika Baldwin datang dari Tiberias (jaraknya hanya setengah hari perjalanan), Baldwin melihat panji-panji syahadat warna hitam dan putih telah berkibar di Benteng Chastellet. Dengan gentar Baldwin mundur.

Palestina adalah tanah suci kaum muslimin. Seorang Ulama, Ibnu Zaki, berkhutbah: “Kota itu adalah tempat tinggal ayahmu, Ibrahim, dari situlah Nabi Muhammad diangkat ke langit, kiblatmu sholat pada permulaan Islam, tempat yang dikunjungi orang-orang suci, makam-makan para Rasul. Kota itu adalah negeri tempat manusia berkumpul pada hari kiamat, tanah yang akan menjadi tempat berlangsungnya kebangkitan”.

Shalahuddin mengerahkan segenap kekuatan mujahidin untuk menggempur benteng Palestina. Barisan pelontar batu api (manjaniq) dikerahkan untuk meruntuhkan benteng Palestina. Balian de Ibelin juga balas melontarkan manjaniq-nya sehingga kaum muslimin menjemput syahid. Tekanan mujahidin begitu kuat, sehingga Balian mengirim dua orang utusan untuk meminta jaminan keselamatan dari Shalahuddin. Namun Shalahuddin menolak dan mengingatkan mereka akan pembantaian besar yang mereka lakukan seratus tahun lalu di tahun 1099 M. Akhirnya Balian de Ibelin datang sendiri menghadap Shalahuddin dan mengancam akan membunuh semua manusia di dalam benteng, menghancurkan masjid Al-Aqsa, dan berjuang sampai mati, jika permohonannya tidak mendapat jaminan keamanan. Setelah mengadakan syura dengan beberapa ulama dan penasihat militer, Shalahuddin menerima proposal Balian de Ibelin.

Syarat Shalahuddin adalah Balian de Ibelin harus menyerahkan Palestina secara penuh kepada kaum muslimin. Kemudian seluruh prajurit kristen Eropa wajib menebus diri mereka sendiri dalam waktu 40 hari. Akhirnya pada hari Jumat bertepatan dengan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammd tanggal 27 Rajab 583 H (2 Oktober 1187 M), Shalahuddin memasuki Palestina dengan panuh kedamaian dan ketenangan. Masjid-masjid dibersihkan dari salib-salib kafir dan setelah 88 tahun tak terdengar menggantikan lonceng-lonceng kematian. Dan hanya dengan pasukan jihad-lah Palestina detik ini bisa dibebaskan dari tangan penjajah keji Israel. Hanya dengan jihad…La haula wa laa quwwata illa billah!
Selengkapnya...

Senin, 07 November 2011

aliran aneh sholat superkilat

Sholat itu seharusnya dilakukan dengan rukun dan tertib. Salah satu rukunnya adalah tuma’ninah. Dengan begitu mudah-mudahan Allah akan menerima ibadah sholat kita.

Tapi kalau seperti yang tampak di video ini? Bayangkan, untuk menyelesaikan satu rekaat, mereka cuma membutuhkan waktu 25 detik. Sholat patas super ekspress kilat. Ini benar-benar terjadi di daerah Indragiri Hulu, Riau. Video ini diambil pada 26 September 2008 saat pelaksanaan sholat tarawih. Selengkapnya...

NU dan DETASEMEN 99

Sejak terpilihnya Said Aqil Sirajd sebagai ketua umum tanfidziah, NU mulai mblasur. Mereka lebih memilih tokoh yang liberal dan sangat menentang paham ahlussunnah dalam setiap tulisan dan ucapannya. Aqidah NU yang mengaku ahlussunnah wal jama’ah mulai disisipi paham-paham liberal.

Lihatlah ! bagaimana Said Aqil Sirajd memberikan sebuah pengantar pada buku menyesatkan dengan judul “SEJARAH BERDARAH SEKTE SALAFI WAHABI”. Ia dukung pemikiran liberal dan sebaliknya menghantam pemikiran-pemikiran yang dianggap dia wahabi, padahal ia mendapat gelar doktoral dari sekolah wahabi, yaitu Ummul quro.
Dan masih banyak lagi bukti tentang permusuhan Said aqil sirajd terhadap islam. Ujung-ujungnya adalah memerangi syari’at dan para penegak syari’at tersebut walau dengan dalih deradikalisasi.


Munculnya detasemen 99 pada tubuh NU

Pada 24 April 2011 gerakan Pemuda Ansor membentuk Barisan Serba Guna Detasemen Khusus 99 sebagai salah satu upaya untuk merevitalisasi dan mentransformasi Banser guna membantu kepolisian dalam pencegahan deradikalisasi agama yang seringkali terjadi.

“Detasemen ini disiapkan khusus untuk menghadapi kelompok garis keras yang merongrong akidah ‘ahli sunnah wal jamaah’ dan NKRI. Densus ini basisnya di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat,” kata Ketua Umum GP Ansor Nusron Wahid dalam sambutannya di Upacara Apel Banser dan memperingati Harlah Ke-77 GP Ansor di Lapangan Parkir Timur Senayan, Jakarta, Ahad (17/7).

Banser Densus 99 yang dibentuk pada 24 April 2011 bertujuan untuk memberikan pencegahan dan edukasi kepada umat agar tidak terprovokasi atas kelompok yang ingin membubarkan NKRI, merusak pancasila dan UUD 1945.

Ia menilai ancaman terhadap deradikalisasi agama masih akan terus terjadi, sehingga GP Ansor ikut serta membantu untuk melakukan pencegahan. Densus itu memiliki 204 personel dan mempunyai kemampuan bela diri serta mempu menjinakkan bom. [ www.republika.co.id].

Ini adalah tantangan baru bagi para penegak syari’at. Yaitu adanya ormas yang menyatakan sebagai oramas Islam, mengaku ahlussunnah waljama’ah, dan termasuk ormas terbesar di tanah air ini menjadi pendukung musuh islam dalam perang melawan islam.

Tidak tahukah mereka bahwa derasikalisasi dan perang melawan terorisme yang digembar gemborkan oleh barat dan antek-anteknya adalah perang melawan islam. Karena mereka menamakan setiap orang yang berkeinginan menegakkan kembali syari’at islam di bumi sebagai teroris.

Deradikalisasi yang hari ini diusung oleh polisi dengan BNPT dan para tokoh islam sebenarnya adalah dejihadisasi. Yaitu usaha bagaimana membungkam suara jihad untuk didengar oleh ummat. Program yang dipelopori oleh islam liberal ini telah merambah ke tubuh NU, karena memang pimpinan tanfidziahnya termasuk diantara para petinggi islam liberal. Tetapi kita tetap optimis bahwa kajayaan islam tidak akan surut dengan berbagai penghalang yang ada. Islam pasti akan berjaya dengan diterapkannya syari’at islam di indonesia. [ Amru ]
Selengkapnya...

free download ebook dakwah dan jihad

BISMILLAH semoga postingan ini bermanfaat bagi ana dan antum..
bagi yang suka dngn ebook ana coba untuk berbagi dng antum smua.

konspirasi RMS dan kristen menghancurkan umat islam di ambon -maluku diSINI
Abu Muhammad Al-Maqdisi - Dialog Dengan Tentara Thoghut.doc SINI
AGAMA_DEMOKRASI.doc diSINI
Kesesatan dan Kerancuan Pancasila.pdf diSINI
Kisah_Para_Syuhada.doc diSINI
KOREKSI_MAJALAH_ASY_SYARI_AH.doc diSINI
Melawan Penguasa murtad - abdul mun'im musthofa halimah.pdf diSINI
 PARA PENGGENGGAM BARA.doc diSINI
Petunjuk Sepanjang Jalan.pdf sayyid quttub diSINI
RISALAH KUFUR thd THAGHUT.doc diSINI
Syaikh Abu Bashir At-Tarthusi - Tiada Khilafah Tanpa Tauhid & Jihad.pdf diSINI
Syaikh_Ayman_Az-Zawahiri_Pemerintahan_Yang_Tidak_Menerapkan_Hukum_Allah.doc diSINI
 MILLAH_IBRAHIM.doc diSINI
Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi - Kepada Mereka Yang Buron dan Tertawan.pdf diSINI
macam2 jihad dan hukumnya diSINI
membongkar borok-borok demokrasi diSINI
deradikalisasi proyek syetan hancurkan islam diSINI

  Selengkapnya...

Minggu, 06 November 2011

thufail alghifari free download


bergabung bersama khilafah MP3 diSINI
azzam dan jidad MP3 diSINI
indonesia sejarah dan sampah MP3 diSINI
perjalanan ke syam MP3diSINI
hari umur umat islam MP3diSINI
hari umur umat islam MP3 diSINI
catatan terakhir MP3 diSINI
Thufail Algifari-Surat untuk ibu..MP3 diSINI
pencari jejak MP3di SINI
petunjuk jalan mp3 diSINI
democrazy mp3 diSINI 
ThufailAlGhifari-KonspirasiMagdalena.mp3 diSINI
.ThufailAlGhifari-PolisiTembakPolisi.mp3 diSINI
ThufailAlGhifari-Sajadahbisu.mp3 diSINI
ThufailAlGhifari-PeranPemudaIslam.mp3 diSINI
ThufailAlGhifari-TongkatMusa.mp3 diSINI
ThufailAlGhifari-AdaApaGerangan.mp3 diSINI
ThufailAlGhifari-RasulullahSAW.mp3 diSINI
ThufailAlGhifari-ShelterPenantian.mp3 diSINI
ThufailAlgifari-Garisbatas..MP3 diSINI
hufailAlgifari-Golonganyangmerugi..MP3 diSINI
ThufailAlgifari-Murni..MP3 diSINI
ThufailAlgifari-Rahmatanlilalamin..MP3 diSINI

WangiSyuhadaIRARemixed-ThufailAlGhifari.mp3 diSINI Selengkapnya...

khusus akhwat>>>>>>>>>>>>>>>



Jilbab Gaul: Berpakaian Tapi Telanjang

Jilbab Gaul Bagian Dari Islami? Kata Siapa?

Pernahkah kita berpikir mengapa begitu banyak perempuan dan wanita muslim yang mengenakan ‘jilbab’, namun berpakaian sangat ‘provokatif,’ misalnya menampakkan lekuk-lekuk kemolekan tubuhnya? Fungsi jilbab yang semestinya diarahkan untuk menutupi aurat, seperti dada dan pinggul, justru malah diabaikan.

Sejatinya, penutup kepala seperti itu bukanlah jilbab dalam perspektif hijab yang disyariatkan Islam. Orang-orang lebih menyebutnya dengan “kerudung gaul”. Atau diistilahkan Milasari Astuti –dalam artikelnya di sebuah situs Islam— dengan istilah “jilbab cekek”, karena memang benar-benar hanya sebatas nyekek leher. Maksudnya, seorang perempuan muslim mengenakan kerudung yang menutupi kepala dan rambutnya, namun berpakaian tipis, transparan, atau ketat sehingga menampakkan lekuk tubuhnya. Semisal, kepala dibalut kerudung atau jilbab, namun berbaju atau kaos ketat, bercelana jean atau legging yang full pressed body, dan lain sebagainya.

Fenomena kerudung gaul atau jilbab cekek adalah fenomena yang sangat membingungkan bagi setiap muslim atau muslimah yang memahami ajaran Islam dengan benar. Ini mengingat, seorang perempuan atau wanita muslim yang mengenakan kerudung gaul, dalam benaknya dia ingin menutup aurat, namun juga ingin tampil pamer modis dan cantik.

