Sabtu, 19 November 2011

Game untuk kaum muslim>>>>>>>>>

Game untuk belajar dan untuk hiburan baik untuk anak kita maupun untuk kita orang tua....


game untuk membantu anak belajar mengaji di HERE

game mewarnai membantu anak senang belajar mewarnai di SINI  

game hijaiyah juga tapi beda diSINI YAAAAA Selengkapnya...

Rabu, 16 November 2011

SUTRADARA FILM AYAT-AYAT CINTA TERNYATA TIDAK SHOLAT

Pembuatan film yang dianggap Islami dengan biaya 25 miliar rupiah ternyata menurut sorotan pengamat film, tidak mencerminkan jiwa Islam. Justru hanya sekadar “jualan” cinta menye-menye. Padahal penulis novel aslinya tidak begitu.

Ada film yang dianggap Islami, penulisnya dianggap tahu Islam, tapi oleh pengamatnya dianggap tidak memberi kesan jiwa Islam. Hingga ketika difilmkan, justru ada hal-hal yang memberikan kesan bahwa pacaran itu boleh dalam Islam, lebih-lebih ketika novel itu telah difilmkan. Sedang sutradara film itu ketika membuat film yang dianggap Islami itu dia tidak shalat dan tidak puasa serta tidak berdoa, padahal di bulan Ramadhan. Itu pengakuan sang sutradara film itu sendiri yakni Hanung Bramantyo:

Pada saat proses pembuatan film Ayat-Ayat Cinta itu, saya tidak melakukan salat apa pun. Saya tidak salat. Itu pada saat bulan Ramadlan. Saya juga tidak puasa dan tidak berdoa. Saya mencoba untuk berkesenian total dan saya percaya dengan kemampuan otak saya. Jadi saya menisbikan sesuatu yang berada di luar otak. Sementara yang religius itu tidak. Saya tidak percaya itu semua.(nahimunkar.com)

‘Di Bawah Lindungan Kabah’: Sekadar Cinta Menye-menye? Jakarta - Ketika orang membahas film terbaru Hanny Saputra ‘Di Bawah Lindungan Ka’bah’ (DBLK), maka pembicaraan pun berfokus pada soal “product placement” yang ngawur. Bagaimana bisa di Padang pada 1920-an sudah ada Gerry Cholocatos, Kacang Garuda, dan Baygon?

Tentu saja pembahasan soal desain produksi ini menarik. Film berlatar sejarah perlu penanganan desain produksi khusus. Jika salah, maka rusaklah konsep sejarahnya. Walau pun, agar adil, kita harus akui bahwa setting 1920-an digarap dengan cukup apik, mulai dari busana, cara surat-menyurat, pernak-pernik seperti jam dan piring, stasiun di masa Belanda, dan khususnya Masjidil Haram era itu.

Wajarlah, bujetnya, menurut pengakuan produsernya, mencapai Rp 25 miliar. Dan dari sinematografi besutan Ipung Rachmat Syaiful, film ini sangat memuaskan dan dapat menghadirkan suasana Sumatera dan Mekkah di era kolonialisme. Sayangnya, ada satu hal fatal lainnya yang merusak konsep “film period”: lagu Opick yang terdengar modern.

Cukup dengan berbagai elemen pendukung. Bagaimana dengan cerita? Apakah ruh HAMKA yang hadir di novelnya masih terjaga di filmnya? Sebelum menjawab, mari kita lihat alur ceritanya. Intinya adalah kasih tak sampai. Hamid (Herjunot Ali) adalah seorang pemuda yang sopan, intelek, dan tampan. Masalahnya, ia dan ibunya (Jenny Rachman) orang miskin dan bekerja pada Haji Jafar (Didi Petet) orang kaya di kampungnya, yang mempunyai putri cantik bernama Zainab (Laudya Cyntia Bella).

Zainab dan Hamid saling mencintai, tapi perbedaan kelas tentu tak bisa mereka lawan. Apalagi Zainab akan dijodohkan dengan anak orang terpandang yang sedang bersekolah di Jawa. Maka inilah pinta Zainab: “Jika mimpimu untuk ke tanah suci tercapai, aku titipkan doaku, agar aku menikah dengan orang yang aku cintai dan pria itu juga mencintaiku”.

Sebuah tragedi muncul. Untuk menolong Zainab yang tenggelam di sungai, Hamid harus berbuat sesuatu yang dipandang tidak senonoh, dan akhirnya diusir dari kampung—hal ini tidak ada di novelnya.

Apa pernyataan HAMKA di novelnya? Pada Ringkasan dan Ulasan Novel Indonesia Modern yang disusun Maman S. Mahayana dinyatakan bahwa Hamka mengkritik adat perkawinan, serta sikap para orangtua yang mengaku Islam tetapi sebenarnya tidak berjiwa Islam. Apakah hal itu tercermin di filmnya?

Sebagian besar film berfokus pada kasih tak sampai, pada kisah cinta-cintaan. Film berdurasi sekitar 2 jam ini seolah hendak menggabungkan antara tema agamis dengan budaya pop, agar bisa merengkuh sebanyak mungkin penonton—dari jamaah majelis taklim, pembaca HAMKA, hingga abege penggemar Junot dan Bella. Akibatnya, film ini beralih menjadi kisah cinta menye-menye yang melodramatis dan bertujuan menguras air mata (yang tak selamanya berhasil). Mirip dengan kompromi Hanung Bramantyo di ‘Ayat-Ayat Cinta’ yang membuat Fahri menjadi tokoh Si Boy dalam ‘Catatan Si Boy’.

Masalahnya, Hamid, seperti juga Fahri, adalah sosok yang tampaknya lemah, bukan sabar yang tegar dan melawan kezaliman. Kita tahu HAMKA adalah tokoh besar Muhammadiyah, yang punya banyak ide-ide pembaharuan. Tapi Hamid, tidak terlihat dakwahnya sebagai pembaharu. Memang, dia diperlihatkan menjadi lulusan terbaik Thawalib, sekolah Islam modernis. Ia pun berfoto dengan para modernis senior, Ahmad Dahlan dan Agus Salim. Tapi, mana sepak terjangnya—kecuali persoalan cinta, mengurus ibunya, dan cita-cita naik haji?

Kita lihat, bagaimana karya-karya Asrul Sani (baik sebagai penulis skenario dan sutradara) menceritakan tentang pembaharu. Di ‘Al-Kautsar’ misalnya ada tokoh Saiful Bahri dari Pesantren Pabelan. Di ‘Para Perintis Kemerdekaan’—yang adalah adaptasi bebas dari novel DBLK dan otobiografi ‘Ayahku’—ada Halimah yang menentang keras hukum adat yang menzalimi hak perempuan. Keduanya menyatakan modernisasi yang bergulat dengan kekolotan tradisionalis, orang luar berdakwah ke sebuah kampung dan mendapat tantangan kaum konservatif. Hal ini tidak terjadi di DBLK.

Apalagi saat Hamid diadili karena perbuatan yang dinilai tak senonoh tadi, sama sekali tidak terlihat pembaruan. Memang ada perdebatan di antara pemangku adat dan ulama soal pro-kontra hal yang dianggap baru ini (hal yang berbeda dengan ‘Perempuan Berkalung Sorban’ yang tidak ada sama sekali pembelaan agamis dari tokoh yang teraniaya). Tapi, Hamid sendiri tidak membela diri apapun atas tindakannya, kecuali berkata, “Apapun keputusannya, saya akan terima”.

Dan, akhirnya, walau tidak dinyatakan bersalah, ia dihukum dengan cara diusir dari kampung. Tapi, tetap, tidak ada pernyataan dari para ulama itu ke masyarakat yang marah,dan akibatnya Hamid pun tetap dianggap salah dan dihina-dina. Dan, belakangan, Hamid merasa telah difitnah. Siapa yang memfitnah? Di film itu, tidak terlihat satu pun yang menghasut, berbeda dengan film ‘Al-Kautsar’ yang konfliknya sangat tajam dan karakter antagonisnya (Harun) terlihat jelas ingin memisahkan Saiful dengan Halimah, menuduh Harun berzina, bahkan madrasah Hamid dirusak massa.

Intinya, cerita direduksi sedemikian rupa, sehingga yang paling menonjol adalah kisah cinta melodrama (yang maunya berfungsi sebagai) penguras air mata, dan akhirnya menutupi nilai-nilai dan pernyataan yang ingin dihantarkan HAMKA sebagai penulis novelnya.

Bagaimana dengan Zainab yang terdidik? Apakah ia melawan? Iya melawan, tapi untuk kepentingan pribadinya, cintanya. Bandingkan dengan ‘Para Perintis Kemerdekaan’ yang diadaptasi dari novel DBLK: tokoh Halimah adalah seorang perempuan yang memberontak terhadap adat istiadat yang membelengu hak wanita atas nama Islam. Halimah tak kuat dizalimi oleh suaminya sendiri, dan gugatan cerainya ditolak oleh majelis tetua ulama, hingga ia melakukan protes yang ekstrem: sekiranya satu-satunya jalan untuk bercerai adalah menjadi murtad, maka ia pun akan murtad secara terbuka dan terang-terangan di masjid!

AAC, DBLK adalah film-film religius yang dipotong-potong untuk tujuan komersil hingga porsinya lebih banyak kepada kisah cinta. Apakah ini karena keduanya diproduksi oleh MD Pictures?

Ekky Imanjaya, redaktur rumahfilm dan pengajar film di Binus International.

Sumber: detikMovie.com

***



Merindukan Islami-nya Film Islam

(Sebuah Catatan Untuk Film Ayat-Ayat Cinta)

Oleh: Efa Fillah *



“Belum baca? Waah…ketinggalan dong,” demikan komentar seorang kawan ketika pertama kali menawarkan novel Ayat-Ayat Cinta (AAC) pada saya. Raut mukanya menunjukkan keheranan. Ia seolah tidak menyangka, kalau saya yang punya minat besar di dunia komunikasi dan tulis menulis, ternyata belum membaca novel yang sejak launchingnya hingga saat ini terus menjadi best seller.