Beberapa gelintir perempuan berkomentar, “Lho, masih mending memakai kerudung atau jilbab gaul, daripada tidak sama sekali?!” Yang lainnya menyatakan, “Ini kan masih belajar untuk menutup aurat.” Ya, kerudung gaul selalu dianggap lebih baik daripada tidak menutup aurat sama sekali. Atau juga dianggap sebagai sebuah proses belajar menutup aurat. Pernyataan-pernyataan tersebut sekilas tampak benar, namun sejatinya sungguh keliru. Karena seorang muslim diharuskan untuk menjalani setiap perintah syariat secara total atau kaffah.

Alih-alih menggunakan kerudung gaul untuk proses belajar menutup aurat, namun setelah itu terkadang lupa akan aturan syariat yang sebenarnya. Walaupun kemudian mereka sadar akan aturan yang sesungguhnya, namun kemudian sulit untuk berubah. Alih-alih dipandang sebagai sebuah kebaikan daripada tidak menutup aurat sama sekali, mereka justru beriman setengah-setengah.

….kerudung gaul tak ubahnya melecehkan syariat Islam dan sebagai bentuk penyaluran selera pribadinya semata. Mereka mengenakan simbol islami, tapi juga nggak mau meninggalkan mode yang sedang booming ….

Bagi para muslimah yang memahami benar ketentuan jilbab sesuai perintah teks Al-Qur‘an dan hadits, mengenakan kerudung gaul tak ubahnya melecehkan syariat Islam dan sebagai bentuk penyaluran selera pribadinya semata. “Maksudnya pengen mengenakan simbol islami, tapi juga nggak mau meninggalkan mode yang sedang booming saat ini. Akibatnya, dalam masalah kerudung aja mesti ada aturan main yang dibuatnya sendiri,” tulis salah seorang akhwat dengan id facebook Hilya Jae-hee, ketika mengomentari topik kerudung gaul.

Begitulah, bisa jadi, para wanita muslim berkerudung gaul berniat hendak menutup aurat, namun memiliki paradigma bahwa perempuan harus ‘mensyukuri’ keindahan tubuh yang telah Allah anugerahi, lalu memamerkannya kepada orang lain. Paradigma ‘bersyukur’ ini semakin meluas di negara-negara yang dikenal ketat menjaga tradisi keagamaan seperti di Timur-Tengah (Timteng). Lihat saja, kini sudah banyak majalah di negara-negara Timteng yang sampulnya memamerkan pose perempuan yang memperlihatkan perut dan bagian-bagian tubuh lainnya. Di luar negara-negara Timteng lainnya, sudah lebih parah dan berani lagi.

Bahkan lucunya, kini semacam ada pandangan yang menyatakan bahwa perempuan yang memilih untuk berjilbab panjang dan mengenakan gamis rapih, maka mereka akan kehilangan respek dari kaum lelaki. Padahal, ditilik dari sudut pandang Islam, perempuan dewasa yang tidak menutup aurat, justru merekalah yang akan kehilangan respek dari setiap muslim dan muslimah, dan kehilangan respek dari Allah tentunya.

Maraknya fenomena penggunaan kerudung gaul atau jilbab nyekek oleh para remaja putri dan wanita muslim, boleh jadi disebabkan pengetahuan mereka yang minim mengenai hijab (jilbab). Sehingga mereka hanya ikut-ikutan saja, sebab pemahaman keislamannya belum mumpuni. Atau mereka termakan berbagai propaganda musuh-musuh Islam yang ingin menggiring kaum muslimah keluar rumah dalam keadaan ‘telanjang’. Propaganda-propaganda yang menyimpulkan bahwa jilbab adalah pakaian adat wanita Arab saja, sampai kepada pelecehan dengan istilah pakaian tradisional. Hingga banyak dari kalangan kaum muslimah termakan olehnya dan meninggalkan jilbab yang syar’i.

Padahal, jilbab yang dikehendaki syariat bermakna milhâfah, berarti baju kurung atau semacam abaya yang longgar dan tidak tipis, atau kain (kisaa‘) apa saja yang dapat menutupi, atau pakaian (tsaub) yang dapat menutupi seluruh bagian tubuh. Di dalam kamus Al-Muhith dinyatakan bahwa ilbab itu laksana sirdab (terowongan) atau sinmar (lorong), yakni baju atau pakaian yang longgar bagi wanita selain baju kurung atau kain apa saja yang dapat menutupi pakaian kesehariannya seperti halnya baju kurung.

….jilbab yang dikehendaki syariat bermakna milhâfah, berarti baju kurung atau semacam abaya yang longgar dan tidak tipis yang dapat menutupi seluruh bagian tubuh….

Dalam kamus Ash-Shahhah, Al-Jauhari menyatakan, “Jilbab adalah kain panjang dan longgar (milhafah) yang sering disebut mula’ah (baju kurung). Makna jilbab seperti inilah yang diinginkan Allah ketika berfirman, “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab: 59)

Para ulama pakar tafsir pun sepakat, jilbab syar’i bermakna sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada. Hal ini membuat seorang muslimah tampak elegan, santun, bermartabat, dan tentunya berkepribadian islami.

Jika seorang wanita muslimah memakai hijab (jilbab), secara tidak langsung dia berkata kepada semua kaum laki-laki, “Tundukkanlah pandanganmu, aku bukan milikmu serta kamu juga bukan milikku, tetapi aku hanya milik orang yang dihalalkan Allah bagiku. Aku orang yang merdeka dan tidak terikat dengan siapa pun, dan aku tidak tertarik kepada siapa pun, karena aku jauh lebih tinggi dan terhormat dibanding mereka yang sengaja mengumbar auratnya supaya dinikmati oleh banyak orang.”

Sementara seorang wanita muslim yang mengenakan kerudung gaul atau jilbab nyekek, ber-tabarruj atau pamer aurat dan menampakkan keindahan tubuh di depan kaum laki-laki lain, akan mengundang perhatian laki-laki hidung belang dan serigala berbulu domba. Secara tidak langsung dia berkata, “Silahkan kalian menikmati keindahan tubuhku dan kecantikan wajahku. Adakah orang yang mau mendekatiku? Adakah orang yang mau memandangiku? Adakah orang yang mau memberi senyuman kepadaku? Atau manakah orang yang berseloroh “Aduhai betapa cantiknya?”

….Wanita yang mengenakan kerudung gaul itu pamer aurat dan keindahan tubuh di depan kaum laki-laki lain. Mereka mengundang perhatian laki-laki hidung belang dan serigala berbulu domba….

Setiap laki-laki pun sontak berebut menikmati keindahan tubuhnya dan kecantikan wajahnya. Mata mereka akan menelanjanginya dari atas hingga mata kaki. Sehingga membuat laki-laki terfitnah, maka jadilah dia sasaran empuk laki-laki penggoda dan suka mempermainkan wanita.

Inilah mengapa para pengguna kerudung gaul diibaratkan berpakaian namun telanjang. Hal ini sebagaimana disinyalir Rasulullah dalam sabda beliau, “Dua golongan dari ahli neraka yang tidak pernah aku lihat: seorang yang membawa cemeti seperti ekor sapi yang dia memukul orang-orang, dan perempuan yang berpakaian tetapi telanjang, berlenggok-lenggok, kepalanya bagaikan punuk onta yang bergoyang. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mendapatkan baunya, sekalipun ia bisa didapatkan sejak perjalanan sekian dan sekian. (HR. Muslim)

Ketika ditanya mengenai sabda Nabi: “Berpakaian tapi telanjang”, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjawab, “Yakni wanita-wanita tersebut memakai pakaian, akan tetapi pakaian mereka tidak tertutup rapat (menutup seluruh tubuhnya atau auratnya).”

Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan, “Makna kasiyatun ‘ariyatun (berpakaian namun telanjang) adalah para wanita yang memakai pakaian yang tipis yang menggambarkan bentuk tubuhnya, pakaian tersebut belum menutupi (anggota tubuh yang wajib ditutupi dengan sempurna). Mereka memang berpakaian, namun pada hakikatnya mereka telanjang.” (Lihat: Jilbab Al-Mar‘ah Muslimah, 125-126).

….Rasulullah bersabda bahwa wanita berpakaian tapi telanjang (kasiyatun ‘ariyatun) itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mendapatkan baunya….

Al-Munawi, dalam Faidh Al-Qadir, mengatakan mengenai makna ‘berpakaian namun telanjang’, “Senyatanya memang wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya dia telanjang. Karena wanita tersebut mengenakan pakaian yang tipis sehingga dapat menampakkan kulitnya. Makna lainnya adalah dia menampakkan perhiasannya, namun tidak mau mengenakan pakaian takwa. Makna lainnya adalah dia mendapatkan nikmat, namun enggan untuk bersyukur pada Allah. Makna lainnya lagi adalah dia berpakaian, namun kosong dari amalan kebaikan. Makna lainnya lagi adalah dia menutup sebagian badannya, namun dia membuka sebagian anggota tubuhnya (yang wajib ditutupi) untuk menampakkan keindahan dirinya.”

Hal senada juga dikatakan oleh Ibnul Jauzi yang berpendapat bahwa makna kasiyatun ‘ariyatun ada tiga makna. Pertama, wanita yang memakai pakaian tipis, sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita seperti ini memang memakai jilbab, namun sebenarnya dia telanjang. Kedua, wanita yang membuka sebagian anggota tubuhnya (yang wajib ditutup). Wanita ini sebenarnya telanjang. Ketiga wanita yang mendapatkan nikmat Allah, namun kosong dari syukur kepada-Nya.

Kesimpulannya, wanita berpakaian telanjang adalah wanita yang memakai pakaian tipis, sehingga nampak bagian dalam tubuhnya, atau memakai pakaian ketat, sehingga terlihat lekuk tubuhnya, dan wanita yang membuka sebagian aurat yang wajib dia tutup.

PAKAIAN ISLAMI BAGI WANITA (TIGA SYARAT HIJAB)

Ada beberapa syarat yang harus dipahami remaja putri dan wanita muslim ketika hendak mengenakan hijab atau jilbab syar’i, sebagaimana dilansir situs Islam www.alsofwah.or.id.

PERTAMA, hendaknya menutup seluruh tubuh dan tidak menampakkan anggota tubuh sedikit pun, selain yang dikecualikan karena Allah berfirman, “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang biasa nampak.” (An-Nur: 31)

KEDUA, hendaknya hijab tidak menarik perhatian pandangan laki-laki bukan mahram. Agar hijab tidak memancing pandangan kaum laki-laki, maka harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Hendaknya hijab terbuat dari kain yang tebal, tidak menampakkan warna kulit tubuh (transfaran).

2. Hendaknya hijab tersebut longgar dan tidak menampakkan bentuk anggota tubuh.

3. Hendaknya hijab tersebut tidak berwarna-warni dan tidak bermotif.

Hijab bukan merupakan pakaian kebanggaan dan kesombongan, karena Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang mengenakan pakaian kesombongan (kebanggaan) di dunia maka Allah akan mengenakan pakaian kehinaan nanti pada Hari Kiamat kemudian dibakar dengan Neraka.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, dan hadits ini hasan).

Hendaknya hijab tersebut tidak diberi parfum atau wewangian berdasarkan hadits dari Abu Musa Al-Asy’ari, dia berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Siapa pun wanita yang mengenakan wewangian, lalu melewati segolongan orang agar mereka mencium baunya, maka dia adalah wanita pezina.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa‘i dan At-Tirmidzi, dan hadits ini Hasan).

….Hendaknya pakaian atau hijab yang dikenakan tidak menyerupai pakaian laki-laki atau pakaian kaum wanita kafir….

KETIGA, hendaknya pakaian atau hijab yang dikenakan tidak menyerupai pakaian laki-laki atau pakaian kaum wanita kafir, karena Rasulullah bersabda, sebagaimana diriwayatkan Abu Dawud dan Ahmad, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian dari mereka.”

Rasulullah juga mengutuk seorang laki-laki yang mengenakan pakaian wanita dan mengutuk seorang wanita yang mengenakan pakaian laki-laki. Wallahu ‘Alam. [ganna pryadha/voa-islam.com]
Selengkapnya...

Kamis, 09 Juni 2011

KISAH KISAH PARA MUALAAF>>>>>>>

Dr. Antonius S Kumanireng : Apakah Yesus datang utk menebus dosa-dosa manusia ?

Nama saya Antonius Sina Kumanireng, kerap disapa Anton Sina. Saya anak kedua dari lima bersaudara yang lahir di tengah-tengah keluarga penganut Kristen Katolik yang masih sangat ketat mengamalkan ajaran agama. Ayah saya, Kumanireng, salah seorang pastor sekaligus anggota DPRD Tk. II Kab. Ende, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tempat kelahiran saya mayoritas penduduknya beragama Kristen, termasuk seluruh keluarga saya. Sejak kecil, saya telah dipersiapkan menjadi calon pendeta yang diharapkan menjadi penyebar agama di kampung halaman. Karena itu, saya pun sejak kecil bekerja sebagai tukang pukul lonceng gereja. Meskipun ayah saya terbilang penganut Kristen yang ketat, namun sejak kecil saya sering memberontak terhadap keluarga dan para pastor.

Saya kerap melemparkan pertanyaan kepada para pendeta, meskipun mereka sering memberikan jawaban yang tidak memuaskan. Dan kekecewaan itu, saya terus mencari kebenaran lewat gereja. Suatu ketika saya ikut kebaktian di gereja. Tba-tiba hati saya yang gundah menjadi tenang. Tapi, ketika keluar dari gereja hati saya kembali bimbang dan kacau. Bahkan, menyebabkan saya bertengkar dengan saudara saya di rumah. Maklum, keluarga saya termasuk keluarga yang kacau.

Saya sendiri tak paham betul, apa sesungguhnya yang menyebabkan keluarga saya berantakan. Padahal, tiap hari keluar-masuk gereja. Saya sendiri bahkan terlibat minum-minuman keras. Hati saya terus bertambah kacau. Akhirnya, saya mencari kebenaran di luar rumah.

Suatu ketika, saya ditawari pastor untuk belajar ke Roma, Italia, atas beasiswa dari Belanda. Saya menolak tawaran itu dengan alasan ingin belajar di negeri sendiri. Saya terus mencari kebenaran karena keluarga saya telah berantakan. Saya membuka Alkitab Injil, lalu saya temukan Matius 26:20-25 yang berbunyi, "Yesus datang untuk menebus dosa-dosa manusia."

Saya terus membaca dan mengkaji, kesimpulan saya bahwa Yesus sendiri tak mau mati menebus dosa manusia. Sementara itu, saya terus mengkaji ayat-ayat Injil yang selalu menimbulkan pertentangan antara ayat satu dan lainnya. Berkat ketekunan mempelajari sejarah dan pergaulan saya dengan teman teman muslim serta setiap akan memakan babi saya muntah, maka saya bertambah yakin untuk tidak makan daging babi.
Masuk Islam

Semua itu rupanya petunjuk langsung dan Allah agar saya segera kembali ke agama yang sejati. Saya masuk Islam, dan kemudian saya ganti nama menjadi Abdul Salam. Semua keluarga termasuk ayah tak setuju, bahkan menjauhi saya.

Saya terus belajar tentang Islam. Saya pun mempelajari tasawuf. Akhirya, cita-cita saya terwujud mempelajari tasawuf setelah saya masuk Perguruan Isbatulyah yang mengajarkan kepada saya soal syariat dan makrifat Islam. Orang yang paling berjasa terhadap diri saya dalam mempelajari Islam adalah almarhum Usman Effendi Nitiprajitna. Saya terus mempelajari ilmu kebatinan dari guru saya itu.

Alhamdulillah, saya telah menjadi seorang muslim, kendati saya disingkirkan dari seluruh keluarga. Alhasil, saya menanti seluruh keluarga saya agar mau terbuka dan bertanya kepada saya mengapa saya memilih masuk agama Islam. Namun, sampai kind, tak ada yang mau menemui saya.

Saya siap menjelaskan semuanya. Saya bangga masuk Islam karena Islam mengajarkan umatnya untuk tolong menolong. Meskipun istri saya masih tetap beragama Kristen, namun saya tetap melaksanakan shalat. Antara tahun 1970-1973, saya mendapat beasiswa untuk belajar ke Universitas Yokohama Jepang. Alhamdulillah, ke yakinan saya justru semakin kokoh setelah saya bergaul dengan orang-orang Jepang. Padahal, dulunya, saya termasuk peminum berat alkohol. Tapi, sesudah menjadi muslim, saya pun meninggalkan kebiasaan buruk itu.

Setelah berhasil menyelesaikan studi di Jepang dengan gelar doktor kimia, saya mendapat tawaran kerja dari ITB dan beberapa perusahaan besar di Tanah Air. Namun, saya lebih senang memilih Universitas Hasanuddin Makassar, karena PTN itulah yang pertama kali menawarkan aku mengajar.
Bersyukur

Oh ya, saya mempunyai tiga orang anak. Namanya Yuliana, Elizabeth, dan Isa. Saya memberikan kebebasan kepada anak-anak saya untuk memilih agama yang mereka anggap paling benar. Anak saya yang bungsu berkata kepada saya, ia tak akan masuk Islam apa pun yang terjadi. Setelah melewati waktu cukup panjang dalam memberikan pemahaman yang benar tentang Islam, akhirnya Yuliana dan Elizabeth mau mengikuti jejak saya, masuk Islam.

Saya bangga dan bersyukur kepada Allah Walaupun saya tak pernah memaksa anak-anak masuk Islam, tapi karena kesadaran sendiri, mereka akhirnya masuk Islam. Si bungsu yang keras dan benci terhadap agama Islam pun tiba-tiba berubah sikap dan mau masuk Islam. Alangkah bahagianya had saya. Semua anak-anak saya telah memilih jalan yang benar.

Semangat beragama dan kecintaan saya kepada Islam bertambah dalam. Apalagi berkat bantuan Prof-Dr. H. Nasir Nessa yang memberikan kesempatan kepada saya menunaikan ibadah haji. Berbagai kemudahan saya dapatkan di Tanah Suci. Antara lain, saya dapat dengan mudah mencium Hajar Aswad. Tak lupa, saya pun mendoakan seluruh keluarga saya agar dibukakan pintu hatinya menerima kebenaran Islam.
Kecewa

Setelah bertahun tahun melakukan pendalaman terhadap Islam, akhirnya-saya menemukan kebenaran yang hakiki (sejati) itu di dalam Islam. Namun, saya sempat kecewa setelah masuk Islam. Saya melihat umat Islam menganut agamanya semata-mata karena faktor keturunan, sehingga wujud pengamalannya masih minus. Islam semata-mata hanya simbol, tanpa diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Saya benar-benar kecewa dan tak menyangka kalau umat Islam ternyata masih banyak yang tidak memahami ajaran agamanya secara benar.

Kekecewaan itu muncul, barangkali lantaran saya yang mualaf ini terlalu berharap banyak dari umat Islam. Ternyata, semua harapan itu sirna. Banyak umat Islam tak menghargai agamanya. Padahal, saya sebelum masuk Islam bertahun-tahun mengembara, berguru dari satu tempat ke tempat lain, demi membuktikan kebenaran yang ada di dalam Islam. Mengapa umat Islam sendiri tak bangga terhadap agamanya? Bukankah Islam agama suci? tapi akhirnya saya sadar bahwa itu semua kembali kepada pribadi masing-masing, yang jelek hanya sebagian kecil, masih banyak pribadi-pribadi ummat Islam yang patut dicontoh dan jadi panutan karena pada dasarnya Islam adalah agama yang Suci dan hakiki.

Akhirnya saya benar-benar bersyukur betapa nikmatnya hidup dalam panji Islam yang penuh rahmat dan hidayah Allah SWT. Saya pun bersyukur karena setiap menjelang Lebaran, saya bersama tiga orang anak saya bersama-sama melakukan shalat Idul Fitri di Lapangan Karebosi, Makassar. Padahal, sebelum mereka masuk Islam, saya terkadang merasa sunyi, karena merayakan Hari Raya suci ini seorang diri.

Kini, saya mengabdi di Universitas Hasanuddin Makassar sebagai dosen yang tiap hari bergaul di tengah mahasiswa dan sesekali berdialog tentang Islam. Saya bangga dapat mengabdi di sebuah almamater yang sangat menghargai pendapat orang lain.

Gold Fret mantan Pendeta : "Eli, Eli, lama sabakhtani?" mengantarnya kepada Hidayah Islam



AYAH saya seorang pastor atau pendeta dalam agama Kristen Katolik. Beliau mengajarkan Alkitab (Injil) pada saya sejak saya masih kecil dengan harapan agar saya menjadi penerus cita-citanya di kemudian hari. Saya belajar Alkitab pasal demi pasal dan ayat demi ayat dengan seksama. Berkat bimbingannya, saya betul-betul memahami kandungan dan tafsiran Alkitab. Sejak saya berumur empat belas tahun, saya diberi kepercayaan berceramah di gereja pada setiap hari Minggu dan hari-hari keagamaan Kristen lainnya. Setelah saya banyak membaca Alkitab, banyak saya dapatkan kejanggalan-kejanggalan di dalamnya. Dalam Alkitab, antara pasal satu dan pasal lainnya banyak terjadi pertentangan, dan banyak ajaran gereja yang bertentangan dengan isi Alkitab.

Misalnya, Yohanes pasal 10 ayat 30, menerangkan bahwa Allah dan Yesus (Isa) bersatu, yaitu, "Aku dan Bapa adalah satu." Sedangkan, pada Matius pasal 27 ayat 46 menjelaskan bahwa Yesus dan Allah berpisah, yaitu, "Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring, "Eli, Eli, lama sabakhtani?" 'Artinya, "Tuhanku, Tuhanku, mengapa Engkau meninggalkan aku?"

Dalam ajaran gereja, seorang bayi yang lahir akan membawa dosa warisan dari Nabi Adam dan 1bu Hawa. Juga, bayi yang mati sebelum dibaptis tidak akan masuk surga. Ajaran ini bertentangan dengan Alkitab Yehezkiel pasal 18 ayat 20 dan Matius pasal 19 ayat 14 menerangkan bahwa manusia hanya menanggung dosanya sendiri, tidak menanggung dosa orang lain. Bayi yang meninggal sebelum dibaptis akan masuk surga, karena anak tidak akan turut menanggung kesalahan ayahnya dan ayah tidak akan turut menanggung kesalahan anaknya. Orang yang benar akan menerima berkat kebenarannya, dan orang yang fasik akan menanggung akibat kefasikannya.

Sementara, pada Matius 19 ayat 14 Yesus berkata, "Biarlah anak-anak itu, jangan menghalang-halangi mereka datang padaku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang mempunyai Kerajaan Surga."

Dengan semua itu saya merasa bimbang. Injil mana yang harus saya ikuti, sedangkan semuanya kitab suci? Dan apakah ajaran gereja yang harus saya ikuti, sedangkan ajarannya bertentangan dengan Alkitab ?

Saya ragu dengan keautentikan Alkitab, karena kalau Injil yang ada sekarang ini asli, tidak mungkin satu sama lain saling bertentangan. Saya juga ragu dengan kebenaran ajaran gereja karena kalau ajaran gereja itu benar, tidak mungkin bertentangan dengan kitab sucinya.