Bukannya apa-apa, sejak lama, saya agak muak dengan fiksi-fiksi percintaan gaya Indonesia yang mengumbar nafsu bertabur kata cinta di mana-mana. Namun, seperti pada banyak fiksi islami yang membuka wacana cinta yang berbeda (dalam arti cinta pada Allah), kata “cinta” yang dikolaborasikan dengan kata “ayat” oleh Habiburrahman El Shirazy atau dikenal dengan sebutan Kang Abik, cukup membuat saya tertarik. Maka saya mulai membaca novel dengan sampul depan gambar perempuan bercadar itu.

Itu terjadi kira-kira setahun lalu. Sekarang, novel itu sudah dinikmati penggemarnya dalam bentuk layar lebar. Film AAC, garapan sutradara Hanung Bramantyo yang tayang perdana Februari 2008, membuat semua orang harus antri di mana-mana karena kehabisan tiket.

Ada satu hal yang saya khawatirkan seusai membaca novel AAC. Dan kekhawatiran itu semakin besar saat AAC akan di film-kan. Satu hal mencolok yang saya pikir –juga akan menjadi perhatian dari Kang Abik– sebagai penulis novel AAC. Maklum, dia seharusnya jauh lebih mengerti dari saya yang awam. Sebab, bagaimanapun, dia adalah alumni Al-Azhar. Dalam perspektif Muslimah, novel ini membawa pesan yang tidak mendukung idealisme Muslimah tangguh. Karakter gadis-gadis dalam AAC semakin menguatkan stereotype lemah, khususnya bagi gadis yang jatuh cinta.

Diceritakan bahwa Fachri, aktor utama AAC, setidaknya dicintai oleh empat gadis sekaligus: Maria, Naora, Nurul dan Aisyah. Meskipun tidak salah bagi seorang gadis menyukai seorang pria dan sebaliknya, namun perhatian lebih dari keempat gadis sekaligus menunjukkan betapa cinta pada pria (saja?) telah membuat mereka berkorban luar biasa.

Maria, gadis Kristen koptik yang cerdas memendam rindunya hingga kurus kering; sedang Naora gadis Mesir belia dengan backgroud hidup yang suram berjuang mendapat cinta Fachri dengan cara pengecut, memfitnah Fachri.

Disamping itu, ada Nurul dan Aisyah, keduanya aktivis dakwah dengan karakter Islam yang kuat, dengan tegas menyampaikan cintanya pada Fachri melalui orang lain. Pada perantara tersebut, kedua gadis itu “menawarkan diri” untuk menjadi istri Fachri. Sebuah perbuatan –yang sekali lagi, memang tidak salah– namun sangat naif ditemukan pada aktivis Muslimah saat ini.

Dalam Islam, rasa cinta terhadap lawan jenis merupakan fitrah yang wajar. Karenanya, pernikahan menjadi satu-satunya cara yang dianjurkan untuk memenuhi fitrah itu. Seorang Muslimah yang merasa siap menikah, dianjurkan berikhtiar dan berdoa sebelum Allah menghendaki ia menyempurnakan diennya. Ikhtiar dan doa itu seharusnya sudah merupakan langkah klimaks perjuangannya memenuhi fitrahnya.

Di sisi lain, ia bisa terus leluasa mengisi hari-harinya dengan ibadah dan kebaikan-kebaikan lainnya. Bukannya larut memikirkan pria yang ia cintai sehingga mengorbankan fisiknya, perasaannya, waktunya serta kesempatan-kesempatan amal shalih lainnya. Hal inilah mungkin yang lepas dari perhatian Kang Abik yang cenderung melekatkan karakter lemah pada tokoh-tokoh gadis dalam AAC. Inilah yang nampaknya tak dipahami (atau memang tak dimengerti?) oleh Kang Abik dan sutradara.

Tentu saja, Kang Abik sangat berhak untuk menentukan seperti apa alur cerita dan karakter tokoh-tokoh yang akan dimainkan dalam novelnya. Seperti dikatakan Ustadz Abu Ridho dalam sambutannya di halaman depan novel AAC, novel ini bukan hanya novel cinta tapi juga membawa pesan budaya, politik, dan tentu saja pesan-pesan Islam yang indah.

Sayangnya, semua pesan itu harus rela tergeser oleh kuatnya pesan cinta horisontal yang ditampilkan lewat penokohan keempat gadis yang berburu cinta Fachri, dengan caranya masing-masing. Hal inilah yang tidak dapat dipungkiri, menjadi pesan utama yang terekam dalam memori para perempuan dan remaja putri sebagai mayoritas penggemar novel AAC.

Hal ini pula agaknya yang membuat sutradara muda yang sedang naik daun seperti Hanung, tanpa berpikir panjang bertekad menampilkan “dahsyatnya” fenomena cinta novel laris ini dalam layar lebar. Fenomena inilah yang begitu kuat ditonjolkan dalam film Hanung yang juga menyutradarai Get Married. Kenyataannya, di Indonesia, film bergenre drama romantis selalu diserbu penonton.

Sementara Fachri yang dalam novel digambarkan sebagai mahasiswa Islam miskin yang militan dan haus ilmu, yang hari-harinya dipenuhi dengan perjuangan mencari ilmu, menyambung hidup dengan bekerja sebagai penerjemah dan aktivitas dakwah lainnya, justru nyaris tidak tampak dalam film AAC. Yang nampak adalah gadis-gadis berjilbab “berburu” seorang pemuda bernama Fachri.



Benarkah Islami?



Fenomena pragmatis ini agaknya perlu dicermati dan dijadikan pertimbangan oleh penulis Islam yang karya tulisnya diminati orang untuk di audio visual-kan. Dan bagi kita juga, target konsumennya. Supaya nilai-nilai Islam yang ingin mereka sampaikan tidak memudar dan menjadi ambigu ketika pesan tulisan berpindah menjadi pesan audio visual.

Hanung benar, ketika dalam sebuah tayangan infotaintment mengatakan, “Bagaimapun berbeda karya novel aslinya dengan film AAC”. Meski demikian, Kang Abik dan Hanung, harusnya lebih peka terhadap kondisi sosial masyarakat. Seorang Muslimah sejati, mustahil secara sporadis “berburu” pria yang ia sukai. Sebab itu bukan jiwa seorang Muslimah.

Dan jangan keliru, secara psikologis, bagi sebagaian orang, karya foto dan audio-visual, selain menciptakan efek dramatis, juga melahirkan pencitraan “imagery” bagi orang yang menontonnya. Akan jauh berbeda bagi orang yang membaca novel Herry Potter dengan melihat sendiri film nya.

Begitu juga dengan film AAC ini. Dalam novel, tak pernah diceritakan bagaimana cara pengungkapan rasa cinta secara fisik seorang Muslimah dengan seorang pria. Dengan menunjukkan adegan sentuhan lawan jenis, apalagi sampai terjadi adegan ciuman, langsung menunjukkan itu bukan tipe dan model gadis-gadis Muslim yang sesungguhnya.

Dengan menampilkan adegan –yang katanya islami itu— maka, efek visual film ini akan memberikan citra barunya kepada para penonton remaja bahwa pacaran bagi Muslimah itu boleh. Mau tahu caranya? Lihatlah film AAC.

Tanpa mengurangi rasa kagum saya pada Kang Abik maupun Hanung, saya tetap menyampaikan ucapan selamat atas kesuksesan mencoba menghasilkan karya –yang ia anggap– sebagai islami itu. Tapi maaf, saya tetap merasa agak kecewa. Sebab istilah ‘islami” yang ia maksud tak saya lihat, kecuali hanya ada gadis-gadis Muslim berjilbab. Yang dominan hanya kemesraan dan sensasi melankolis. Lalu, ke mana lagi saya bisa berharap ada film-film lebih islami, yang menceritakan khasanah kekayaan Islam tanpa harus kehilangan rasa kreativitasnya? SUARA HIDAYATULLAH APRIL 2008

*Aktivis FLP Surabaya dan alumnus Fakultas Komunikasi UNITOMO Surabaya



http://majalah.hidayatullah.com/?p=1242



Bagaimana mau ada misi Islamnya

Walaupun film ayat-ayat cinta itu seolah film islami dari segi judulnya, namun sebagaimana sorotan tulisan tersebut terhadap penulis novel maupun sutradaranya yakni Hanung Bramantyo, memang tidak mengarah kepada perbaikan masyarakat agar menjadi Islami. Justru mungkin sebaliknya, seperti mengesankan bahwa pacaran itu dibolehkan dalam Islam.

Bagaimana mau ada misi Islamnya, lha wong Hanung Bramantyo sendiri mengaku kepada media JIL (Jaringan Islam Liberal) ketika dalam proses pembuatan film AAC itu lakon Hanung dia kui sendiri begini:

Pada saat proses pembuatan film Ayat-Ayat Cinta itu, saya tidak melakukan salat apa pun. Saya tidak salat. Itu pada saat bulan Ramadlan. Saya juga tidak puasa dan tidak berdoa. Saya mencoba untuk berkesenian total dan saya percaya dengan kemampuan otak saya. Jadi saya menisbikan sesuatu yang berada di luar otak. Sementara yang religius itu tidak. Saya tidak percaya itu semua.

(nahimunkar.com)

tabbloit alfatih on facebook


Selengkapnya...

Minggu, 13 November 2011

Membongkar Kedok Kitab IblisPancasila dan UUD 1945

Membongkar Kedok Kitab Iblis
Pancasila dan UUD 1945 Membongkar Kedok Pancasila dan
UUD 1945 ﻢﻴﺣﺮﻟﺍ ﻦﻤﺣﺮﻟﺍ ﻪﻠﻟﺍ ﻢﺴﺑ Pembahasan ini adalah untuk
menunjukkan kepada kita tentang
kemusyrikan yang terang dan
kekafiran yang nyata dari Pancasila
dan UUD 1945. Sehingga tidak ada lagi
kesamaran bagi kita untuk mengkafirkan siapa saja yang
menerima Pancasila dan UUD 1945,
membanggakannya, serta
mengamalkannya baik dalam
kehidupan pribadi maupun dalam
kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Di dalam Bab XV pasal 36 A : Lambang negara adalah Garuda
Pancasila dengan semboyan
Bhineka Tunggal Ika’. Pancasila adalah dasar negara,
sehingga para Thaghut RI dan
aparatnya menyatakan bahwa
Pancasila adalah pandangan hidup
bangsa dan dasar negara RI, serta
merasakan bahwa Pancasila adalah sumber kejiwaan masyarakat dan
negara Republik Indonesia. Oleh
karena itu, pengamalannya harus
dimulai dari setiap warga negara
Indonesia. Setiap penyelenggara
negara yang secara meluas akan berkembang menjadi pengamalan
Pancasila oleh setiap lembaga
kenegaraan serta lembaga
kemasyarakatan, baik di pusat maupun
di daerah. [Lihat PPKn untuk SD dan
yang lainnya, bahasan Ekaprasetya Pancakarsa]. Jadi dasar negara RI, pandangan
hidupnya, serta sumber kejiwaannya bukan ﻪﻠﻟﺍ ﻻﺇ ﻪﻟﺇ ﻻ tapi falsafah syirik Pancasila Thaghutiyyah Syaitaniyyah yang berasal dari ajaran syaitan
manusia, bukan dari wahyu samawi
ilahi ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata’ala berfirman : ‘Itulah Al-Kitab (Al-Qur?an), tidak ada
keraguan di dalamnya, sebagai
petunjuk (pedoman) bagi orang-orang yang
bertaqwa’.(Qs. Al-Baqarah : 2) Tapi mereka mengatakan : ‘Ini
Pancasila adalah pedoman hidup bagi
bangsa dan pemerintah Indonesia’. ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata?ala berfirman : ‘Dan sesungguhnya ini adalah jalan-Ku
yang lurus, maka ikutilah ia…’. (Qs. Al-
An?am : 153) Tapi mereka menyatakan : ‘Inilah
Pancasila yang sakti, hiasilah hidupmu
dengan dengan moral Pancasila’. Oleh karena itu, dalam rangka
menjadikan generasi penerus bangsa
ini sebagai orang yang Pancasilais
(baca : musyrik), para Thaghut
(Pemerintah) menjadikan PMP/PPKn
sebagai pelajaran wajib di semua lembaga pendidikan mereka. Sekarang mari kita kupas beberapa
butir Pancasila… Dalam sila I butir II : ‘Saling
menghormati kebebasan
menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaan’. Pancasila memberikan kebebasan
orang untuk memilih jalan hidupnya,
dan tidak ada hukum yang
melarangnya. Seandainya orang
muslim murtad dan masuk Nasrani,
Hindu, atau Budha, maka itu adalah kebebasannya dan tidak akan ada
hukuman baginya. Sehingga ini
membuka pintu lebar-lebar bagi
kemurtadan, sedangkan dalam ajaran
Tauhid Rasulullah bersabda : ‘Siapa
yang mengganti agamanya, maka bunuhlah dia’. (HR. Al-Bukhari dan
Muslim) Namun kebebasan ini bukan berarti
orang muslim bebas melaksanakan
sepenuhnya ajaran Islam, tapi ini
dibatasi oleh Pancasila, sebagaimana
yang tertera dalam butir I : ‘Menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab’. Sehingga bila ada orang murtad dari
Islam, terus ada orang yang
menegakkan terhadapnya hukum
ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata’ala yaitu membunuhnya, maka orang yang
membunuh ini pasti dijerat hukum
Thaghut. Dalam sila II butir I : ‘Mengakui
persamaan derajat, persamaan hak
dan persamaan kewajiban antar
sesama manusia’. Yaitu bahwa tidak ada perbedaan di
antara mereka dalam status itu semua
dengan sebab dien (agama),
sedangkan ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata’ala berfirman : ‘Katakanlah : Tidak sama orang buruk
dengan orang baik, meskipun
banyaknya yang buruk itu menakjubkan kamu’.
(Qs. Al-Maaidah : 100) Dia Ta’ala juga berfirman : ‘Tidaklah sama penghuni neraka
dengan penghuni surga’.(Qs. Al-Hasyr :
20) ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata’ala juga berfirman : ‘Maka apakah orang yang mukmin
(sama) seperti orang yang fasik?
(tentu) tidaklah sama’. (Qs. As-Sajadah :
18) Sedangkan kaum musyrikin dan
Thaghut Pancasila mengatakan :
‘Mereka sama’. ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata’ala berfirman : ‘Maka apakah Kami menjadikan orang-
orang islam (sama) seperti orang-
orang kafir. Mengapa kamu (berbuat
demikian), bagaimanakah kamu
mengambil keputusan? Atau adakah
kamu memiliki sebuah kitab (yang diturunkan ﻪّﻠﻟﺍ ) yang kamu membacanya, bahwa didalamnya
kamu benar-benar boleh memilih apa
yang kamu sukai untukmu’.(Qs. Al-
Qalam : 35-38) Sedangkan budak Pancasila, mereka
menyamakan antara orang-orang
Islam dengan orang-orang kafir. Dan
saat ditanya, Apakah kalian
mempunyai buku yang kalian pelajari
tentang itu ? . Mereka menjawab : Ya, kami punya. Yaitu PMP/PPKn dan buku
lainnya yang dikatakan di dalamnya :
‘Mengakui persamaan derajat,
persamaan hak dan persamaan
kewajiban antar sesama manusia’. Apakah ini Tauhid atau Kekafiran ??? Lalu dinyatakan dalam butir II :
‘Saling mencintai sesama manusia’. Pancasila mengajarkan pemeluknya
untuk mencintai orang-orang Nasrani,
Hindu, Budha, Konghucu, para
Demokrat, para Quburriyyun, para
Thaghut dan orang-orang kafir
lainnya. Sedangkan ﻪّﻠﻟﺍ ta’ala mengatakan : ‘Kamu tidak akan mendapati sesuatu
kaum yang beriman kepada ﻪّﻠﻟﺍ dan hari akhirat, saling berkasih sayang
dengan orang-orang yang menentang
ﻪّﻠﻟﺍ dan Rasul-Nya, sekalipun orang- orang itu bapak-bapak, atau anak-
anak atau saudara-saudara ataupun
keluarga mereka’.(Qs. Al Mujadilah : 22) Kata Pancasila : ‘Harus saling mencintai
meskipun dengan orang-orang non-
muslim’. Namun kata ﻪّﻠﻟﺍ , orang yang saling mencintai dengan mereka
bukanlah orang Islam. ﻪّﻠﻟﺍ mengajarkan Tauhid, Tapi Pancasila mengajarkan
kekafiran ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata?ala juga berfirman : ‘Wahai orang-orang yang beriman,
janganlah kalian jadikan musuh-Ku
dan musuh kalian sebagai teman
setia yang kalian menjalin kasih
sayang dengan mereka’.(Qs. Al-
Mumtahanah : 1) Dia subhanahu wata’ala berfirman
tentang siapa musuh kita itu : ‘sesungguhnya orang-orang kafir
adalah musuh yang nyata bagi
kalian’.(Qs. An-Nisa? : 101) Renungi ayat-ayat itu dan amati
butir Pancasila di atas. Yang satu ke timur dan yang satu
lagi ke barat, Sungguh sangat jauh antara timur
dan barat ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata’ala berfirman tentang ajaran Tauhid yang diserukan
para Rasul : ‘serta tampak antara kami dengan
kalian permusuhan dan kebencian
untuk selama-lamanya sampai kalian
beriman kepada ﻪّﻠﻟﺍ saja’.(Qs. Al- Mumtahanah : 4) Tapi dalam Thaghut Pancasila :
‘Tidak ada permusuhan dan
kebencian, tapi harus toleran dan
tenggang rasa’. Apakah ini Tauhid atau Syirik ??? Ya, Tauhid… tapi bukan Tauhidullah,
namun Tauhid (Penyatuan) kaum
musyrikin atau Tauhiduth
Thawaaghit. Rasulullah ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ telah mengabarkan bahwa : ‘Ikatan iman
yang paling kokoh adalah cinta karena
ﻪّﻠﻟﺍ dan benci karena ﻪّﻠﻟﺍ ‘. Namun kalau kamu iman kepada
Pancasila, maka cintailah orang karena
dasar ini dan bencilah dia karenanya.
Kalau demikian berarti adalah orang
beriman, tapi bukan kepada ﻪّﻠﻟﺍ , namun beriman kepada Thaghut
Pancasila. Inilah yang dimaksud
dengan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Yang Esa itu bukanlah ﻪّﻠﻟﺍ dalam agama Pancasila ini, tapi itulah garuda
Pancasila. Enyahlah Tuhan yang seperti itu… Dan enyahlah para pemujanya…. Dalam sila III butir I : ‘Menempatkan
persatuan, kesatuan, kepentingan
dan keselamatan bangsa dan
negara di atas kepentingan pribadi