Karena mendapatkan kejanggalan dalam Alkitab dan pertentangan ajaran gereja dengan kitab sucinya, saya menjadi enggan membaca Injil dan buku buku agama (Kristen), karena saya yakin tidak akan mendapat kebenaran dalam Kristen.
Mendengar Bacaan Al-Qur'an

Pada suatu hari saya berjalan di dekat masjid. Tiba-tiba saya gemetar dan tidak bisa berjalan disebabkan mendengar suara dari dalam masjid. Setelah saya pulang ke rumah, saya bertanya pada teman-teman tentang suara yang saya dengar itu. Tetapi tidak ada satu pun dari mereka yang tahu tentang suara itu.

Setelah keesokan harinya saya bertanya pada teman sekolah yang beragama Islam, dia menjelaskanbahwa "suara" yang saya dengar di dalam masjid adalah suara orang membaca A1-Qur'an. Kemudian saya bertanya, "Apa sih, Al-Qur'an itu?" Dia menjawab, "Al-Quran itu kitab suci umat Islam." Kemudian saya meminta Al-Qur'an padanya. Tetapi dia tidak memberikan dengan alasan saya tidak punya wudhu.

Setelah saya pulang dari sekolah, saya langsung mencari orang yang beragama Islam untuk meminjam A1-Qur'an. Akhirnya saya berjumpa dengan orang Islam yang bernama Abdullah. Ia keturunan Arab. Lalu saya pinjam Al-Qur'an padanya dan saya jelaskan padanya bahwa saya beragama Katolik dan ingin mempelajari Al-Qur'an. Dengan senang hati ia meminjamkan saya terjemahan Al-Qur'an dan riwayat hidup Nabi Muhammad saw..

Saya baca Al-Qur'an ayat demi ayat dan surat demi surat. Saya pahami kalimat demi kalimat dengan seksama. Akhirnya saya berkesimpulan, hanya Al-Qur'anlah satu-satunya kitab suci yang asli dan hanya Islamlah satu-satunya agama yang benar.

Al-Qur'an membahas persoalan ketuhanan dengan tuntas, bahasanya mudah dipaharni, dan argumentasinya rasional. Di samping itu, Al-Qur'an juga membahas tentang Nabi Isa (Yesus) sejak sebelum dikandung, dalamn kandungan, waktu dilahirkan, masa kanak-kanak dan remaja, mukjizatnya, dan kedudukannya sebagai Rasul Allah, bukan anak Allah.

Sejak mendapatkan kebenaran Islam, saya mempunyai keinginan yang kuat untuk memeluk agama Islam. Singkat cerita, kemudian saya datang menjumpai Abdullah dan saga jelaskan keinginan saga padanya.

la menyambut hasrat saya itu dengan hati ikhlas, dan ia membimbing saya membaca dua kalimat syahadat. Setelah menjadi seorang muslim, nama saya diganti menjadi Dzulfikri. Kemudian saya belajar pada Abdullah tentang hal-hal yang diwajibkan dan yang dilarang dalam Islam.

Setelah itu saya mondok di sebuah pesantren. Di situ saya belajar agama selama satu tahun. Kemudian saya pindah ke kota Malang, Jawa Timur. Di kota ini saya terus menuntut ilmu agama sambil kuliah.

Subhanallah, Sejumlah Serdadu AS di Irak Menyatakan Diri Masuk Islam



Ternyata gambaran Islam yang dipublikasikan oleh media-media Barat, jauh berbeda sama sekali dari realitas Islam sebenarnya. Setidaknya hal itu diperlihat kan oleh sejumlah prajurit laki-laki dan wanita AS yang bertugas di Irak, ketika mereka menyatakan diri masuk Islam. Lalu mereka menikah dengan orang-orang Islam Irak. Walaupun pernikahan itu ditentang oleh sejumlah warga setempat.

“Para tentara AS itu telah menyadari bahwa ajaran Islam sama sekali berbeda dengan informasi-informasi yang diprogandakan oleh media-media Barat,” lanjut Sheikh Mahmoud.

“Setelah bergaul setiap hari dengan warga Irak serta pengalaman berinteraksi dengan kalangan Muslim dari dekat di negeri yang terkoyak perang ini, banyak serdadu AS yang menyatakan keinginannya masuk Islam,” ujar Sheikh Mahmoud el-Samydaei, anggota Majelis Ulama Islam Irak, pada IslamOnline Rabu (13/8/2003).

Ulama Islam itu mengingatkan kembali para perwira AS yang telah masuk Islam agar memelihara agama itu sampai akhir hayat. Sebab orang yang mati tanpa membawa Islam, ujar Sheikh Mahmoud, matinya akan sia-sia. Para muallaf AS itu mendengarkan wejangan tersebut dengan terisak-isak, mengingat banyak masyarakatnya mati tanpa mengetahui sedikitpun tentang Islam.

Seorang perwira AS yang mendatangi Pengadilan Urusan Sipil di distrik el-Karkh, Baghdad pekan ini menyatakan; “Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusanNya.”

Perwira AS itu kemudian menikah dengan wanita Irak, dr. Samar Ahmed yang pernah dijumpainya ketika dia bertugas menjaga Medicine City Hospital. Dia memilih Islam, kata perwira AS itu, lantaran keyakinannya yang penuh terhadap kebenaran Islam. “Saya masuk Islam bukan hanya lantaran untuk menikahi wanita Irak,” tukasnya.
Berdasarkan ajaran Islam, seorang pria non-Muslim dilarang menikahi seorang wanita Islam.

Hakim Agama Abd el-Azeim Mohammad Gawad el-Rasafi merestui pernikahan itu. Abd el-Azeim menegaskan bahwa pernikahan itu merupakan peristiwa pertama, seorang wanita Irak menikah dengan serdadu AS yang masuk Islam. Kepada IslamOnline Abd el-Azeim mengatakan, tak satupun agama di dunia, menghalangi pernikahan tersebut. Walaupun begitu sejumlah warga Irak menentang pernikahan antar etnis itu


Jip Hengky Jana P. M.B.A. : Sulit Memahami Doktrin Trinitas


Meski dilahirkan sebagai keturunan Tionghoa yang secara turun-temurun menganut agama Budha, tetapi saya tidak mendalami ajaran agama nenek moyang kami itu. Saya justru lebih paham ajaran gereja. Hal ini bisa dimaklumi, karena masyarakat keturunan Tionghoa sekarang lebih banyak yang meninggalkan agama nenek moyangnya, dan lebih memilih agama Kristen sebagai pegangan hidupnya. Alasannya, karena agama Kristen dianggap lebih ringan pelaksanaan ibadahnya.

Faktor itu pula yang menyebabkan saya lebih banyak bergaul dengan kawan-kawan yang beragama Kristen, baik yang Katolik Roma, Protestan, Pantekosta, Advent, dan sebagainya. Selain itu, faktor pendidikan formal juga sangat mempengaruhi keimanan saya. Saya semakin jauh dari wihara dan klenteng (rumah ibadah orang Tionghoa).

Pendidikan formal saya, sejak TK sampai SMA, saya ialui di lembaga pendidikan Katolik. Sampai usia remaja, meski saya tak pernah dibaptis, tetapi saya sudah merasa sebagai umat Kristen (Katolik) daripada sebagai jemaat wihara (umat Budha).

Saya dilahirkan pada tanggal 21 Juni 1969 di Semarang, Jawa Tengah. Keluarga saya keturunan Tionghoa yang sukses sebagai pengusaha foto dan percetakan. Seperti umumnya masyarakat keturunan Tionghoa, kedua orang tua saya memeluk agama nenek moyang yang telah dianut turun temurun, yakni agama Budha.

Tidak berbeda dengan keluarga Tionghoa yang lain, dalam hal pendidikan agarna, keluarga saya juga tidak pernah menanamkan keimanan (agama Budha) yang mendalam. lni barangkali sekadar tradisi saja bahwa nenek moyang kami mewariskan kebudayaannya itu kepada keturunannya. Dalam ajaran agama Budha sepertinya tidak ada norma-norma khusus yang mengatur pelaksanaan ibadah. Ya, seperti aliran kepercayaan saja. Sehingga, tidak sedikit orang Tionghoa yang notabene pemeluk agama Budha, tetapi masih meyakini ajaran lain sebagai agamanya, umumnya agama Kristen.

Sebagai anak sulung dari tiga bersaudara, kedua orang tua kami mengharapkan agar saya berhasil dalam hidup dan menjadi teladan bagi kedua adik saya. Sebab itulah, ketika mengijak usia 5 tahun saya dimasukkan ke Taman Kanak Kanak favorit di kota Semarang, yakni TK Kanisius Kebondalem, selama dua tahun. SD dan SMP pun saya tempuh di lembaga yang sama.
Aktivis Gereja

Stammat SMP saya pun melanjutkan studi di SMA Katolik Kebondalem. Lembaga pendidikan ini termasuk paling dibanjiri peminat. Jadi, merupakan gengsi tersendiri bila diterima di sekolah itu. Saat belajar di SMA itulah saya benar-benar menjadi umat Katolik. Bukan lagi sebagai pemeluk Budha.

Kegiatan-kegiatan gereja, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat selalu saya ikuti dengan tekun. Saya tidak peduli, walaupun tidak pernah dibaptis. Bahkan, di sekolah sava termasuk siswa yang aktif mengikuti kegiatan keagamaan, baik di OSIS (seperti peringatan hari besar agama Kristen) dan juga kegiatan misa di gereja atau kapel sekolah yang rutin diadakan seminggu sekali.

Rupanya, Tuhan berkenan menolong saya dari jalan yang sesat. Beberapa tahun yang lalu setelah saya tamat SMA, saga sering merenung tentang ajaran trinitas yang menjadi landasan pokok iman kristiani. Sava merasa sulit memahami ajaran itu. Teryata banyak sekali kejanggalan yang saya temukan.
Mempelajari Islam

Tuhan Yang Maha Agung membuka pintu hati saya. Di saat saya meragukan kebenaran ajaran trinitas itu, saya seperti ditunjukkan untuk mempelajari Islam sebagai perbandingan. Dan ternyata, masya Allah, luar biasa. Dalam Al-Qur'an dan hadits telah diatur hukum bagi sekalian alam yang benar adanya.

Tidak lama setelah mendalami kandungan Al-Qur'an, saya secara rutin belajar agama (Islam) pada seorang guru ngaji. Masih berstatus sebagai mahasiswa STIE-PPMTT (Pusat Pendidikan Manajemen dan Teknik Terapan), saya mengucapkan ikrar dua kalimat syahdat beserta seluruh keluarga.

Alhamdulillah, salah satu adik saya, Jip Christianto Jana P, telah tamat dari Pondok Pesantren Modem Gontor, jawa Timur, dan kini kuliah di Akademi Perindustrian Yogyakarta Jurusan Teknik Mesin. Sedangkan adik saya yang bungsu, Jip Rudi Jana P., kini rnasih belajar di Pondok Pesantren as-Salam Surakarta.

Sedangkan, saya sendiri setelah menamatkan pendidikan manajemen dan meraih gelar Master of Bussines Administration (M.B.A.), kini berwiraswasta di bidang percetakan. Harapan saya, semoga keluarga kami senantiasa diterangi petunjuk-Nya. Amin.

KDNY : Shalat di Stasiun Menggetarkan Hatiku!

KDNY (Kabar Dari New York):
M. Syamsi Ali : Imam Masjid Islamic Cultural Center of New York
Diiringi gema "Allahu Akbar!", siang itu pria cokelat asal Trinidad itu resmi menjadi Muslim setelah mengucapkan syahadat menjelang shalat Ashar.

Pemuda berkulit cokelat asal Trinidad itu terpana melihat pemandangan di depannya. Mata Dion, yang berusia 26 tahun itu, tak henti-henti mengarah ke sekelompok Muslim yang sedang shalat dengan khusyu'nya di tengah riuh-rendah stasiun kereta di sebuah kota di Belgia. Dion seperti tersambar petir. "Saya nggak tahu, tiba-tiba karena melihat mereka shalat di stasiun hati saya bergetar," katanya.

Seusai mereka shalat, Dion memberanikan diri bertanya, siapa mereka dan apa gerangan yang mereka baru lakukan? Setelah mendapatkan jawaban dari mereka, pemuda yang bekerja sebagai akuntan di Stamford, Connecticut, itu tidak pernah habis berpikir. Ada pikiran yang berkecamuk keras, antara percaya dengan perasaannya sendiri dan apa yang dia kenal selama ini tentang Islam.

Tiga minggu sesudah kejadian itu, Dion bertemu saya di the Islamic Forum for non Muslim New York yang saya asuh. Rambutnya panjang. Gaya berpakaiannya membuatku hampir tidak percaya kalau hatinya begitu lembut menerima hidayah Ilahi. Biasanya ketika menerima pendatang baru di kelas ini, saya mulai menjelaskan dasar-dasar Islam sesuai kebutuhan dan pengetahuan masing-masing peserta. Tapi hari itu, tanpa kusia-siakan kesempatan, saya jelaskan makna shalat dalam kehidupan manusia, khususnya dalam konteks manusia modern yang telah mengalami kekosongan spiritualitas.

Hampir sejam saya jelaskan hal itu kepada Dion dan pendatang baru lainnya. Hampir tidak ada pertanyaan serius, kecuali beberapa yang mempertanyakan tentang jumlah shalat yang menurut mereka terlalu banyak. "Apa lima kali sehari tidak terlalu berat?" tanya seseorang. "Sama sekali tidak. Bagi seorang Muslim, shalat 5 waktu bahkan lebih dari itu adalah rahmat Allah," jawabku. Biasanya saya membandingkan dengan makan, minum, istirahat untuk kebutuhan fisik.

Setelah kelas bubar, Dion ingin berbicara berdua. Biasanya saya tergesa-gesa karena harus mengisi pengajian di salah satu masjid lainnya. "Saya rasa Islam lah yang benar-benar saya butuhkan. Apa yang harus saya lakukan untuk menjadi Muslim?" tanyanya tanpa tedeng aling-aling.

Saya diam sejenak, lalu saya bilang, "Saya bukannya mau menunda jika kamu benar-benar yakin bahwa ini jalan yang benar untuk kamu. Tapi coba pastikan, apakah keputusan ini datang dari dalam dirimu sendiri."

Dengan bersemangat Dion kemudian menjawab, "Sejak dua minggu lalu, saya mencari-cari jalan untuk mengikuti agama ini. Beruntung saya kesini hari ini. Kasih tahu saya harus ngapain?" katanya lagi.

Alhamdulillah, siang itu juga Dion resmi menjadi Muslim setelah mengucapkan syahadat menjelang shalat Ashar. Diiringi gema "Allahu Akbar!" dia menerima ucapan selamat dari ratusan jama'ah yang shalat Ashar di Islamic Center of New York.

Sabtu lalu, 8 April, Dion termasuk salah seorang peserta yang mengikuti ceramah saya di Yale University dengan tema "Islam, Freedom and Democracy in Contemporary Indonesia". Pada kesempatan itu saya perkenalkan dia kepada masyarakat Muslim yang ada di Connecticut, khususnya Stamford. Sayang, belum ada tempat di daerahnya di mana dia bisa mendalami Islam lebih jauh. Hingga kini, dia masih bolak balik Stamford-New York yang memakan waktu sekitar 1 jam, untuk belajar Islam.

Semoga Dion dikuatkan dan selalu dijaga dalam lindunganNya!

Frans Emile : Merasa Tenang Setelah Melakukan Salat

FRANS Emile (42) lahir di Manado 27 November 1963. Sudah sejak lama Frans berkeinginan untuk masuk agama Islam. Niatan itu timbul sejak Frans duduk di bangku Sekolah Menegah Pertama. Ketertarikan itu setelah ia melihat sosok kakaknya yang memeluk Islam terlebih dulu. "Saya melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana kakak salat, sepertinya kakak saya bahagia setelah masuk Islam. Saya jadi tertarik untuk mengikuti jejak kakak," ungkap Frans kepada NURANI dr Perum Mentan Sejahtera Blok AU No. 47 Candi, Sidoarjo.

Semakin hari, batin suami dan Endah ini terus bergolak. Semakin hari, keinginan itu semakin mantap. Tetapi ia sama sekali tak berdaya. la hanya bisa menahan diri dan belum berani untuk pindah agama karena takut diusir dari rumah. "Saya pasti diusir seperti kakak saya," tutur Frans.
MELIHAT KAKAK SALAT

Ayah Lisa dan Alfan yang berprofesi sebagai driver di Maspion ini sadar bahwa akan ada risiko yang cukup besar yang besar apabila mengikuti jejak sang kakak. Risiko itu adalah diusir dari rumah. Pertentangan antara keinginan untuk masuk Islam dan ketakutan akan risiko yang akan ditanggungnya telah membuat kegelisahan yang teramat dalam di hati Frans.

Satu pertanyaan yang ada pada diri Frans, kapan kesempatan ia bisa masuk Islam itu datang kepadanya? Tetapi ia yakin bahwa untuk menuju jalan yang baik, risiko pasti ada dan risiko itu akan dihadapinya dengan ketabahan dan ikhlas.

Pernah di suatu saat hatinya sangat terharu ketika ia diam-diam memperhatikan sang kakak salat. Keharuan itu telah membimbingnya mengambil air wudu meski tidak tahu harus membaca apa tapi ia meniru tetap melakukan wudu dan melakukan salat layaknya orang muslim.

"Kejadian itu menjadi pertanyaan dalam diri saya, mengapa saya melakukan ini? Atau inikah petunjuk dari Allah agar saya menjadi seorang muslim?" tutur Frans mengenang beberapa tahun yang lalu.


MASUK ISLAM

Sejak itu ia belajar Islam secara sembunyi-sembunyi. Takut diketahui orang tuanya yang beragama lain. la belajar juga dengan kakaknya, tetapi tanpa diketahui orang tuanya. la selalu bertanya tentang Islam kepada teman-teman yang muslim dan meminta gambaran yang jelas.

Anehnya, setelah selesai melakukan ibadah salat seperti itu, Frans memperoleh ketenangan hati. "Memang, saat itu hati saya sedang gundah karena didesak oleh keadaan dan persoalan yang membelit, tapi alhamdulillah dengan salat ada ketenangan di hati saya sehingga saya lebih bisa inenghadapi kenyatan hidup," ungkap Frans.

Untuk selanjutnya saya ikuti saja bagaimana seorang rnuslim salat. Akhirnya, dengan segenap ketulusan hati, Frans memantapkan niatnya untuk menjadi seorang muslim. la menyatakan siap masuk Islam dengan segala risikonya, termasuk jika diketahui orang tuanya dan ia diusir dari rumah.

Setelah masuk Islam dan mengikrarkan diri di Masjid Cheng Hoo Surabaya rasa takut yang dulu menggelayuti pikirannya hilang berganti ketenangan. "Saya heran, mungkin itulah perubahan hidup setelah saya masuk Islam. "Saya merasakan kesabaran yang ada dalam hati saya bertambah dan memang Islam itu sangat cocok pada diri saya sehingga saya bisa menikmati arti hidup ini," ujarnya.
DIUSIR DARI RUMAH

Apa yang dicari Frans dalam Islam? Frans sendiri mengakui bahwa dirinya hanya ingin menjadi seorang muslim dalam arti yang sebenarnya. "Mempelajari Islam secara mendalam sehingga bisa merasakan hidup bahagia dalam keislaman adalah tujuan saya," ungkap Frans.

Akhirnya, secara terbuka ia menyarnpaikan maksudnya untuk masuk Islam kepada kedua orang tua. Mendengar pemaparan Frans, kedua orangtuanya sangat marah dan ia diusir dan rumah. "Kalau kamu masih bersikeras dengan keputusanmu itu, silakan kamu angkat kaki dari rumah ini dan jangan panggil aku ayah lagi!" papar Frans

Mendengar perkataan ayahnya yang kasar itu, Frans meneteskan air mata kesedihan. Hati siapa yang tidak sedih ketika ia harus berpisah secara tidak baik dengan kedua orangtuanya yang telah membesarkan dan memberinya kasih sayang selama ini. "Ini merupakan keputusan saya memeluk Islam yang sangat saya yakini kebenarannya," ungkap Frans.

Sekarang orang tua Frans merasa kehilangan dua orang anak lelakinya yang diusir dari rumah lantaran pindah agama. Lama kelamaan orang tuanya menyadari akan suatu kenyataan yang tak bisa dibantah. "Alhamdulillah bahwa orang tua saya kini menyadarinya dan tetap mengakuinya sebagai anak serta tetap melakukan silaturahim, " ujarnya.

Drs Wachid Rasyid Lasiman (d/h Willibrordus Romanus Lasiman) : Apa Agama Yesus?


Ketika beragama Katolik, Lasiman bernama babtis Willibrordus, ditambah nama baptis penguatan (kader) Romanus. Jadilah ia dikenal sebagai Willibrordus Romanus Lasiman. Lasiman atau akrab dipanggil Pak Willi. Kegelisahan demi kegelisahan menyerang keyakinannya. Akhirnya ia pun berkelana dari Katolik ke Kristen Baptis, lalu pindah ke Kebatinan Pangestu (Ngestu Tunggil), mendalami kitab Sasongko Jati, Sabdo Kudus, dan lainnya. Ia juga terjun ke perdukunan dan menguasai berbagai kitab primbon dan ajian. Tujuannya satu, mencari dan menemukan kebenaran hakiki.

Ketika bertugas sebagai misionaris di Garut, Allah mempertemukannya dengan prof Dr Anwar Musaddad, berdiskusi tentang agama. Diskusi inilah yang menuntunnya pada Islam. Allah memberikan hidayah ketika ia berusia 25 tahun. Lalu, Willi pulang ke Yogya dan berdiskusi dengan Drs Muhammad Daim dari UGM. Akhirnya, 15 April 1980, Willi berikrar dua kalimat syahadat, masuk dalam dekapan Islam dengan nama Wahid Rasyid Lasiman. Sejak itu, Willi tekun mengkaji Islam di pesantren. Dari pesantren inilah, Ia menjadi ustadz yang rajin berdakwah dari kampung k kampung di Sleman, Yogyakarta, hingga pelosok kampung di kaki Gunung Merapi.

Untuk memenuhi nafkah keluarganya, Willi mengajar di sebuah SMP Negeri di kota Gudeg. Sedangkan ilmu Kristologi yang dimilikinya sejak jadi misionaris, membuatnya menjadi rujukan jamaah untuk bertanya tentang perbandingan Islam dan Kristen. Ustadz Wahid alias pak Willi, adalah mubaligh tangguh yang mahir dalam Kristologi.

Untuk memuluskan dakwahnya, Willi menyusun buku-buku dan VCD untuk kalangan sendiri, berisi kisah nyata perjalanan rohaninya. Hal ini membuat agama lain cemburu pada dakwahnya yang agresif. Tabloid Sabda, media milik Katolik di Jakarta, pernah menyorot Willi di rubrik utama dengan judul cover "Gereja katolik Kembali Difitnah Mantan Misionaris Willibrordus Romanus Lasiman (Ustadz Drs Wachid Rasyid Lasiman)".

Yang dimaksud Sabda adalah uraian Pak Willi dalam buku Yesus Beragama Islam. Dalam bukunya itu, Willi menyatakan, Yesus sebenarnya bukan beragama Kristen atau katolik, melainkan seorang Muslim. Pemred Tabloid Sabda, Peter, menulis artikel berjudul "Kok berani-beraninya Ustadz Wachid Rasyid Lasiman Meng-Islamkan Yesus".