atau golongan’. Inilah yang dinamakan dien (agama)
Nasionalisme yang merupakan ajaran
syirik. Dalam butir di atas, kepentingan
Nasional harus lebih di dahulukan
siatas kepentingan golongan (baca :
agama). ApabilaTauhid atau ajaran Islam
bertentangan dengan kepentingan
syirik atau kufur negara, maka
Tauhid harus mengalah. Sedangkan
ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata’ala berfirman : ‘Wahai orang-orang yang beriman,
janganlah kalian mendahului ﻪّﻠﻟﺍ dan Rasul-Nya’. (Qs. Al-Hujurat : 1) Oleh sebab itu, karena Nasionalisme
adalah segalanya maka hukum-hukum
yang dibuat dan diterapkan adalah
yang disetujui oleh orang-orang kafir
asli dan kafir murtad, karena hukum
ﻪّﻠﻟﺍ sangat-sangat menghancurkan tatanan Nasionalisme, ini kata
Musyrikun Pancasila. Sebenarnya kalau dijabarkan setiap
butir dari Pancasila itu dan ditimbang
dengan Tauhid, tentulah
membutuhkan waktu dan lembaran
yang banyak. Namun disini kita
mengisyaratkan sebagiannya saja. Kekafiran, kemusyrikan dan
kezindikan Pancasila adalah
banyak sekali. Sekiranya uraian di
atas cukuplah sebagai hujjah bagi
pembangkang dan sebagai cahaya
bagi yang mengharapkan hidayah. Setelah mengetahui kekafiran Pancasila
ini, apakah mungkin orang muslim
masih mau melagukan : ‘Garuda
Pancasila, akulah pendukungmu…’. Tidak ada yang melantunkannya
kecuali orang kafir mulhid atau orang
jahil yang sesat yang tidak tahu hakikat
Pancasila. Sedangkan di dalam UUD 1945 Bab II
pasal 3 ayat (1) : ‘MPR berwenang
mengubah dan menetapkan Undang-
Undang Dasar’. Sudah kita ketahui bahwa hak
menentukan hukum / aturan /
undang-undang adalah hak khusus
ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata’ala. Dan bila itu dipalingkan kepada selain ﻪّﻠﻟﺍ maka itu adalah syirik akbar. ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata?ala berfirman : ‘Dan Dia tidak mengambil seorangpun
menjadi sekutu bagi-Nya dalam
menetapkan hukum’. (Qs. Al-Kahfi : 26) ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata?ala berfirman : ‘Hak hukum (putusan) hanyalah milik
ﻪّﻠﻟﺍ ‘. (Qs. Yusuf : 40) Tasyri’ (pembuatan hukum) adalah hak
khusus ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata’ala, ini artinya MPR adalah arbab (Tuhan-
Tuhan) selain ﻪّﻠﻟﺍ , dan orang-orang yang duduk sebagai anggota MPR
adalah orang-orang yang mengaku
sebagai Rabb (Tuhan), sedangkan
orang-orang yang memilihnya adalah
orang-orang yang mengangkat ilah
yang mereka ibadahi. Sehingga ucapan setiap anggota MPR : ‘Saya adalah
anggota MPR’, artinya adalah ‘Saya
adalah Tuhan selain ﻪّﻠﻟﺍ ‘. UUD 1945 Bab VII pasal 20 ayat (1) :
‘Dewan Perwakilan Rakyat
memegang kekuasaan membentuk
Undang-Undang’. Padahal dalam Tauhid, yang
memegang kekuasaan membentuk
Undang-Undang / hukum / aturan
tak lain hanyalah ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata’ala. Dalam pasal 21 ayat (1) : ‘Anggota DPR
berhak memajukan usul Rancangan
Undang-Undang’. UUD 1945 Bab III pasal 5 ayat (1) :
‘Presiden berhak mengajukan
Rancangan Undang-Undang kepada
Dewan Perwakilan Rakyat’. Bahkan kekafiran itu tidak terbatas
pada pelimpahan wewenang hukum
kepada para Thaghut itu, tapi itu semua
diikat dengan hukum yang lebih tinggi,
yaitu Undang-Undang Dasar 1945.
Rakyat lewat lembaga MPR-nya boleh berbuat tapi harus sesuai UUD 1945,
sebagaimana dalam Bab I pasal 1 ayat
(2) : ‘Kedaulatan berada di tangan
rakyat, dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar’. Begitu juga Presiden, sebagaimana
dalam Bab III pasal 4 ayuat (1) UUD
1945 : ‘Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan pemerintahan
menurut Undang-Undang Dasar’. Bukan menurut Al-Qur’an dan As-
Sunnah, tapi menurut Undang-Undang
Dasar. Apakah ini islam ataukah kekafiran ??? Bahkan bila ada perselisihan
kewenangan antar lembaga
pemerintahan, maka putusan final
dikembalikan kepada Mahkamah
Thaghut yang mereka namakan
Mahkamah Konstitusi, sebagaimana dalam Bab IX pasal 24C ayat (1) :
‘Mahkamah Konstitusi berwenang
mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final
untuk menguji Undang-Undang
terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar,
memutus pembubaran partai politik,
dan memutus perselisihan tentang hasil
Pemilihan Umum’. Padahal dalam ajaran Tauhid, semua
harus dikembalikan kepada ﻪّﻠﻟﺍ dan Rasul-Nya, sebagaimana firman-Nya : “Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada ﻪّﻠﻟﺍ (Al- Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu benar‑benar beriman kepada ﻪّﻠﻟﺍ dan hari kemudian”. (Qs. An‑Nisa’ : 59) Al imam Ibnu Katsir rahimahullah
berkata : ‘(firman ﻪّﻠﻟﺍ ) ini menunjukkan bahwa orang yang tidak merujuk
hukum dalam kasus
persengketaannya kepada Al-Kitab
dan As-Sunnah serta tidak kembali
kepada keduanya dalam hal itu, maka
dia bukan orang yang beriman kepada ﻪّﻠﻟﺍ dan hari akhir’. [Tafsir Al-Qur?an Al-?Adhim : II / 346]. Ini adalah tempat untuk mencari
keadilan dalam Islam, tapi dalam ajaran
Thaghut RI, keadilan ada pada hukum
yang mereka buat sendiri. Undang-Undang Dasar 1945 Thaghut
memberikan jaminan kemerdekaan
penduduk untuk meyakini ajaran apa
saja, sehingga pintu-pintu kekafiran,
kemusyrikan dan kemurtadan terbuka
lebar dengan jaminan UUD. Orang murtad masuk ke agama lain adalah
hak kemerdekaannya dan tidak ada
sanksi hukum atasnya. Padahal dalam
ajaran ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata’ala, orang murtad punya dua pilihan, kembali ke
Islam atau dihukum mati, sebagaimana
sabda Rasulullah : ‘Barangsiapa mengganti agamanya
maka bunuhlah ia’. (HR. Bukhari dan
Muslim) Orang meminta-minta ke kuburan,
membuat sesajen, tumbal,
mengkultuskan seseorang, dan
perbuatan syirik lainnya, dia mendapat
jaminan UUD, sebagaimana dalam Bab
XI pasal 29 ayat (2) : ‘Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadah menurut
agama dan kepercayaannya itu’. Mengeluarkan pendapat, pikiran dan
sikap meskipun kekafiran adalah hak
yang dilindungi Negara dengan dalih
HAM, sebagaimana dalam Bab XA pasal
28E ayat (2) : ‘Setiap orang berhak atas
kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai
dengan hati nuraninya’. Budaya syirik dan berhalanya
mendapat jaminan penghormatan
dengan landasan hukum Thaghut,
sebagaimana dalam Bab yang sama
pasal 28 I ayat (3) : ‘Identitas budaya
dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban’. UUD 1945 juga menyamakan antara
orang muslim dengan orang kafir,
sebagaimana di dalam Bab X pasal 27
ayat (1) : ‘Segala warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan
itu dengan tidak ada kecualinya’. Padahal ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata’ala telah membedakan antara orang kafir
dengan orang muslim dalam ayat-ayat
yang sangat banyak. ﻪّﻠﻟﺍ Ta’ala berfirman : ‘Tidaklah sama penghuni neraka
dengan penghuni surga.’ (Qs. Al-Hasyr :
20) ﻪّﻠﻟﺍ subhanahu wata?ala berfirman seraya mengingkari kepada orang
yang menyamakan antara dua
kelompok dan membaurkan hukum-
hukum mereka : ‘Maka apakah Kami menjadikan orang-
orang islam (sama) seperti orang-
orang kafir. Mengapa kamu (berbuat
demikian), bagaimanakah kamu
mengambil keputusan?’.(Qs. Al-Qalam :
35 – 36) Dia subhanahu wata?ala berfirman : ‘Maka apakah orang yang mukmin
(sama) seperti orang yang fasik?
(tentu) tidaklah sama’. (Qs. As-Sajadah :
18) ﻪّﻠﻟﺍ subanahu wata’ala menginginkan adanya garis pemisah yang syar’i
antara para wali-Nya dengan musuh-
musuh-Nya dalam hukum-hukum
dunia dan akhirat. Namun orang-orang
yang mengikuti syahwat dari kalangan
budak Undang-Undang negeri ini ingin menyamakan antara mereka. Siapakah yang lebih baik ??? Tentulah aturan ﻪّﻠﻟﺍ Yang Maha Esa yang lebih baik