Kemarahan Peter dalam tulisannya ini, tampak nyata. Sang Pemred ini menggunakan kata-kata kasar dengan menyebut Willi sebagai orang "ngawur, konyol, naif, melancarkan fitnah dan lainnya. Sementara, di akhir tulisan, Peter mengimbau pembacanya, "Bagi umat Kristian, menghadapi fenomena seperti ini sebaiknya dengan kepala dingin saja. Tidak usah emosi karena tidak ada manfaatnya sama sekali."

Sementara itu, dalam menghakimi pendapat Willi, peter menulis, "Kalaupun diperbolehkan menyebutkan Yesus itu agamanya Apa? Maka tentu lebih masuk akal mengatakan Yesus beragama Katolik atau Kristen daripada mengatakan Yesus beragama Islam. Tapi, Yesus sesungguhnya bukan pengikut atau penganut agama Kristen Katolik atau Kristen Protestan, melainkan dialah Kristus sang juru selamat manusia dan dunia. Itulah iman orang Kristen," (hlm 4).

Jadi, apa agama Yesus? pertanyaan ini sering menjadi bahan diskusi yang hangat dan menarik. Jika dijawab Yesus adalah Tuhan dan Juru Selamat manusia, maka dia tak perlu agama dan tak beragama. Maka, pernyataan ini bisa dipahami bahwa Yesus tak beragama, artinya Yesus itu ateis. Menurut Yossy Rorimpadel, dari Sekolah Tinggi Teologi "Apostolos", Yesus itu beragama Yahudi. Lalu, mengapa pengikutnya tak beragama Yahudi?

Jika Yesus beragama Katolik, mana dalilnya? kapan Yesus memproklamirkan dirinya beragama Katolik? Jika dinyatakan, Yesus beragama Kristen Protestan, lebih tidak masuk akal lagi, Sebab, Protestan lahir pada abad ke-16, saat bergulirnya pergerakan Reformasi gereja yang dimotori oleh Martin Luther dan John Calvin.

Pendeta Yosias Leindert Lengkong dalam buku Bila Mereka Mengatakan Yesus Bukan Tuhan menyebutkan, istilah "Kristen" muncul di Antiokhia pada 41 Masehi. Dan, yang mengucapkan kata "Kristen" atau "Kristianos" bukan murid Yesus atau orang terpercaya, tapi justru orang-orang luar (hlm.77). Pendapat ini cukup beralasan, karena dalam Alkitab, Yesus tak pernah bersinggungan dengan kata "Kristen".

Kata ini, muncul pertama kali di Antiokhia setelah Yesus tidak ada. (Lihat Kisah Para Rasul 11:26). Jelaslah, Yesus tak beragama Kristen, baik Katolik maupun Protestan. Riwayat penyebutan "Kristen" tidak mempunyai asal-usul dan persetujuan dari Yesus. Label dan penamaan Kristen diberikan pada pengikut (agama) Yesus, setelah bertahun-tahun Yesus tidak ada.

Tudingan Peter bahwa Willi "meng-Islamkan" Yesus pun tidak tepat. Karena, yang menyatakan Nabi Isa beragama Islam itu bukan Pak Willi alias Ustadz Wachid, melainkan Allah SWT sendiri. Dalam al-Qur'an disebutkan, satu-satunya agama yang diridhai Allah hanyalah ISlam (QS Ali Imran: 19,85,102). Karenanya, semua Nabi beragama Islam dan pengikutnya disebut muslim (QS Ali Imran:84). Islam telah diajarkan oleh paran Nabi terdahulu (QS al-Hajj:78). karena Isa Almasih adalah Nabi Allah, maka dia dan pengikutnya (Hawariyyun) pub beragama Islam (QS al-Maidah:111, Ali Imran :52).

Semua Nabi beragama dan berakidah sama, yakni Islam. Perbedaan mereka hanya pada syariatnya (QS al-Hajj:67-68). Rasulullah saw bersabda: "Aku adalah orang yang paling dekat dengan Isa putra Maryam di dunia dan akhirat. Dan semua Nabi itu bersaudara karena seketurunan, ibunya berlainan sedang agamanya satu (ummahatuhum syattaa wa dinuhum wahid)," (HR Bukhari dari Abu Hurairah ra).

Islam tak mengklaim sebagai agama baru yang dibawa Nabi muhammad ke Jazirah Arabia, melainkan sebagai pengungkapan kembali dalam bentuknya yang terakhir dari agama Allah SWT yang sesungguhnya, sebagaimana ia telah diturunkan pada Adam dan Nabi-nabi berikutnya.

Satu-satunya kitab suci di dunia yang mengungkapkan agama Yesus, hanya al-Qur'an. Al-Qur'an menyebutkan, Nabi Isa sebagai Muslim, sedangkan Bibel tidak menyebutkan Yesus beragama Kristen atau Yahudi. Kok, berani-beraninya Peter menuduh Willi ngawur. Lalu, mengatakan lebih masuk akal, jika Yesus beragama katolik atau Kristen daripada Yesus beragama Islam. (sabili/al-islahonline.com)
________________________________________

Dari Pesantren ke Pesnatren : PP AL HAWAARIYYUN, Terapkan Diklat Sistem Paket

PONDOK pesantren selama ini identik dengan tempat pendidikan agama Islam dan para santri mondok di lingkungan pesantren. Di Ponpes Al Hawaariyyun, kelaziman tersebut ternyata tidak terjadi. “Kami menerapkan pendidikan kilat sistem paket. Peserta dikelompokkan dalam satu paket dan pelajaran diberikan dengan metode singkat,” kata ustadz Drs H Willibrordus Romanus Lasiman, pengasuh PP Al Hawaariyyun.

Tujuan utama dari pesantren ini adalah membentuk sikap dan wawasan dasar tentang Islam, serta menanamkan ajaran agar santri tidak terpengaruh untuk masuk ajaran agama lain. Misi tersebut sebenarnya sangat berat. Rasanya tidak mungkin diberikan dalam waktu singkat. Namun, karena ustadz Willi sebelum menganut Islam dan kemudian mendirikan pesantren adalah penganut agama lain, sehingga dia mempunyai strategi penguatan aqidah Islam yang praktis dan efektif.

“Cukup dengan pertemuan intensif selama sepuluh jam, saya bisa meyakinkan dan menguatkan kepercayaan santri akan kebenaran ajaran Islam. Tetapi, tidak sedikit santri kurang puas hanya bertatap muka sepuluh jam. Sehingga, rata-rata proses diklat berlangsung tiga hari,” tambah Willi yang setelah menganut Islam bernama H Wakhid Rosyid Lasiman ini.

Selama diklat, rombongan santri tinggal di komplek pesantren yang terletak di dusun Cakran Wukirsari Cangkringan Sleman. Jumlah peserta per paket sangat variatif. Dua santri pun dilayani. Tapi, rata-rata tiga puluh orang. Tingkat usia dan pendidikan tidak menjadi soal. Kebanyakan, santri diklat berasal dari luar daerah, seperti Magelang, Surabaya, Bogor dan Jakarta.

Justru santri dari lingkungan sekitar pesantren jumlahnya minim. Mungkin, mereka belum terbiasa dengan sistem pendidikan kilat. Namun bukan berarti masyarakat sekitar tidak peduli dengan keberadaan Al Hawaariyyun. “Setiap kami menyelenggarakan kegiatan, masyarakat selalu berpartisipasi. Termasuk ketika membangun gedung pesantren,” katanya lagi.

Beberapa santri Al Hawaariyyun merupakan penganut Islam baru. Ini barangkali dilatarbelakangi perjalanan sang ustadz yang sebelumnya non muslim.

Tidak ada semacam standar biaya diklat. Santri diminta untuk menghitung, apa saja yang menjadi kebutuhannya selama diklat. Misalnya kebutuhan konsumsi. Mereka boleh memasak sendiri atau menyerahkan ke pengelola pesantren. Lalu jika santri ada kelebihan dana, boleh berinfak untuk membantu membayar rekening listrik. “Tidak ada ketentuan untuk honorarium ustadz,” aku guru SMP 15 Yogya ini.

Biaya operasional pondok termasuk pembangunan gedung, sebagian besar diambilkan dari hasil penjualan buku karya Willi. Setelah masuk Islam, ia berhasil menerbitkan empat buku. Juga, sebagian gaji Willi dan isterinya sebagai pegawai negeri serta uang transpor yang diperoleh jika berceramah ke luar kota, disumbangkan untuk mendanai operasionalisasi pesantren.

Pesantren ini didirikan sekitar tahun 1987. Berarti tujuh tahun setelah Willi mendalami Islam dan sempat nyantri ke beberapa kiai dan PP Jaga Satru, Cirebon asuhan KH Ayib Muhammad. Selain menyelenggarakan diklat, Al Hawwariyyun juga mengkoordinir penyaluran zakat dan hewan kurban di wilayah Kaki Merapi. Juga, mengkoordinir kegiatan 15 Taman Pendidikan Al Qur’an.

Metode pendidikannya dengan ceramah, diskusi dan latihan memecahkan masalah melalui metode taktis dan praktis. Selama pertemuan, dibiasakan metode dialogis.

Jumlah santri peserta diklat telah mencapai angka ribuan orang. Selain menyelenggarakan pendidikan di lingkungan pondok, pesantren ini juga sering menggelar diklat di luar pondok. Bahkan ke luar kota, seperti Bogor dan Jakarta. “Tidak sedikit pula sekelompok masyarakat mengundang kami datang ke rumah salah satu peserta dan proses diklat dilangsungkan di sana,” tambahnya.

Willi mengaku, sebelum menganut Islam, dia seorang petualang agama. Pernah dibaptis, beberapa kali mengikuti aliran kepercayaan serta nyantrik ke dukun untuk meguru ilmu kanuragan sudah tidak terhitung. “Dari petualangan itu, saya hanya mendapat kehampaan. Tidak ada ketenangan, bahkan yang ada hanya rasa cemas dan takut. Tapi, setelah mendalami Islam, hidup ini jadi tenang dan indah!” tuturnya


Mualaf Latin di Amerika


Perasaan aneh dulu selalu dirasakan Jackie Avelar setiap kali terbangun saat subuh. Jam beker bersuarakan adzan lima kali sehari semalam, yang selalu membangunkannya dari tidur, tergeletak di satu pojokan ranjang.

Di pojok lain, sebentuk patung kecil Bunda Maria berlingkarkan rosario, lembut menatapnya. Sebagai seorang muslimah, sudah lama Jackie ingin menyingkirkan patung tersebut. Tapi dengan darah latin yang mengalir di tubuhnya, itu tak mungkin ia lakukan. Ayahnya, seorang penganut Katolik yang taat asal El Salvador, menginginkan patung itu tetap berada di sana. ''Saya merasa harus menghormati beliau,'' kata Jackie. Akhirnya, Jackie menemukan sendiri jalan tengah yang dirasanya nyaman: patung itu ditutupnya dengan foto keluarga besarnya.

Hingga kini, wanita 31 tahun itu mengaku masih harus berjuang dengan banyak hal. Berjuang menemukan keseimbangan dalam keluarga, berupaya nyaman berhadapan dengan dunia luar. Bahkan terus melawan dirinya sendiri.

Wajar saja, sebelumnya, Jackie tumbuh sebagai 'gadis pantai yang ceria'. Mengenakan tank-top layaknya gadis-gadis muda, saling menyentuh dengan lawan jenis dalam irama salsa yang panas. Kini, Jackie Avelar adalah tipikal seorang muslimah 'konservatif' yang memilih berbusana muslim dan menghindari pergaulan terbuka dengan laki-laki.

Jackie adalah muslim pertama di keluarga besar yang tak pernah mengenal agama selain Katolik itu. Perjalanan keluar dari negeri asal, yang membuat Jackie, juga ribuan imigran Amerika Latin lainnya, menemukan agama yang mereka rasakan cocok. Beberapa ratus diantaranya bertempat tinggal di wilayah Washington. Lainnya tersebar di seluruh Amerika.

Jumlah persisnya? Tak bisa dipastikan, tetapi diperkirakan antara 40 ribu hingga 70 ribu jiwa. Diduga, proses peralihan agama itu dipermudah dengan maraknya beredar Al Qur'an berbahasa Spanyol, majalah-majalah ke-Islaman, serta website. Tetapi, dengan memeluk agama baru itu, para imigran Latin tersebut langsung harus menghadapi perjuangan baru -- diskriminasi terhadap muslim, apalagi setelah peristiwa 11 September. ''Kadang timbul perasaan seolah mengkhianati jati diri, seolah meninggalkan keluarga besar,'' kata Jackie, perempuan bertubuh kecil, bersuara lembut, dengan muka bulat itu.

Para mualaf itu datang dari seantero Amerika Latin. Mereka umumnya beralasan, dalam Islam mereka menemukan kesalehan dan kesederhanaan yang tidak ditemukan dalam Katolikisme. Selain itu, sebagaimana keterikatan yang kuat dalam budaya Latin, Islam menekankan pentingnya keluarga. ''Hal itulah yang membuat para mualaf itu gampang beradaptasi,'' kata Jackie.

Sebagian lainnya termotivasi akibat perasaan terasing sebagai imigran di negeri orang. Apalagi umumnya para wanita Latin itu merasa betapa budaya barat -- termasuk budaya yang membesarkan mereka, begitu masokis. Lain lagi dengan Priscilla Martinez. Peralihan agama yang dialami generasi ketiga imigran asal Meksiko itu diawali dengan pertanyaan.

Dibesarkan di Texas, bukan sekali dua Martinez bertanya kepada para pastur tentang kepercayaan Trinitas -- Allah Bapa, Anak, dan Ruh Kudus -- dalam Katolikisme. Menurut pengakuannya, jawaban apapun yang diberikan para pendeta itu tidak pernah memuaskannya.

Pertanyaan itu kemudian berkembang, hingga akhirnya, ''Saya merasa tak punya hubungan apapun dengan Tuhan,'' kata Martinez, yang kini tinggal di Ashburn, bersama suami dan anak-anak mereka. Perkenalan Martinez dengan Islam sendiri berawal saat ia kuliah di University of Texas. Bermula dari kursus tentang sejarah Timur Tengah, dilanjutkan dengan aneka kegiatan kemahasiswaan yang melibatkan para mahasiswa muslim di universitas tersebut, pada akhir tahun pertamanya itu Martinez langsung mengucap syahadat. Dan itulah awal perjuangannya. Saat memberitahu keluarga yang merasa aneh dengan tingkah laku dan pakaian yang dikenakannya, kontan Martinez diancam dengan dua pilihan. Atau tinggalkan Islam dan kembali memeluk agama keluarga, atau pergi dari rumah. Martinez memilih meninggalkan rumah.

''Persoalannya lebih kepada budaya,'' kata Martinez, mengenang. ''Mereka merasa asing dengan saya, apalagi ketika tahu bahwa saya tak pernah lagi datang ke gereja.'' Ia sendiri kini merasa tenteram dalam keluarganya. Hanya satu hal dari dunianya yang lama yang masih membuatnya kehilangan -- berenang. Tetapi tidak sepenuhnya, karena saat ini pun Martinez mengaku masih bisa berenang dalam kolam renang di rumahnya sendiri. Atau kalaupun di luar rumah, sebelumnya ia memastikan bahwa temannya berenang semuanya wanita di sebuah kolam renang yang tertutup.

Keinginan untuk lebih dekat dengan pencipta, membuat Margareth Ellis berganti keyakinan. Menurut Ellis, di Panama, negara asalnya, Katolikisme yang berkembang, jauh dari religius. ''Padahal saya ingin memiliki hubungan yang dalam dengan Tuhan,'' kata Ellis. Tidak hanya itu, di AS, Ellis merasa terkucil. Sebagai wanita latin berkulit hitam, ia merasa warga Afro-Amerika pun tidak sepenuhnya bisa menerimanya. ''Saat saya berinteraksi dengan komunitas muslim, saya justru merasa nyaman. Mereka umumnya tak mempersoalkan darimana asal Anda, apa warna kulit Anda,'' kata Ellis yang kini mengubah nama menjadi Farhahnaz Ellis.

Sempat juga setelah Elllis berganti agama, bibinya sempat bertanya, ''Bagaimana mungkin kamu dapat meninggalkan kepercayaan ibu-bapakmu?'' Ellis tidak merasa perlu menjawab. Dengan beralih agama, kini identitasnya sebagai orang Latin --sebagaimana mualaf latin lainnya --tak nampak sudah. Pernah suatu saat Ellis yang berpakaian hijab, melintasi dua orang wanita latin di pusat kota. Kontan kedua wanita itu berkata keras dalam bahasa Spanyol, mengatai dirinya. ''Lihat,'' kata mereka, ''Wanita itu sinting, betapa panasnya.'' Tentu saja, Ellis yang berperawakan tinggi langsing, langsung menemui mereka dan membalas dengan bahasa Spanyol. ''Mereka langsung pergi,'' kata Ellis.

Ada berkah lain yang dialami Jackie begitu dirinya masuk Islam. Sebelumnya, Jackie selalu saja digoda pria-pria pekerja kasar, manakala lewat melintasi mereka. ''Oy, mamacita!'' teriak mereka, sambil bersiul. Setelah masuk Islam dan mengenakan hijab, hal itu tak pernah lagi ia temui. ''Mereka kini diam, Alhamdulillah,'' kata Jackie. Menurut para mualaf itu, tantangan terbesar sebenarnya keluarga. ''Saya baru berani memberi tahu ayah setelah dua bulan berganti kepercayaan,'' kata Jackie. Memang, saat itu ayahnya masih mencoba memengaruhinya untuk kembali. Namun ia segera sadar, putrinya telah memiliki tekad yang kuat untuk berubah.



Mei Lan (Intan Nur Sari) : Bermimpi Membaca Al-Qur'an

Sejak kecil saya bagaikan hidup di dua muara. Papa dan sanak keluarganya beragama Budha Konghucu. Sedangkan, dari pihak keluarga mama beragama Kristen Protestan. Mama sendiri, miskipun rajin ke gereja, tetapi di KTP-nya beragama Budha Konghucu. Barangkali atau mungkin sebagai istri orang Tionghoa, mama harus ikut agama suami.

Saya sendiri, sejak kelas V SD mulai aktif ikut kebaktian di gereja yang terletak di sekitar Gunung Sahari, Jakarta Pusat. Hal itu saya lakukan karena dorongan mendiang oma (nenek dari pihak mama). Beliau amat khusyu menjalani kehidupannya sebagai seorang Kristen yang saleh. Amat berbeda dengan kehidupan keluarga besar papa. Mereka, meskipun beragama Budha, namun tampak kurang begitu mempedulikan agamanya. Dalam lingkungan kelurga yang seperti itulah, saya dan adik saya, Grace, dibesarkan. Yang mengherankan, adik saya itu sejak kecil tidak pemah mau diajak ke gereja. Bahkan, ia memiliki kitab suci Al-Qur'an terjemahan terbitan Departemen Agama RI. Sebab itulah, is paling dibenci oleh pihak keluarga mama.

Setelah remaja, saya aktif di Gembala Remaja (organisasi remaja gereja) daerah Gunung Sahari. Sebetulnya, itu hanya sekadar untuk mengisi waktu saja, di samping karena ajakan keluarga mama. Kurang lebih 3 tahun saya aktif di organisasi itu. Setiap minggu saya selalu mengikuti Pembacaan Alkitab. Sedangkan, pada selasa sore saya mengikuti Perkabaran Injil, semacam diskusi atau debat tentang berbagai masalah keagamaan.

Karena aktivitas saya itu, pada pertengahan tahun 1989 saya termasuk di antara 10 orang jemaat yang ikut dibaptis. Sebetulnya pada waktu itu saya tidak siap untuk dibaptis, karena sampai sejauh itu hati kecil saya masih belum meyakini kebenaran Kristen. Dalam acara debat yang sering diadakan untuk Gembala Remaja, saya sering menunjukkan beberapa kejanggalan yang saya jumpai dalam Alkitab (Injil). Terutama yang menyangkut kisah dan sejarah.
Meninggalkan Gereja

Seiring dengan hasrat saya untuk mencari kabenaran, maka ketika duduk di kelas II SMP, saya mulai rutin mengikuti pelajaran agama (Islam) di kelas, meskipun guru agama pada waktu itu membebaskan siswa non-muslim untuk tidak mengikutinya. Kebiasaan itu terus saya lanjutkan sampai saya bersekolah di sebuah SMEA swasta di Jakarta Utara. Saya mulai membandingkan beberapa hal antara Islam dan Kristen. Waktu itu, dengan nalar yang masih sederhana saya menyimpulkanbahwa Kristen dan Islam sebagai sesuatu yang "serupa tapi tak sama".

Mungkin kesimpulan itu tidak tepat. Tetapi begitulah, saya melihat ada beberapa kesamaan, misalnya tentang sejarah nabi-nabi. Dalam Injil terdapat kisah para rasul. Begitupun dalam Al-Qur'an. Kebetulan pada saat yang bersamaan materi pelajaran yang saya terima di gereja dan di sekolah hampir lama, yakni pembahasan tentang sejarah nabi. Bedanya, di gereja menurut versi Injil, sedangkan di sekolah versi AlQur'an. Sehingga, jika guru agama di sekolah melempar pertanyaan, saya sering menjawabnya. Tentu saja, itu membuat kawan-kawan saya heran.

Tetapi, ada sesuatu yang sangat mendasar yang membedakan antara Kristen dan Islam, yaitu konsep ketuhanannya. Kristen menjabarkan pengertiaan keesaan Tuhan pada konsep Trinitas. Terus terang, ini sesuatu yang amat rumit untuk dijelaskan.

Bagaimana mungkin menjelaskan wujud Tuhan Yang Esa dalam tiga oknum yang terpisah (Tuhan Bapa, Tuhan Anak, dan Roh Kudus). Sedangkan, Islam memiliki konsep ketuhanan yang amat sederhana, tetapi jelas dan tegas. Tauhid sebagai konsep ketuhanan kaum muslimin menegaskan bahwa Allah adalah Esa. la tidak beranak, dan tidak pula diperanakkan. Dan, tidak ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya.

Penjelasan konsep tauhid oleh guru agama di SMEA tempat saya sekolah itu, menurut saya lebih masuk akal ketimbang penjelasan konsep trinitas yang disampaikan pendeta di gereja. Sejak itu saya menjadi malas pergi ke gereja. Itu terjadi pertengahan 1990, tidak lama setelah oma yang saya cintai meninggal dunia. Terus terang, saya semakin rajin ke gereja karena dorongan beliau. Dan setelah beliau wafat, rasanya tidak ada lagi ikatan batin yang menghubungkan saya dengan gereja.