sumber : www.suaraikhwanmuwahhid.blogspot.com
Selengkapnya...

Jumat, 11 November 2011

FATWA 10 ULAMA BESAR SAUDI TENTANG PENGUASA YANG BERHUKUM DENGAN SELAIN SYARI’AH ISLAM

BISMILLAH



FATWA 10 ULAMA BESAR SAUDI TENTANG PENGUASA YANG BERHUKUM DENGAN SELAIN SYARI’AH ISLAM



1. SYAIKHUL ISLAM MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB



Makna Thoghut menurut Syaikhul Islam Muhammad Bin Abdul Wahhab adalah :

“Segala sesuatu yang diibadahi selain Alloh, diikuti dan ditaati dalam perkara‐perkara yang bukan ketaatan kepada Alloh dan Rosul‐Nya , sedang ia ridho dengan peribadatan tersebut”.



Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab menjelaskan : “Thoghut itu sangat banyak, akan tetapi para pembesarnya ada lima, yaitu :

Setan yang mengajak untuk beribadah kepada selain Alloh.
Penguasa dzalim yang merubah hukum‐hukum Alloh.
Orang‐orang yang berhukum dengan selain hukum yang diturunkan Alloh.
Sesuatu selain Alloh yang mengaku mengetahui ilmu ghaib.
Sesuatu selain Alloh yang diibadahi dan dia ridha dengan peribadatan tersebut. 2. FATWA SYAIKH AL ALLAMAH IMAM MUHAMMAD AL AMIN ASY SYANGGITI –RAHIMAHULLOH- , SYAIKH NYA PARA MASYAYIKH DAN MUFTI KERAJAAN SAUDI :



وبهذه النصوص السماوية التي ذكرنا يظهر غاية الظهور أن الذين يتّبعون القوانين الوضعية التي شرعها الشيطان على لسان أوليائه مخالفة لما شرعه الله جل وعلا على ألسنة رسله [عليهم الصلاة والسلام] أنه لا يشك في كفرهم وشركهم إلاّ من طمس الله بصيرته وأعماه عن نور الوحي... فتحكيم هذا النظام في أنفس المجتمع وأموالهم وأعراضهم وأنسابهم وعقولهم وأديانهم، كفر بخالق السموات والأرض وتمرّد على نظام السماء الذي وضعه من خلق الخلائق كلها وهو أعلم بمصالحها سبحانه وتعالى (أضواء البيان جـ4 صـ 83- 84)



“Berdasar nash-nash yang diwahyukan Alloh dari langit yg telah kami sebutkan di atas, telah nyata senyata-nyatanya bahwasanya orang-orang yang mengikuti undang-undang buatan manusia yang disyari’atkan oleh setan melalui mulut para pengikutnya yang bertentangan dengan syari’ah Alloh Azza Wa Jalla yang diturunkan melalui lisan para Rasul-Nya –alaihimus sholaatu wat tasliem- BAHWA SESUNGGUHNYA TIDAK DIRAGUKAN LAGI TENTANG TELAH KAFIR DAN SYIRIK NYA ORANG-ORANG ITU, kecuali bagi orang yang mata hatinya telah tertutup dan buta dari cahaya wahyu Alloh.



MAKA PENERAPAN UNDANG-UNDANG INI DALAM MENGATUR URUSAN JIWA, HARTA, KEHORMATAN KETURUNAN (NASAB), AKAL DAN AGAMA SUATU MASYARAKAT ADALAH KEKUFURAN TERHADAP SANG PENCIPTA LANGIT DAN BUMI dan pengkhianatan terhadap nizham (undang-undang/syari’ah) dari langit yang berasal dari Pencipta seluruh makhluk, dan Dia lah{ALLOH} Yang Maha Mengetahui mashlahah bagi seluruh makhluk-Nya”. (Tafsir Adhwa’ul Bayan juz 4 hal 83 – 84)



3. FATWA SYAIKH MUHAMMAD SHALIH IBN UTSAIMIN (KIBAR ULAMA SAUDI) TENTANG PENGUASA NEGARA-NEGARA DI DUNIA YANG TIDAK MENERAPKAN SYARI'AH ISLAM





من لم يحكم بما أنزل الله استخفافاً به أو احتقاراً له أو اعتقاداً أن غيره أصلح منه وأنفع للخلق فهو كافرٌ كفراً مخرجاً من الملة، ومن هؤلاء من يصنعون للناس تشريعات تخالف التشريعات الإسلامية، لتكون منهاجاً يسير عليه الناس، فإنهم لم يصنعوا تلك التشريعات المخالفة للشريعة إلاّ وهم يعتقدون أنها أصلح وأنفع للخلق، إذ من المعلوم بالضرورة العقلية والجبلة الفطرية أن الإنسان لا يعدل عن منهاج إلى منهاج يخالفه إلاّ وهو يعتقد فضل ما عدل إليه ونقص ما عدل عنه



"Siapa saja yang tidak menetapkan hukum dengan syari'ah Alloh, disebabkan meremehkan, menganggap enteng, atau berkeyakinan bahwa undang-undang lain lebih baik dibanding syari'at Islam maka orang itu TELAH KAFIR KELUAR DARI ISLAM. Dan di antara mereka itu adalah orang-orang yang menyusun dan membuat undang-undang yang bertentangan dengan syari'at Islam, undang-undangitu mereka buat agar menjadi aturan dan tata nilai dalam kehidupan manusia. Mereka itu tidak membuat menyusun undang-undang dan aturan hukum yang adalah mereka yang menyusun dan membuat undang-undang yang bertentangan dengan syari'at Islam kecuali karena mereka berkeyakinan bahwa undang-undang itu lebih baik dan lebih bermanfaat bagi manusia. Dengan demikian sudah menjadi sesuatu yang diketahui secara pasti baik oleh logika maupun naluri akal manusia bahwa manakala seseorang berpaling dari sebuah manhaj lalu pindah ke manhaj yang lain kecuali karena dia meyakini bahwa manhaj barunya itu lebih baik dibanding manhaj yang lama” (Majmu'atul Fatwa wa Rosail Syaikh Utsaimin juz 2 hal 143)



4. FATWA SYAIKH ABDUL AZIZ BIN BAZ



ولا إيمان لمن اعتقد أن أحكام الناس وآراءهم خير من حكم الله تعالى ورسوله أو تماثلها وتشابهها أو تَرَكَهَا وأحلّ محلّها الأحكام الوضعية والأنظمة البشرية وإن كان معتقداً أن أحكام الله خيرٌ وأكمل وأعدل



"Dan tidak ada lagi iman bagi orang yang berkeyakinan bahwa hukum-hukum buatan manusia dan pendapat mereka lebih baik dibanding hukum alloh, atau menganggap sama, atau menyerupainya, atau meninggalkan hukum Alloh dan Rosul-Nya tu kemudian menggantinya dengan undang-undang buatan manusia walaupun ia meyakini bahwa hukum alloh lebih baik dan lebih adil" (Risalah Ibn Baz "Wujub Tahkim Syari'a Alloh wa nabdzi ma khaalafahu, Syaikh Bin Baz)



5. FATWA SYAIKH ABU BAKAR JABIR AL JAZAIRY (PENULIS KITAB MINHAJUL MUSLIM)

من مظاهر الشرك في الربوبيّة : الخنوع للحكّام غير المسلمين، والخضوع التامّ لهم، وطاعتهم بدون إكراه منهم لهم، حيث حكموهم بالباطل، وساسوهم بقانون الكفر والكافرين فأحلّوا لهم الحرام وحرّموا عليهم الحلال.



“Di antara tanda-tanda kemusyrikan yang nampak jelas adalah ketundukan kepada para pemimpin yang bukan dari golongan kaum muslimin serta kepatuhan yg mutlak kepada mereka dan ketaatan sepenuhnya kepada mereka tanpa adanya unsur paksaan di saat mana mereka menerapkan hukum yang bathil serta mengatur negara mereka dengan undang-undang kufur, mereka menghalalkan bagi rakyat mereka apa-apa yg diharamkan Alloh dan mengharamkan yg dihalalkan Alloh” (Minhajul Muslim)



6. FATWA SYAIKH SHALIH FAUZAN AL FAUZAN :

فمن احتكم إلى غير شرع الله من سائر الأنظمة والقوانين البشرية فقد اتخذ واضعي تلك القوانين والحاكمين بها شركاء لله في تشريعه قال تعالى



"Siapa saja yang menetapkan hukum dengan selain syari'at Alloh, yaitu dengan Undang-undang dan aturan manusia maka mereka telah menjadikan para pembuat hukum itu sebagai Ilah tandingan selain alloh dalam tasyri' (Wafaqat ma’a Asy Syaikh Al Albany 46)



7. FATWA SYAIKH AL ALLAMAH ABDULLAH AL JIBRIN :

وقال تعالى {ما فرّطنا في الكتاب من شيء}... فنقول: معلومٌ أن القوانين الوضعية التي فيها مخالفةٌ للشريعة أن اعتقادها والديانة بها خروجٌ عن الملة ونبذٌ للشريعة وحكمٌ بحكم الجاهلية، وقد قال الله تعالى {أَفَحُكْمَ الجاهليّةِ يبغون ومن أحسنُ من الله حُكماً لقومٍ يُوقنونَ} فحكم الله أحسنُ الأحكام وأولاها، وليس لأحدٍ تغييره وتبديله، فإذا جاء الإسلام بإيجاب عبادةٍ من العبادات فليس لأحدٍ أن يغيرها كائناً من كان، أميراً أو وزيراً أو ملكاً أو قائداً... فإذا حَكَمَ الله في أمرٍ من الأمور فليس لأحدٍ أن يتعدى حكم الله تعالى {ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولئك هم الكافرون} كما أخبر بذلك





" Alloh Ta'ala Berfirman : "Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab" (QS Al An'am 38)

(Beliau menjelaskan ayat ini ) : “Maka kami katakan : “Sudah diketahui secara pasti bahwasanya undang-undang buatan manusia yang di dalamnya terdapat (aturan-aturan hukum) yang bertentangan dengan Syari'ah Alloh, BAHWASANYA MEYAKININYA DAN MENJADIKANNYA ATURAN HIDUP ADALAH PERBUATAN YG MENGELUARKAN PELAKUNYA DARI ISLAM, SERTA MENGHANCURKAN SYARI'AH ALLOH SERTA BERHUKUM DENGAN HUKUM JAHILIYYAH".

" Alloh Ta'ala Berfirman :



Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Alloh bagi orang-orang yang yakin ?” (QS Al Maidah 50)



Hukum Alloh adalah sebaik-baik hukum serta yang paling utama dan tidak ada seorang pun yang diperbolehkan untuk merubah atau menggantinya. Maka tatkala Islam datang dengan mewajibkan suatu ibadah, tidak ada seorang pun yang merubahnya, siapa pun dia. Baik dia seorang Amir (pemimpin), menteri, raja atau panglima. Manakla Alloh telah menetapkan sebuah aturan hukum dalam suatu masalah di antara masalah-masalah kehidupan manusia, maka tidak ada satu pun yang boleh menentang aturan Alloh itu : “Siapa saja yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir [1].” (Ceramah Syaikh Jibrin tentang Hukum masuk dalam Parlemen side B)



8. FATWA SYAIKH ABDURRAHMAN AS SA'DY

قال في تفسير قوله تعالى {ألم تر إلى الذين يزعمون أنهم آمنوا بما أنزل إليك} أن: (الرد إلى الكتاب والسنة شرط في الإيمان، فدل ذلك على أن من لم يرد إليهما مسائلَ النزاع فليس بمؤمن حقيقة، بل مؤمن بالطاغوت ... فإن الإيمان يقتضي الإنقياد لشرع الله وتحكيمه، في كل أمر من الأمور، فمن زعم أنه مؤمن، واختار حكم الطاغوت على حكم الله فهو كاذب في ذلك





Beliau menafsirkan ayat :



"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thoghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thoghut itu. Dan syaithon bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya”. (QS An Nisa' 60)



"Bahwasanya mengembalikan semua urusan kepada Al Qur'an dan Sunnah adalah syarat keimanan. Ini menunujukkan bahwa siapa saja yg menolak untuk mengembalikan urusan yang dipertentangkan kepada Al Qur'an dan Sunnah ia tidak beriman secara sungguh-sungguh, BAHKAN IA TELAH BERIMAN KEPADA THOGHUT. Karena sesungguhnya iman menuntut adanya ketundukan kepada Syari'ah Alloh dan bertahkim kepadanya dalam setiap urusan MAKA SIAPA SAJA YG MENGAKU MUKMIN, TETAPI IA MEMILIH HUKUM THOGHUT DIBANDING HUKUM ALLOH SUNGGUH IA TELAH DUSTA DALAM IMANNYA" (Tafsir As Sa'dy hal 148)



9. FATWA SYAIKH HAMUD AT TUWAIJRY



قال: «من أعظمها شراً [أي من أعظم المكفرات شراً] وأسوأها عاقبة ما ابتلي به كثيرون من اطراح الأحكام الشرعية والاعتياض عنها بحكم الطاغوت من القوانين والنظامات الإفرنجية أو الشبيهة بالإفرنجية المخالف كلٌ منها للشريعة المحمدية» ثمّ أورد بعض الآيات القرآنيّة وتابع: «وقد انحرف عن الدين بسبب هذه المشابهة فئاتٌ من الناس، فمستقل من الانحراف ومستكثر، وآل الأمر بكثير منهم إلى الردة والخروج من دين الإسلام بالكلية ولا حول ولا قوة إلاّ بالله العلي العظيم. والتحاكم إلى غير الشريعة المحمدية من الضلال البعيد والنفاق الأكبر... وما أكثرُ المعرضين عن أحكام الشريعة المحمدية من أهل زماننا... من الطواغيت الذين ينتسبون إلى الإسلام وهم عنه بمعزل



“Di antara yang paling besar kekufurannya, yang paling buruk azab yang akan diterima oleh banyak orang di akhirat kelak adalah menentang hukum-hukum Syari’ah Alloh serta menggantinya dengan undang-undang Thoghut berupa undang-undang yang mereka adopsi dari Barat atau yang mirip dengannya yang bertentangan dengan syari’ah yang dibawa oleh Rosulullah Muhhamad Shollallohu 'alaihi wasallam.



Kemudian beliau mengutip beberapa ayat Al Qur’an lalu melanjutkan :



Disebabkan tindakan mengadopsi dan meniru undang-undang seperti inilah, banyak sekali kalangan umat Islam yang tersesat dari Dienullah, ada yang kesesatannya hanya sedikit namun ada pula yang banyak. Dan puncak dari kesesatan yang terjadi pada sebagian besar dari mereka adalah MURTAD dan keluar dari Islam secara keseluruhan, walaa hawla walaa quwwata illa billahil ‘aliyyil azhim.



“Menetapkan hukum dengan aturan yang bukan Syari’ah Muhammad Shollallohu 'alaihi wasallam adalah salah satu di antara kesesatan yang amat jauh, dan nifaq Akbar (Murtad keluar dari Islam). Dan mayoritas dari mereka yang menentang Syari’ah Muhammad Shollallohu 'alaihi wasallam di zaman ini adalah para penguasa Thoghut yang mengaku dirinya muslim serta mengatasnamakan tindakan mereka dengan Islam padahal sesungguhnya mereka telah membuang jauh-jauh Islam dari diri mereka”.



(Al Idhah wat Tabyiin Limaa Waqo’a Fiehi Al Aktsaruun Min Musyabahat Al Musyrikin Hal 28 – 29 : Syaikh Hamud At Tuwaijry)



10. FATWA AL ALLAMAH SYAIKH MUHAMMAD BIN IBRAHIM ALU SYAIKH (MUFTI KERAJAAN SAUDI SEBELUM SYAIKH BIN BAZ)



Berikut adalah Fatwa Al Allamah Muhammad Bin Ibrahim Alu Syaikh (Mufti Saudi sebelum Syaikh Bin Baz). Beliau membagi beberapa kelompok orang-orang yang berhukum dengan hukum selain syari'ah Alloh, SEMUANYA KAFIR MURTAD



1. أن يجحد الحاكمُ بغير ما أنزل الله تعالى أحقيَّةَ حُكمِ الله تعالى وحكم رسوله



Siapa saja yang berhukum dengan hukum selain syari'ah Alloh dan ia juhud (menentang) akan kewajiban menerapkan syari'ah itu maka ia telah KAFIR MURTAD.



2. أن لا يجحد الحاكم بغير ما أنزل الله تعالى كونَ حكم الله ورسوله حقاً، لكن اعتقد أن حكمَ غير الرسول أحسنُ من حكمه وأتم وأشمل



Siapa saja yang berhukum dengan hukum selain syari'ah Alloh dan ia tidak juhud (tidak menentang) akan kewajiban menerapkan syari'ah itu, TETAPI IA BERKEYAKINAN BAHWA HUKUM BUATAN MANUSIA LEBIH BAIK, LEBIH TEPAT, RELEVAN DAN LEBIH SEMPURNA DIBANDING SYARI'AH ALLOH, MAKA IA KAFIR MURTAD.



3. أن لا يعتقد كونَه أحسنَ من حكم الله تعالى ورسوله لكن اعتقد أنه مثله



Jika ia tidak berkeyakinan bahwa hukum selain Syari'ah Allah lebih baik TETAPI MENYATAKAN BAHWA HUKUM BUATAN MANUSIA SAMA BAIKNYA DENGAN SYARI'AH ALLOH, MAKA IA KAFIR MURTAD.



4. أن لا يعتقد كونَ حُكمِ الحاكم بغير ما أنزل الله تعالى مماثلاً لحكم الله تعالى ورسوله لكن اعتقد جواز الحُكم بما يُخالف حُكمَ الله تعالى ورسوله



Ia tidak berkeyakinan bahwa hukum selain Syari'ah Allah sama atau lebih baik dibanding hukum buatan manusia, TETAPI IA BERKEYAKINAN BAHWA DIBOLEHKAN MENERAPKAN UNDANG-UNDANG SELAIN SYARI'AH ALLOH, MAKA IA KAFIR MURTAD.



5. وهو أعظمها وأشملها وأظهرها معاندة للشرع، ومكابرة لأحكامه، ومشاقة لله تعالى ولرسوله ومضاهاة بالمحاكم الشرعية، إعداداً وإمداداً وإرصاداً وتأصيلاً وتفريعاً وتشكيلاً وتنويعاً وحكماً وإلزاماً... فهذه المحاكم في كثير من أمصار الإسلام مهيّأة مكملة، مفتوحةُ الأبواب، والناسُ إليها أسرابٌ إثر أسراب، يحكم حكّامها بينهم بما يخالف حُكم السنة والكتاب، من أحكام ذلك القانون، وتلزمهم به وتقرّهم عليه، وتُحتِّمُهُ عليهم، فأيُّ كُفرٍ فوق هذا الكفر، وأي مناقضة للشهادة بأن محمداً رسولُ الله بعد هذه المناقضة.... فيجب على العقلاء أن يربأوا بنفوسهم عنه لما فيه من الاستعباد لهم، والتحكم فيهم بالأهواء والأغراض، والأغلاط، والأخطاء، فضلاً عن كونه كفراً بنص قوله تعالى: {ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولئك هم الكافرون}.



Ini adalah yang paling jelas-jelas kekafirannya, paling nyata penentangannya terhadap Syari’ah Alloh, paling besar kesombongannya terhadap hukum Alloh dan paling keras penentangan dan penolakannya terhadap lembaga-lembaga (mahkamah) hukum Syari’ah.



Semua itu dilakukan dengan terecana, sistematis didukung dana yang besar, diterapkan dengan pengawasan penuh, dengan penanaman dan indoktrinasi kepada rakyatnya, yang pada akhirnya akan membuat umat Islam terpecah belah dan terkotak-kotak, lalu menanamkan keragu-raguan dalam diri terhadap Syari’ah Allah dan mereka juga mewajibkan umat Islam untuk mematuhi hukum buatan mereka itu serta menerapkan sanksi hukum bagi yang melanggarnya.



Berbagai bentuk lembaga hukum dan perundang-undangan ini dalam kurun waktu yang amat panjang telah dipersiapkan melalui perencanaan yang matang dan dengan pintu terbuka siap menangani berbagai masalah hukum umat Islam. Umat Islam pun berbondong-bondong mendatangi lembaga-lembaga ini, sedangkan para penegak hukumnya menetapkan hukum terhadap permasalahan mereka itu dengan keputusan-keputusan yang bertentangan dengan Al Qur’an dan Sunnah Rosul Shollallohu 'alaihi wasallam dengan merujuk kepada hukum-hukum yang berasal dari aturan dan undang-undang yang mereka buat itu seraya mewajibkan rakyatnya untuk melaksanakan hukum-hukum itu, mematuhi keputusan mereka itu dan tidak memberi celah sedikit pun untuk memilih hukum selain undang-undang mereka itu.



KEKAFIRAN MANALAGI YANG LEBIH BESAR DIBANDINGKAN KEKUFURAN INI, PENENTANGAN TERHADAP PERSAKSIAN "WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ROSUULULLOH" MANALAGI YANG LEBIH BESAR YANG DIBANDINGKAN PENENTANGAN INI ?