Setelah itu, saya menarik diri dari semua kegiatan gereja. Mama pun, karena faktor kesehatannya mulai jarang mengikuti kebaktian. Dalam kondisi seperti itu, saya lebih banyak berdiam diri di rumah. Pada suatu hari, teman main saya memperkenalkan saya dengan seorang pemuda. Nama-nya Harris. Dari wajahnya saya menduga ia peranakan Tionghoa.
Mimpi Membaca Al-Qur'an

Kurang lebih seminggu setelah perkenalan dengan Harris, saya bermimpi didatangi seorang tua yang berjubah putih. Dalam mimpi itu saya mengenakan jilbab (kerudung panjang yang menutupi leher dan dada), sedangkan Harris, mengenakan kopiah hitam. Kami duduk bersila berdampingan. Tanpa berbicara sepatah pun, orang tua berjubah itu pun memberikan saga sebuah buku yang ternyata adalah Kitab Suci AlQur'an. Dengan bahasa isyarat ia menyuruh saya untuk membacanya. Aneh, ternyata saya begitu lancar membacanya. Saya terus membaca, sampai akhirnya saya terjaga dari tidur. Hari masih gelap, karena belum masuk waktu subuh.

Saya tersentak kaget. Mimpi itu begitu aneh. Bagaimana mungkin saya dapat begitu lancar membaca Al-Qur'an? Semula saya tidak ingin menceritakan mimpi itu kepada siapa pun. Tetapi setelah beberapa hari, hati ini amat resah. Saya tidak tahan untuk berdiam diri. Akhirnya, saya ceritakanlah mimpi saya itu kepada seorang tetangga sebelah runah.

Tanpa saya duga ia mengatakan bahwa dalam waktu yang tidak begitu lama saya akan masuk Islam. "Apa iya?" kata saya dalam hati. Sedangkan, saya belum punya niat untuk masuk Islam. Selama beberapa hari saya dilanda kebimbangan. Beberapa hari kemudian Harris datang bertandang. Saya iebih banyak berdiam diri. Akhirnya, ia menanyakan apakah saya masih sering ke gereja. Saya menjawab saja sekenanya kalau saya lagi malas ke gereja. Lalu, tanpa saya duga ia menyarankan agar saya masuk Islam saja.

Tentu saja saya amat heran. "Lho, kamu kan Kristen, kok menyarankan saya masuk Islam?" tanya saya tidak percaya. Justru ia yang kaget. "Siapa bilang saya Kristen, saya Islam kok?" katanya sambil mengeluarkan KTP-nya. Baru pada malam itu saya mengetahui kalau Harris yang saya sangka peranakan Tionghoa itu, ternyata orang Jawa, dan beragama Islam. Habis wajahnya mirip orang Cina, sih.

Saya merasa antara mimpi dan saran Harris merupakan suatu mata rantai petunjuk dari Yang Maha kuasa. Akhirnya, saya ceritakanlah mimpi aneh itu kepada Harris. Ternyata, komentar Harris sama dengan komentar tetangga tadi. Seminggu setelah itu, usai pelajaran agama di sekolah, langsung saya utarakan niat saya kepada bapak guru agama bahwa saya ingin masuk Islam. Harris pun saya beritahu. la pun banyak membantu mengurus proses keislaman saya di KUA (Kantor Urusan Agama).

Mama sebagai orang yang paling dekat dengan saya, tentu saja saya beritahu. Mama tidak keberatan. la bahkan menasihati saya setelah menjadi orang Islam agar benar-benar melaksanakan ajaran-ajaran Islam. Sebab, menurut mama, orang memilih suatu agama bukan untuk main-main. Tetapi kepada papa, saya memang sengaja tidak memberitahu.

Singkat cerita, pada hari Kamis pertengahan Agustus 1992, bertempat di kantor KUA Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara, saya berdua dengan adik saya, Grace, mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat dengan disaksikan bapak guru agama SMEA Yanindo, Pak Syaiful (Pengurus Masjid An-Nur Ancol), beberapa orang kawan sekolah, dan tentunya Harris yang sekarang menjadi "teman dekat" saya.

Kini, setelah menjadi muslimah saya mempunyai nama hijrah Intan Nur Sari. Sekarang ini saya sedang mengikuti bimbingan membaca A1-Qur'an di TPA Masjid An-Nur Ancol, Jakarta Utara. Mohon doa dari ikhwan/akhwat seiman di tanah air agar saya dan adik saya diberikan kekuatan iman dan Islam dalam mempertahankan keyakinan kami ini.



Jung Li Fung (Suryani), Menemukan Kebahagiaan dalam Islam

Nama saya Jung Li Fung, itu nama yang diberikan papa saya, Jung Se Hin alias Kartono, WNI keturunan Cina yang lahir di Ketapang. Sedangkan, mama saya berdarah campuran Cina-Dayak, dari pedalaman Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Saya sendiri lahir pada 17 Agustus 1973, sebagai anak tertua dari 6 bersaudara.

Kami dibesarkan di Desa Nanga, Sepauk, dari keluarga yang masih teguh memegang tradisi leluhur, Konghucu. Meskipun begitu, saya dan adik-adik sempat terombang ambing dalam keyakinan yang tidak menentu. Walaupun papa dan mama mengaku beragama Kristen Katolik, tetapi mereka tidak pernah mengarahkan kami, anak-anaknya, untuk menjadi domba Yesus yang baik.

Sewaktu duduk di bangku SMP, saya mulai aktif mengikuti kegiatan keagamaan, baik di sekolah maupun di gereja. Meskipun begitu, teman-teman akrab saya baik di tempat tinggal maupun di sekolah, justru lebih banyak yang beragama Islam. Kebetulan, lingkungan masyarakat tempat tinggal kami mayoritas orang muslim.

Meskipun WNI keturunan Cina juga banyak tinggal di daerah ini, tetapi mereka seperti enggan berbaur dengan pribumi. Keadaan seperti inilah yang mulai mempengaruhi jalan pikiran saya. Saya sering melontarkan kritik kepada teman-teman sesama WNI keturunan. "Mengapa kita masih berkiblat kepada tanah leluhur, sedangkan kita sudah beragama Katolik," tegas saya.

Masa remaja saya berjalan wajar dan kerena pendirian saya itu, saya lebih suka bergaul dengan remaja pribumi. Dari merekalah saya banyak mengetahui seluk-beluk adat istiadat penduduk pribumi. Termasuk agama Islam sebagai agama yang dianut mereka.

Dan, ketika duduk di SMP itu pula saya berkenalan dengan seorang pemuda yang bekerja di toko pakaian jadi. la berasal dari Pasaman, Sumatra Barat, dan lama bermukim di Sintang. Namanya Tasriful. Meskipun usianya terpaut jauh dengan usia saya, tetapi pembawaannya yang ramah dan harmonis telah mempertautkan jiwa kami berdua dalam ikatan batin yang sulit saya lukiskan dengan kata-kata. Kendati keyakinan kami berbeda, tapi itu tak menghalangi kami untuk bersahabat.

Orang tua saya yang sudah maklum dengan pergaulan saya yang lebih suka berteman dengan remaja pribumi, tidak begitu mempersoalkan kedatangan Tasriful. Tetapi, ketika pemuda itu mulai rutin mengunjungi saya, orang tua saya mulai waspada. Papa mengingatkan agar saya menjaga jarak dengan pemuda itu, karena kami berbeda agama. Kami Katolik, sedangkan dia Islam.
Lari dan Masuk Islam

Meskipun orang tua saya, terutama papa telah mencurigai hubungan kami, tapi terus terang, saya amat mengagumi pribadi Tasriful. la pemuda yang bersikap dewasa, penuh tanggung jawab, penyabar, dan bisa membimbing. Saya sudah berbulat hati untuk memilihnya sebagai teman hidup, meski apa pun yang akan terjadi.

Masa pacaran kami lebih banyak diisi dengan perbincangan tentang persoalan keyakinan. Karena penjelasannya yang rasional, saya pun dapat menerima kebenaran Islam. Apalagi saga lihat agama Katolik tidak mampu menjembatani pembauran antara pribumi dan WNI keturunan. Saya melihat hanya Islamlah yang dapat menuntaskan proses pembauran tersebut.

Dan seperti yang sudah saya duga, hubungan kami mendapat tantangan keras dari keluarga. Terutama papa, is bersikap amat keras. Tak perlu saya jelaskan apa yang menimpa diri saya dengan kenekatan saya yang tetap berhubungan dengan Tasriful. justru Tasriful yang prihatin dengan keadaan saya sehingga ia menyarankan agar saya sementara waktu hijrah ke 'suatu tempat yang aman. Katanya, ini demi keselamatanjiwa saya sendiri. Terutama untuk menyelamatkan cita-cita suci, yaitu ingin masuk Islam.

Atas dasar pertimbangan yang seperti itu, akhirnya saya mengambil keputusan lari dari rumah. Meskipun berat, tetapi demi satu pilihan, saya rela berpisah dari keluarga. Alhamdulillah, saya diamankan ke rumah kenalan Tasriful yang menjadi lurah di salah satu kelurahan di Kecamatan Sintang. Namanya Bapak M. Sa'ie Usman. Dengan tulus beliau dan istrinya menerima kehadiran saya.

Sementara itu, dengan kedudukannya sebagai lurah, Bapak M. Sa'ie tentu tak ingin dituduh menyembunyikan anak gadis orang. Apalagi pada waktu itu umur saya barn 17 tahun. Maka, ia pun mendatangi orang tua saya dan menggambarkan bahwa saya, anaknya, ada di rumahnya. Tetapi, ia pun mengingatkan bahwa hal itu ditempuhnya demi keselamatan fisik dan keyakinan saya. Karena yang datang seorang pamong desa maka orang tua saya pun tidak berani macam-macam. Meskipun sangat kecewa dan marah dengan sikap saya, tapi akhimya mereka toh tetap hadir pada hari yang bersejarah dalam hidup saya.

Hari itu, tanggal 13 Oktober 1990, bertempat di rumah Lurah M. Sai'ie Usman yang juga dihadiri tokoh-tokoh masyarakat Sintang, termasuk kerabat saya yang WNI keturunan, berlangsunglah tiga peristiwa yang amatbersejarah sekaligus.

Pertama, serah terima perwalian dari ayah kandung saya, Jung Se Hin alias Kartono, kepada Bapak M. Sa'ie Usman selaku ayah angkat dengan ditandai dan dikuatkan ketentuan adat istiadat yang berlaku.

Kedua, upacara pengislaman (pensyahadatan). Setelah upacara serah terima perwalian selesai, saya pun mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat di hadapan ayah angkat saya. Oleh beliau saya diberi sebuah nama baru, Suryani. Sejak itu saya bukan lagi Jung Li Fung yang beragama Katolik, tetapi Suryani yang muslimah.

Ketiga, setelah resmi menjadi seorang muslimah, saya langsung dinikahkan oleh ayah angkat saya dengan Tasriful yang telah menyelamatkan keyakinan saya. Yang membahagiakan diri saya, karena ketiga peristiwa yang bersejarah itu disaksikan langsung oleh papa saya, kerabat, dan keluarga besar WNI keturunan di Desa Nanga Sepauk. Mama amat terharu. Tetapi apa mau dikata, itu sudah takdir bagi saya yang tak terelakkan.

Setelah akad nikah selesai, saya langsung menerima ucapan selamat dari seluruh warga, Keluarga Besar Minang di Sintang. Termasuk dan kawan-kawan sekolah saya yang sangat terharu dan gembira dengan keislaman saya itu.

Setelah kemarahan papa saya sudah agak reda, ayah angkat saya yang selalu memantau keadaan kami, menyarankan agar saya dan suami sowan (berkunjung) ke rumah orang tua saya di Sintang.

Alhamdulillah, sekeras-kerasnya sikap papa, akhirnya luluh juga hatinya dan mau menerima kehadiran kami. Alhamdulillah, berkat bimbingan suami, serta ayah angkat, saya yang mualaf ini sudah bisa melaksanakan shalat, puasa dan lain-lainnya, meskipun belum sempurna.

Saya benar-benar merasa bahagia dan berjanji akan senantiasa meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT dan akan menjadi istri yang baik dan setia, dapat membimbinganak-anak kami kelak menjadi generasi muslim yang baik. Semoga Amin.








Selengkapnya...