Sehingga bagi mereka yang menggunakan akalnya semestinya mereka menolak aturan hukum itu dengan penuh kesadaran dan ketundukan hati mengingat di dalam Undang-undang itu terdapat penghambaan kepada para penguasa pembuat undang-undang itu, serta hanya memperturutkan hawa nafsu, kepentingan duniawi dan kerancuan-kerancuan berpikir dan bertindak. Penolakan ini harus mereka lakukan atau mereka jatuh pada kekufuran sebagaimana disebutkan dalam firman Allah (artinya) :



“Siapa saja yang tidak menetapkan hukum menurut apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”. (QS Al Maidah 44)





6. ما يحكم به كثيرٌ من رؤساء العشائر والقبائل من البوادي ونحوهم، من حكايات آبائهم وأجدادهم وعاداتهم التي يسمونها "سلومهم" يتوارثون ذلك منهم، ويحكمون به ويحضون على التحاكم إليه عند النزاع، بقاءً على أحكام الجاهلية، وإعراضاً ورغبةً عن حكم الله تعالى ورسوله r فلا حول ولا قوة إلاّ بالله تعالى



Aturan hukum yang biasa diterapkan oleh sebagian besar kepala suku dan kabilah pada masyakat dan suku-suku pedalaman atau yang semisal dengan itu. Yang berupa hukum peninggalan nenek moyang mereka dan adat istiadat yang diterapkan secara turun temurun, yang dalam istilah Arab biasa disebut : “Tanyakan kepada nenek moyang”. Mereka mewariska hukum adat ini kepada anak cucu mereka sekaligus mewajibkan mereka untuk mematuhi hukum adat itu serta menjadikannya sebagai rjukan dan pedoman saat terjadi perselisihan di antara mereka. Ini semua mereka lakukan sebagai upaya melestarikan adat istiadan dan aturan aturan jahiliyyah dengan disertai ketidaksukaan dan keengganan untuk menerima hukum Allah dan Rasul-Nya Shollallohu 'alaihi wasallam. Maka sungguh tidak ada daya upaya dan kekuatan kecuali hanya dengan bersandar kepada Alloh Subhanahu Wa Ta'ala



(Tahkiem Al Qawaaniin karangan Al Allamah Muhammad Bin Ibrahim Alu Syaikh hal 14 – 20 Terbitan Daar Al Muslim)



CATATAN



Semua Syaikh yang kami nukil fatwa nya di atas adalah para masyayikh yang sangat dihormati dan dijadikan rujukan oleh kaum muslimin yang bermanhaj Salaf, lebih-lebih mereka yang mengaku sebagai SALAFY.



Fakta telah kami buka lebar-lebar, yang semuanya kami sertakan sumber nukilan kami, baik kaset, video maupun kitab karangan mereka. Jika anda masih belum yakin, silahkan anda buka kitab mereka.



Pertanyaannya adalah :



“Mungkinkah dari sekian banyak fatwa ini, tidak ada satu pun orang di antara para penguasa di negeri-negeri kaum muslimin di seluruh dunia ini yang terkena fatwa dari para ulama ini dengan alasan : “MEREKA MASIH SHOLAT, MASIH MENGIJINKAN DAKWAH, ADZAN DAN SYI'AR-SYI'AR ISLAM LAINNYA ?”



Apakah masih kurang jelas fatwa Syaikh Hamud At Tuwaijry berikut ini ?



“Menetapkan hukum dengan aturan yang bukan Syari’ah Muhammad Shollallohu 'alaihi wasallam adalah salah satu di antara kesesatan yang amat jauh, dan nifaq Akbar (Murtad keluar dari Islam). DAN MAYORITAS DARI MEREKA YANG MENENTANG SYARI’AH MUHAMMAD SHOLLALLOHU 'ALAIHI WASALLAM DI ZAMAN INI ADALAH PARA PENGUASA THOGHUT YANG MENGAKU DIRINYA MUSLIM SERTA MENGATASNAMAKAN TINDAKAN MEREKA DENGAN ISLAM PADAHAL SESUNGGUHNYA MEREKA TELAH MEMBUANG JAUH-JAUH ISLAM DARI DIRI MEREKA”.



Apalah artinya Sholat bagi mereka yang telah MURTAD sebagaimana fatwa Syaikh Shalih Fauzan ini :

"Siapa saja yang menetapkan hukum dengan selain syari'at Alloh, yaitu dengan Undang-undang dan aturan buatan manusia maka mereka telah menjadikan para pembuat hukum itu sebagai Ilah tandingan selain Alloh dalam tasyri' (Wafaqat ma’a Asy Syaikh Al Albany 46)



Atau Fatwa Syaikh Utsaimin ini :



"Siapa saja yang tidak menetapkan hukum dengan syari'ah Alloh, disebabkan meremehkan, menganggap enteng, atau berkeyakinan bahwa undang-undang lain lebih baik dibanding syari'at Islam maka orang itu TELAH KAFIR KELUAR DARI ISLAM”.



Atau masih kah kurang jelas Fatwa Al Allamah Syaikh Muhammad Bin Ibrahim Alu Syaikh di atas yang lebih terang benderang dibanding matahari di siang hari ?





SUNGGUH ANEH BIN AJAIB, 10 ULAMA BESAR TELAH MEMFATWAKAN SESUATU YANG SANGAT PENTING YAITU TENTANG IMAN DAN KAFIR, TETAPI TIDAK ADA SATU PUN ORANG YANG BERHAK MENERIMA FATWA ITU. PADAHAL PENJELASAN PARA SYAIKH INI DAN FAKTA DI LAPANGAN SUDAH AMAT SANGAT TERANG BENDERANG





Allohul Musta'aan Wa Huwa A'lamu Bish Showab


Selengkapnya...

Selasa, 08 November 2011

Belajar dari shalahuddin Al-Ayyubi , Bahwa hanya dengan JIHAD Palestina akan dapat terebut kembali…..


Great Leader itu bernama Shalahuddin al-Ayubi. Penakluk Palestina yang merebut kambali tanah suci Palestina dari tangan pasukan salib Kristen Eropa. Orang-orang Barat mengenalnya dengan Saladin, dan namanya abadi di Eropa ratusan tahun lamanya. Saking hebatnya Shalahuddin, di Eropa diberlakukan pajak yang disebut Pajak Saladin (Saladin Thite).

Shalahuddin al-Ayubi, terlahir dengan nama Yusuf Shalahuddin bin Ayub pada sekitar tahun 1138 M. Dia berasal dari suku Kurdi. Keluarganya tinggal di Tikrit, sekarang termasuk wilayah Irak, tempat di mana saat itu Islam sedang berjaya. Ayahnya, Najmuddin Ayub, diusir dari Tikrit dan pindah ke Mosul tempat di mana dia bertemu dengan Imaduddin Zengi, penguasa Mosul, yang juga pendiri Dinasti Zengi, yang memimpin tentara muslim melawan Pasukan Salib di Edessa. Imaduddin menunjuk Najmuddin untuk memimpin bentengnya di Baalbek. Setelah kematian Imaduddin Zengi tahun 1146, anaknya, Nuruddin menjadi penguasa Mosul. Shalahuddin dikirim oleh Nuruddin ke Damaskus untuk melanjutkan pendidikannya. Shalahuddin kemudian memasuki Mesir. Saat itu Mesir dikuasai oleh Khilafah Fathimiyah. Pada tahun 1171, al-Adhid, penguasa Mesir dari Dinasti Fathimiyah wafat. Shalahuddin bersegera meruntuhkan kekuasaan Khilafah Fathimiyah dan segera mengembalikan kekuasaan yang sah kepada Khilafah Abbasiyah di Baghdad. Shalahuddin melakukan revitalisasi perekonomian Mesir, mereformasi militer, serta menerapkan kembali nilai-nilai keislaman. Shalahuddin membangun sekolah-sekolah dan rumah sakit. Dia juga membuka gerbang istana untuk umum, di mana sebelumnya hanya bagi kalangan bangsawan saja. Pada saat itu Pasukan Salib menyerang Alexandria Mesir, namun dengan kegigihan muslimin dan pertolongan Allah, mereka berhasil dikalahkan.

Shalahuddin selalu berupaya mengusir salibis dari tanah suci Palestina, namun ia berpikir, bahwa agar menang ia harus menyatukan Mesir dan Syiria, seperti yang dicita-citakan Nuruddin. Maka datanglah Shalahuddin untuk menaklukkan Syiria tanpa perlawanan berarti, bahkan disambut oleh penduduk Syiria. Di sana Shalahuddin menikahi janda Nuruddin untuk memperkuat hubungan antara penguasa dirinya dengan penguasa sebelumnya. Ketika Shalahuddin menyatukan Aleppo pada tahun 1176, dia hampir dibunuh oleh Hasyasyin, pembunuh rahasia terorganisir yang dibentuk oleh Syi’ah Ismailiyah untuk membunuh pemimpin-pemimpin Sunni. Dengan kepiawaian politik yang luar biasa, Shalahuddin meminta restu dari Khalifah al-Mustadhi dari Khilafah Abbasiyah untuk merekonsiliasikan wilayah-wilayah yang belum sepenuhnya tunduk kepada Khilafah Abbasiyah.

Kedekatan dengan ulama pun dibangun oleh Shalahuddin, di mana ia selalu meminta nasihat para ulama dalam menjalankan kebijakan militer dan pemerintahannya. Salah seorang ulama terkenal dari Mazhab hambali, Ibnu Qudamah, menjadi penasihat Shalahuddin, dan mendampinginya saat Shalahuddin menaklukkan Palestina.

Setelah Syiria mencapai kondisi stabil, Shalahuddin kembali ke Kairo untuk mengadakan beberapa perbaikan. Dia menitipkan Syiria kepada saudaranya. Shalahuddin membangun benteng mengelilingi mesir untuk membendung serangan musuh dan melindungi penduduknya. Pembangunan benteng itu dipercayakannya kepada Bahaudin Qarqusy. Shalahuddin juga membangun armada laut untuk melindungi Mesir dari berbagai serangan Pasukan Salib.

Ketika itu kondisi kaum muslimin sedang berada dalam salah satu kondisi terburuk. Gelimangan harta dan kenikmatan hidup telah membutakan mata hati mereka sehingga mereka enggan berjihad. Karena kekhilafahan Islam membuat kehidupan begitu makmur dan sejahtera, kaum muslimin menjadi terlena sehingga mereka tidak mampu menahan serangan pasukan salibis. Karena itulah berinisiatif untuk mengadaka peringatan Maulid Nabi Muhammad demi mengingatkan kaum muslimin agar kembali kepada jalan Islam dengan berjihad dan berdakwah menjalakan perintah Allah dan RasulNya.

Dengan parade Maulid Nabi itu Shalahuddin mengingatkan kaum muslimin kepada perjuangan dan pengorbanan Rasulullah dan para sahabatnya dalam mempertahankan kehormatan agama Allah ini. Sangat jelas sekali bahwa tujuan diselenggarakannya Maulid nabi adalah untuk membangkitkan kembali ruhul jihad kaum muslimin yang telah lama membeku. Setelah parade Maulid nabi yang diselenggarakan di seluruh negeri-negeri Islam itu, terbentuklah pasukan jihad yang sangat besar. Beda banget sama Maulid Nabi yang ada sekarang. Maulid sekarang mah nggak membangkitkan semangat jihad dan nggak mampu membentuk pasukan jihad untuk membebaskan saudara-saudara kita di palestina yang sedang dibantai Israel.

Setelah segala konsolidasi selesai, Shalahuddin mulai melirik Palestina yang tengah dikuasai oleh tentara Salib Eropa. Terngiang di telinga Shalahuddin jeritan orang-orang yang dibantai pasukan salib. Tahun 1177 M Shalahuddin mulai membangun pasukan untuk berjihad mengambil kembali tanah suci kaum muslimin. Pertama ia masuk menaklukkan Askalon dan Ramallah, dengan mengalahkan Pasukan Salib di beberapa pertempuran. Namun pada pertempuran Montgisard tanggal 25 November 1177 M, Shalahuddin mengalami kekalahan yang cukup parah saat melawan pasukan Reynald de Chatillon dan Baldwin IV, dan menjadi pelajaran berharga baginya.

Awalnya pertempuran terjadi antara pasukan Shalahuddin dengan pasukan Baldwin IV Raja Palestina, tapi kemudian datang pasukan Reynald de Chatillon, Balian de Ibelin, dan pasukan Kastria Templar. Dikeroyok begitu rupa, pasukan Shalahuddin tercerai berai dan beberapa prajurit terbaiknya syahid. Baldwin terus mengejar pasukan Shalahuddin sampai malam, Shalahuddin mundur ke Askalon sampai ke Mesir dengan sisa pasukannya. Kekalahan ini disyukurinya karena banyak mengantarkan pasukan muslim mencapai cita-citanya yaitu syahid, dan sekaligus menjadi pecut penyemangat agar berjuang lebih kuat lagi.

Ruhul jihad terus bergelora di hati Shalahuddin dan dia membentuk lagi tentara Allah untuk merebut Palestina. Kafilah jihadnya terus berangkat ke Damaskus, dengan nyanyian-nyanyian jihad yang mengundang seluruh kaum muslimin untuk bergabung. Shalahuddin kemudian melancarkan serangan berikutnya dari Damaskus. Dia meyerang Tiberias, Tyre, dan Beirut. Pada Juni 1179 M, sampailah kafilah jihad Shalahuddin di pinggir kota Marjayoun dan berhadap-hadapan lagi dengan pasukan Baldwin IV, musuh lamanya. Pasukan Baldwin kalah telak dan banyak yang tertangkap termasuk Raja Raymond. Baldwin sendiri lolos dan mundur.

Bulan Agustus tahun yang sama, pasukan Shalahuddin mengepung Benteng Chastellet di Hebrew. Benteng ini belum selesai dibangun, baru rampung satu dinding dan satu menara. Baldwin sendiri tidak ada di tempat, dia sedang sibuk membangun pasukan di Tiberias. Shalahuddin menaklukkan benteng ini, dan ketika Baldwin datang dari Tiberias (jaraknya hanya setengah hari perjalanan), Baldwin melihat panji-panji syahadat warna hitam dan putih telah berkibar di Benteng Chastellet. Dengan gentar Baldwin mundur.

Palestina adalah tanah suci kaum muslimin. Seorang Ulama, Ibnu Zaki, berkhutbah: “Kota itu adalah tempat tinggal ayahmu, Ibrahim, dari situlah Nabi Muhammad diangkat ke langit, kiblatmu sholat pada permulaan Islam, tempat yang dikunjungi orang-orang suci, makam-makan para Rasul. Kota itu adalah negeri tempat manusia berkumpul pada hari kiamat, tanah yang akan menjadi tempat berlangsungnya kebangkitan”.

Shalahuddin mengerahkan segenap kekuatan mujahidin untuk menggempur benteng Palestina. Barisan pelontar batu api (manjaniq) dikerahkan untuk meruntuhkan benteng Palestina. Balian de Ibelin juga balas melontarkan manjaniq-nya sehingga kaum muslimin menjemput syahid. Tekanan mujahidin begitu kuat, sehingga Balian mengirim dua orang utusan untuk meminta jaminan keselamatan dari Shalahuddin. Namun Shalahuddin menolak dan mengingatkan mereka akan pembantaian besar yang mereka lakukan seratus tahun lalu di tahun 1099 M. Akhirnya Balian de Ibelin datang sendiri menghadap Shalahuddin dan mengancam akan membunuh semua manusia di dalam benteng, menghancurkan masjid Al-Aqsa, dan berjuang sampai mati, jika permohonannya tidak mendapat jaminan keamanan. Setelah mengadakan syura dengan beberapa ulama dan penasihat militer, Shalahuddin menerima proposal Balian de Ibelin.

Syarat Shalahuddin adalah Balian de Ibelin harus menyerahkan Palestina secara penuh kepada kaum muslimin. Kemudian seluruh prajurit kristen Eropa wajib menebus diri mereka sendiri dalam waktu 40 hari. Akhirnya pada hari Jumat bertepatan dengan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammd tanggal 27 Rajab 583 H (2 Oktober 1187 M), Shalahuddin memasuki Palestina dengan panuh kedamaian dan ketenangan. Masjid-masjid dibersihkan dari salib-salib kafir dan setelah 88 tahun tak terdengar menggantikan lonceng-lonceng kematian. Dan hanya dengan pasukan jihad-lah Palestina detik ini bisa dibebaskan dari tangan penjajah keji Israel. Hanya dengan jihad…La haula wa laa quwwata illa billah!
Selengkapnya...

Senin, 07 November 2011

aliran aneh sholat superkilat

Sholat itu seharusnya dilakukan dengan rukun dan tertib. Salah satu rukunnya adalah tuma’ninah. Dengan begitu mudah-mudahan Allah akan menerima ibadah sholat kita.

Tapi kalau seperti yang tampak di video ini? Bayangkan, untuk menyelesaikan satu rekaat, mereka cuma membutuhkan waktu 25 detik. Sholat patas super ekspress kilat. Ini benar-benar terjadi di daerah Indragiri Hulu, Riau. Video ini diambil pada 26 September 2008 saat pelaksanaan sholat tarawih. Selengkapnya...

NU dan DETASEMEN 99

Sejak terpilihnya Said Aqil Sirajd sebagai ketua umum tanfidziah, NU mulai mblasur. Mereka lebih memilih tokoh yang liberal dan sangat menentang paham ahlussunnah dalam setiap tulisan dan ucapannya. Aqidah NU yang mengaku ahlussunnah wal jama’ah mulai disisipi paham-paham liberal.

Lihatlah ! bagaimana Said Aqil Sirajd memberikan sebuah pengantar pada buku menyesatkan dengan judul “SEJARAH BERDARAH SEKTE SALAFI WAHABI”. Ia dukung pemikiran liberal dan sebaliknya menghantam pemikiran-pemikiran yang dianggap dia wahabi, padahal ia mendapat gelar doktoral dari sekolah wahabi, yaitu Ummul quro.
Dan masih banyak lagi bukti tentang permusuhan Said aqil sirajd terhadap islam. Ujung-ujungnya adalah memerangi syari’at dan para penegak syari’at tersebut walau dengan dalih deradikalisasi.


Munculnya detasemen 99 pada tubuh NU

Pada 24 April 2011 gerakan Pemuda Ansor membentuk Barisan Serba Guna Detasemen Khusus 99 sebagai salah satu upaya untuk merevitalisasi dan mentransformasi Banser guna membantu kepolisian dalam pencegahan deradikalisasi agama yang seringkali terjadi.

“Detasemen ini disiapkan khusus untuk menghadapi kelompok garis keras yang merongrong akidah ‘ahli sunnah wal jamaah’ dan NKRI. Densus ini basisnya di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat,” kata Ketua Umum GP Ansor Nusron Wahid dalam sambutannya di Upacara Apel Banser dan memperingati Harlah Ke-77 GP Ansor di Lapangan Parkir Timur Senayan, Jakarta, Ahad (17/7).

Banser Densus 99 yang dibentuk pada 24 April 2011 bertujuan untuk memberikan pencegahan dan edukasi kepada umat agar tidak terprovokasi atas kelompok yang ingin membubarkan NKRI, merusak pancasila dan UUD 1945.

Ia menilai ancaman terhadap deradikalisasi agama masih akan terus terjadi, sehingga GP Ansor ikut serta membantu untuk melakukan pencegahan. Densus itu memiliki 204 personel dan mempunyai kemampuan bela diri serta mempu menjinakkan bom. [ www.republika.co.id].

Ini adalah tantangan baru bagi para penegak syari’at. Yaitu adanya ormas yang menyatakan sebagai oramas Islam, mengaku ahlussunnah waljama’ah, dan termasuk ormas terbesar di tanah air ini menjadi pendukung musuh islam dalam perang melawan islam.

Tidak tahukah mereka bahwa derasikalisasi dan perang melawan terorisme yang digembar gemborkan oleh barat dan antek-anteknya adalah perang melawan islam. Karena mereka menamakan setiap orang yang berkeinginan menegakkan kembali syari’at islam di bumi sebagai teroris.

Deradikalisasi yang hari ini diusung oleh polisi dengan BNPT dan para tokoh islam sebenarnya adalah dejihadisasi. Yaitu usaha bagaimana membungkam suara jihad untuk didengar oleh ummat. Program yang dipelopori oleh islam liberal ini telah merambah ke tubuh NU, karena memang pimpinan tanfidziahnya termasuk diantara para petinggi islam liberal. Tetapi kita tetap optimis bahwa kajayaan islam tidak akan surut dengan berbagai penghalang yang ada. Islam pasti akan berjaya dengan diterapkannya syari’at islam di indonesia. [ Amru ]
Selengkapnya...